Di UMM, Pelapor HAM PBB Tinjau Implementasi HAM di Indonesia

Di UMM, Pelapor HAM PBB Tinjau Implementasi HAM di Indonesia

MALANG, Suara Muhammadiyah- Pelapor hak asasi manusia (HAM) untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Prof Heiner Bielefeldt menilai, pelanggaran HAM bisa terjadi di mana saja, dan melalui modus apa saja. Bisa lewat birokrasi, sekolah, tempat kerja, dengan melibatkan isu agama, kekerasan, dan terorisme.

“Dalam konteks masyarakat Indonesia yang religius, tantangannya tentu lebih beragam, karena isunya bisa meluas pada pelanggaran kebebasan beragama dan berkeyakinan,” kata Heiner yang juga merupakan guru besar HAM di University of Erlangen, Jerman.

Hal itu disampaikan Heiner pada salah satu sesi di perhelatan kursus selevel master atau Master-Level Course (MLC) on Sharia and Human Rights yang diadakan oleh Pusat Studi Agama dan Multikuluralisme (PUSAM) Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) pada 24 hingga 28 Juli 2017.

Selain Heiner, para pakar HAM internasional yang hadir di antaranya Prof Tore Lindholm dan Lena Larsen PhD (Oslo Coalition, Norwegia), Prof Brett Scharffs (Bringham Young University, USA), Prof Jeroen Tempermen (Erasmus University Rotterdam, Belanda), dan Prof Mun’im Sirry (University of Notre Dame, USA).

Beberapa pakar HAM nasional juga dihadirkan agar kontekstual dengan isu-isu terkini di Indonesia, di antaranya Prof Syamsul Arifin dan Cekli Setya Pratiwi LLM (UMM), Ihsan Ali Fauzi (the Asia Foundation), dan Dr Ahmad Nur Fuad (UIN Sunan Ampel Surabaya).

Secara khusus Prof Tore Lindholm mengaku kagum dengan Indonesia yang disebutnya sebagai negara demokrasi yang menjanjikan. “Kami (Oslo Coalition) bekerjasama dengan berbagai institusi di Indonesia, untuk bersama-sama meneliti, sejauh mana implementasi HAM bisa optimal di ruang publik,” ujar Tore.

Dalam konteks kerjasama dengan UMM, kata Tore, Oslo Coalition menekankan pentingnya kombinasi antara HAM dan syariah, mengingat Indonesia merupakan negara mayoritas Muslim. “Saya juga berharap pada UMM dan Muhammadiyah agar berperan dan ikut terlibat dalam isu-isu HAM internasional yang melibatkan agama, seperti yang terjadi pada Muslim Rohingya di Myanmar,” jelas Tore.

Tore juga menyampaikan kebanggaannya terhadap PUSAM yang mampu mempertahankan terselenggaranya kegiatan yang baginya tidak biasa bagi kebanyakan masyarakat umum ini. “Adalah sebuah ide gila menyatukan syariah dan HAM, karena itu saya ucapkan selamat atas kehadiran Anda di forum ini,” kata Tore pada para peserta.

Kegiatan MLC sudah dimulai sejak 2011, dan kini memasuki angkatan ketujuh. Kegiatan yang merupakan hasil kerjasama PUSAM UMM dengan Oslo Coalition-Norwegian Center for Human Rights, the University of Oslo, Norwegia; International Center for Law and Religion Studies, Brigham Young University, Utah, USA; dan The Asia Foundation ini diikuti 30 peserta terseleksi yang terdiri dari aktivis mahasiswa, dosen, peneliti, dan pegiat HAM yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia, termasuk Aceh, Yogyakarta, Banjarmasin, Jakarta, Riau, dan sejumlah kota di Jawa Timur. Salah satu peserta terbaik nantinya akan diberangkatkan ke Norwegia untuk kuliah singkat HAM di University of Oslo.

Diungkapkan kepala PUSAM UMM Prof Dr Syamsul Arifin MSi, tujuan diselenggarakannya kegiatan ini di antaranya memberikan pemahaman kepada aktivis atau mahasiswa mengenai hubungan antara syariah dan HAM, dalam konteks harmoni, konflik, interaksi, dan respons terhadap berbagai isu kontemporer.

“Sekaligus membuka kesadaran pada para pegiat HAM terhadap berbagai problem HAM di Indonesia, khususnya yang memiliki keterkaitan dengan syariah atau hukum Islam,” terang Wakil Rektor I UMM ini. (Humas UMM)

 

Exit mobile version