JAKARTA, Suara Muhammadiyah- Rombongan PP Muhammadiyah melakukan silaturahmi dengan Persekutuan Gereja-Gereja Indonesia(PGI) Kamis (3/7) di Kantor PGI Jakarta. Silaturahmi dihadiri oleh Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir, Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu’ti, dan Ketua PP Aisyiyah bidang Ekonomi Latifah Iskandar.
Dalam silaturahmi yang disambut oleh oleh Ketua Umum PGI, Henriette T. Hutabarat Lebang tersebut, selain menjadi kunjungan balasan, juga menjadi wadah penjaringan aspirasi antar umat beragama terkait persoalan kebangsaan. Salah satunya, terkait kesenjangan, Haedar pun resah terhadap keberadaan mafia-mafia yang memainkan kepentingan politik pragmatis yang semakin mencengkeram. Oleh karenanya, dalam menghadapi persoalan kebangsaan, Haedar mengharapkan persatuan antar umat beragama dapat diperkokoh.
“Kalau kekuatan masyarakat seperti kita tidak bersatu dan membawa misi kenabian, para mafia akan terus mencengkram, dan lewat tangan-tangan politik pragmatis akan terus memainkan peran luar biasa. Sementara kerakusan para mafia ini seakan tidak ada ada batasnya. Bahkan warga negara yg miskin semakin termiskinkan,” tutur Haedar dalam pertemuan tersebut.
Henriette pun sepaham dengan apa yang dikhawatirkan oleh Haedar. Menurutnya, mafia ekonomi justru lebih berbahaya. Ia pun mengharapkan akan ada kerjasama yang kuat antar seluruh elemen bangsa. Salah satunya dengan menyikapi perbedaan pandangan dengan arif.
“Kita harus bangun kerjasama yang kuat karena persoalan kita dan keprihatinan kita sama. Salah satu tugas yang perlu kita lakukan, kalau ada perbedaan pandangan jangan langsung mencaci-mak. Ini tidak mncerminkan ruh masyarakat kita. Agenda politik turut memperkeruh suasana, menjadikan agama sebagai persoalan, yang sebenarnya bukanlah persoalan agama,” tuturnya.
Sedangkan Abdul Mu’ti menanggapi bahwa persatuan dan kebersamaan yang dibangun antar elemen bangsa ini penting. Menurutnya, dari relasi yang dibangun tersebut akan banyak hal yang mampu dilakukan bersama, khususnya dalam merespon berbagai persoalan bangsa.
“Harusnya banyak yang bsa kita lakukan tanpa banyak berkata-kata. Kita ingin kerjasama yang berbasis kesamaan pandangan serta persoalan kebangsaan yang selama ini kita gaungkan. Saat ini, harus lebih aktif menunjukkan kebersamaan terutama dalam hal kebangsaan,” kata Mu’ti.
Menyinggung masalah Perppu ormas yang sempat menjadi perdebatan berbagai pihak, Henriette menegaskan bahwa perlu ada kriteria yang jelas terkait ormas yang dapat dianggap tidak sesuai dengan pancasila. Hal ini menurutnya perlu secara cermat untuk dirumuskan.
“Sehingga walaupun kita menghadapi tantangan yang begitu besar kita masih yakin bangsa ini masih bisa berjalan bersama-sama. Perbedaan pandangan itu hal biasa tapi jangan menjadikan perbedaan menjadi sebab perpecahan,” lanjutnya.
Senada dengan itu, Haedar tidak menginginkan Perppu tersebut akan menjadi alat yang digunakan untuk membungkam kalangan tertentu.
“Kita tidak ingin Perppu menjadi alasan kekuasaan membungkam suara kelompok atau ormas yang kriterianya tidak jelas. Sekarang, bagaimana caranya kita bisa mengawal persoalan ini bersama,” tandas Haedar. (TTTjsnsnsTh)