Suara Muhammadiyah-Dalam sequel film Sang Pencerah, sosok yang paling menonjol adalah KH Ahmad Dahlan, pendiri Muhammadiyah. Sang istri, Nyai Ahmad Dahlan, lebih ditampilkan sebagai sosok perempuan pendukung sang suami. Tetapi tidak demikian dalam kenyataannya. Kehadiran film Nyai Ahmad Dahlan besutan Olla ata Andora ini akan melengkapi kisah sempurna peran kepahlawanan sepasang suami-istri pembaru Islam dari Kauman: KH Ahmad Dahlan dan Nyai Ahmad Dahlan. Pasangan ini sesungguhnya memiliki peran seimbang memberikan pendidikan untuk kemajuan bangsa dan memelopori kebangkitan perempuan Indonesia. Pemerintah Indonesia telah menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional kepada KH Ahmad Dahlan (Keppres no 657 tahun 1961) dan Nyai Ahmad Dahlan (Keppres no 42/TK Tahun 1971). Anugrah Pahlawan Nasional kepada pasangan ini sebagai bukti bahwa keduanya memiliki peran besar dan nyaris seimbang dalam proses mendidik bangsa dan memelopori kebangkitan nasional.
Ketika berjuang, Kiai Ahmad Dahlan sebenarnya tidak sendirian. Ada sang istri yang mendukung sepenuhnya, baik dengan tenaga, pikiran, bahkan dana yang digali dari aktivitas bisnis kain batik pada waktu itu. Para santri dan muridnya, khususnya dari kalangan perempuan, memberikan dukungan yang cukup besar. Tenaga dan pikiran Nyai Ahmad Dahlan dicurahkan untuk menjalankan pengajian-pengajian dan cursus-cursus agama untuk para orang tua, remaja putri, dan anak-anak. Bahkan Nyai Ahmad Dahlan memberikan perhatian kepada para buruh batik di Kauman dengan menyelenggarakan pengajian khusus. Perlu diketahui pula, ketika sang Kiai aktif berdakwah menyemai paham Islam berkemajuan, sosok Nyai menjadi tulang punggung usaha bisnis keluarga. Seperti dalam salah satu sequel film Sang Pencerah, ketika sang Kiai kehabisan dana, dengan ikhlas Nyai menyerahkan hasil tabungannya untuk berdakwah.
Nama besar Nyai Ahmad Dahlan baru bergema pasca wafat Sang Kiai Modernis asal Kauman pada 23 Februari 1923. Seakan tak ingin kehilangan cintanya, Nyai Ahmad Dahlan memantapkan tekad untuk meneruskan cita-cita pembaruan Islam melalui organisasi Muhammadiyah dan Aisyiyah. Secara apik, lagu “Cinta Melintasi Zaman” dalam film Nyai Ahmad Dahlan melukiskan spirit dan tekad Nyai Ahmad Dahlan melanjutkan cita-cita pembaruan Islam yang telah dirintis sang suami. Gagasan-gagasan pembaruan Nyai Ahmad Dahlan semakin bersinar ketika ia tampil berpidato di depan kongres di Solo dan forum ulama di Surabaya. Ia seakan-akan telah menerobos pandangan umum umat Islam melampaui zamannya. Semangat Islam dan nasionalismenya telah mewarnai gerakan Muhammadiyah dan ‘Aisyiyah, sehingga murid-muridnya berhasil mengambil peran strategis dalam kepanitiaan Kongres Perempuan Pertama di tanah air. Semangat Islam dan nasionalisme Nyai Ahmad Dahlan juga telah mewarnai tokoh-tokoh bangsa, ketika ia menyampaikan amanat kepada Bung Karno dan Jenderal Sudirman yang keduanya tidak lain adalah kader-kader Muhammadiyah.
Setelah kepahlawanan Nyai Ahmad Dahlan, masih banyak sosok kader ‘Aisyiyah yang memiliki peran dan kontribusi besar dalam proses perjuangan bangsa. Nama-nama seperti Siti Bariyah, Siti Munjiyah, Siti Hayyinah, dan Siti Badilah Zubeir adalah tokoh-tokoh ‘Aisyiyah yang tidak hanya berjuang nyata untuk Muhammadiyah dan ‘Aisyiyah, tetapi untuk kemajuan bangsa Indonesia, khususnya kaum perempuan di tanah air. “Sang Penerobos Zaman” telah menjadi spirit juang yang terus diwariskan kepada seluruh kader ‘Aisyiyah hingga kini. (Abu Aksa)
Dapatkan ulasan lengkap tentang Nyai Ahmad Dahlan dan Kepeloporannya di Majalah Suara Muhammadiyah edisi cetak, No. 15, Edisi 1-15 Agustus 2017