(Disadur dari ceramah KH Anang Rikza Masyhadi MA, Pengasuh Pondok Modern Tazakka)
Oleh: Muhammad Nurrosyid Huda Setiawan*
Tidak ada pesantren yang tidak laku di zaman sekarang. Asalkan pesantren tersebut tidak bermasalah dan fokus untuk mendidik santri pasti pesantren tersebut akan laku. Apa rahasianya? Dalam ilmu pendidikan yang mana tonggaknya ada 3 unsur: rumah, sekolah dan masyarakat, jika ketiganya memiliki visi dan misi yang sama dalam mendidik anak maka akan berhasillah pendidikan itu.
Sekarang ini lagi trend sekolah non pesantren yang menggunakan sistem “boarding school”. Di sekolah umum anak terhadapkan dengan permasalahan jarak. Jarak antara rumah ke sekolah itu menjadi problem karena jika di rumah anak dapat pendidikan yang baik dan di sekolah juga ada pendidikan yang baik, tapi sayangnya selama perjalanan mereka disuguhkan dengan pendidikan yang tidak baik dan cenderung lebih menarik dalam pandangan mereka, dan bahkan dijadikan style dalam hidupnya. Maka, sekarang ini juga mulai diserukan wacana dan penerapan zonasasi pendidikan, itu dengan maksud memperpendek jarak rumah dan sekolah. Maka, berdirinya pesantren sebenarnya adalah dalam misi membuat jarak antara rumah dan sekolah menjadi “zero”.
Dalam membangun pondok pesantren yang bagus tentu memerlukan biaya yang tidak sedikit. Secara logika jika mau membangun pesantren yang bagus memang mahal, darimana sarana prasarana dan operasional penunjangnya? Ini bisa menjadi masalah, tapi bisa juga tidak.
Adanya kebutuhan dana besar itu sebetulnya bukan masalah. Masalahnya adalah siapa yang akan membiayai dana yang besar itu? Apakah biaya pendidikan dicover negara, sponsorship atau dibebankan pada siswa? Jadi, persoalannya bukan pada bagaimana memangkas biaya pendidikan ini akan sulit karena nanti berpengaruh pada fasilitas dan mutu. Persoalannya adalah pada siapa yang harus digandeng menjadi mitra atau sponsorship pembiayaan tersebut.
Maka, perlu dicarikan terobosan. Contoh, biaya pendidikan di Al-Azhar Kairo sebetulnya mahal, tetapi kenapa kemudian seluruh mahasiswa bisa gratis bahkan yg dari luar negeri beasiswa dapat tiket pulang pergi?
Sebenarnya ada satu instrumen ekonomi Islam yang perlu digali lebih dalam untuk mencari solusi tersebut yaitu zakat dan wakaf. Dan Al-Azhar Kairo menggunakan keduanya untuk memback-up biaya operasional pendidikannya. Wakaf-wakaf produktif Al-Azhar banyak sekali. Itulah mengapa ia bisa bertahan hingga 10 abad lebih. Karena kekuatan wakaf!
Secara ilmu fiqihnya bahwa zakat itu merupakan rukun Islam sehingga ketika orang tidak melakukannya, padahal syarat ketentuan ada dalam dirinya, maka ia dosa, sehingga mudah untuk menyerukannya. Namun, wakaf ini tidak dosa bagi yang tidak melakuakannya namun bagi yang mengerjakannya akan mendapatkan kemuliaan tinggi di sisi Allah SWT. Jadi, bagi pegiat zakat dan wakaf, kerja marketing wakaf agak lebih berat daripada zakat.
Realita yang terjadi adalah bahwa expektasi yang tinggi untuk menggemborkan zakat namun yang didapat tidaklah seberapa sehingga para pengelola zakat merasa terbebani dengan beban berat. Lalu apa solusinya? Maka orang-orang yang mampu tersebut perlu didekati dengan cara lain yaitu program wakaf.
Jika kita berbicara peradaban Islam, maka kita tidak akan pernah terlepas dengan jejak wakafnya. Al-Azhar yang mampu eksis lebih dari seribu tahun karena based on wakafnya. Seperti halnya dengan Muhammadiyah dan NU. Keduanya harus dilihat dari sejarahnya agar tahu kunci keberhasilannya. Ternyata para pendahulu kedua ormas itu sangat gigih dalam menyerukan wakaf. Bagaimana dengan kita hari ini? Andaikata dua sayap negara kita ini bangkit program wakafnya, maka garuda akan terbang melesat jauh tinggi di angkasa raya.
Jika flashback kembali pada sejarah, maka dulu Rasulullah dalam berdakwah selalu didampingi dengan para saudagar. Bahkan titah Allah kepada Nabi Muhammad menikahi Khadijah yang janda namun kaya menjadi pendukung besar dibalik keberhasilan dakwah Nabi Muhammad. Sahabat-sahabat yang lain yang setia bersamanya pun banyak yang dari kalangan saudagar. Enam dari sepuluh sahabat yang dijanjikan syurga adalah saudagar. Ada hal menarik bahwa dulu saat Nabi kecil usia 6 tahun dibawa ke Syam untuk berdagang itu bukan hal yang sepele, ternyata Syam kala itu bukan hanya pasar “tiban” dalam bahasa kita, tapi ia adalah pasar modern yang bangunannya rapi dengan dua lantai, yang bawah untuk toko dan atas untuk penginapan.
Maka benarlah firman Allah dalam surat Al-Quraisy bahwa “syita’” dan “shoif” itu mereka gemar pergi berdagang. Dengan arti kata lain, bahwa perjuangan dakwah harus bersinergi dengan para saudagar dan ahli profesi lainnya.
Apa saja dan bagaimana menjembatani untuk bisa berdakwah bersama? Tentu dengan wakaf yang bisa kita gali lebih dalam lagi. Perlu diketahui bahwa sektor wakaf itu banyak : wakaf aset, wakaf uang, wakaf dengan uang, wakaf manfaat (bisa melalui profesi seperti dokter spesialis, notaris, arsitek bangunan) dan juga wakaf pengalihan hak.
Semoga semua umat Islam bisa sadar dan memberikan konstribusi langkah konkritnya dalam wakaf. Wallahu a’lam bisshowab
Rumah Dakwah PCIM Malaysia, 26 Juli 2017
*Penulis adalah Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah (PCIM) Malaysia