SURABAYA, Suara Muhammadiyah – Tepat hari ini, Jum’at (11/8) hingga dua hari kedepan, Ahad (13-8) Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) punya “gawe” berupa Silaturrahim Nasional (Silatnas) IMMawati (kader perempuan IMM) di Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. HAMKA (UHAMKA), Jakarta.
Dihadiri oleh IMMawati dari seluruh Dewan Pimpinan Daerah (DPD) IMM se-Indonesia, kegiatan yang dimotori oleh Bidang IMMawati Dewan Pimpinan Pusat (DPP) IMM tersebut mendapat antusiasme tinggi peserta dan berbagai pandangan serta harapan bagi “keberlangsungan” IMMawati.
“Wanita diciptakan Allah agar bisa bersama laki-laki, untuk beramal dan berjuang, memelihara dan memakmurkan dunia sebagai kholifah fil ardh,” buka Nur Aini Azizah, Ketua Bidang IMMawati DPD IMM Jawa Timur.
“Seperti momentum kali ini, ada Silatnas IMMawati, ini hari merayakan perbedaan, bagaimana tidak ? Seluruh IMMawati se-Indonesia dikumpulkan, ini sebagai langkah ijtihad gerakan IMMawati,” jelasnya.
Mengingat forum khusus IMMawati sebenarnya cukup lama dinanti, Silatnas kali tentunya mendapat respon positif dari berbagai kalangan begitupun dengan IMMawati Jawa Timur yang akan turut serta dalam kegiatan tersebut. Tiap daerah akan membawa problemtika daerah masing masing, yang dipertemukan dengan harapan menemukan titik kesamaan dan kesepahaman dalam membaca problematika IMMawati. “Serta turut memberikan tawaran solutif tentunya,” ujar alumnus Universitas Muhammadiyah (UM) Surabaya tersebut.
Menurut Azizah – sapaan akrabnya – ada beberapa hal yang perlu digaris bawahi dan harus “digarap” pada silatnas kali ini, yaitu terkait Grand Design Gerakan IMMawati yang di dalamnya mencakup persoalan perkaderan. Perkaderan IMMawati harus benar-benar dipikirkan mengingat kondisi saat ini, kuantitas IMMawati dimana semakin tinggi tingkat kepemimpinan, IMMawati semakin susah ditemui. “Akhirnya dalam suatu Badan Pimpinan membidik IMMawati seadanya, sedapatnya, bukan berdasarkan kompetensinya,” jelasnya.
“Maka, adanya standarisasi perkaderan yang jelas sangat dibutuhkan, bagaimana standart IMMawati tingkat Komisariat dari Pra DAD dan pasca DAD, lalu IMMawati di tingkat Cabang, Daerah, hingga di Pusat,” katanya.
Hal tersebut dirasa sangat mengena bilamana dikaitkan dengan upaya untuk mempersiapkan pemimpin-pemimpin masa depan dengan kompetensi yang mumpuni. “Sehingga nantinya tidak gagap dalam kepemimpinanya,” ujar Azizah.
Menurut IMMawati kelahiran Lamongan tersebut, hal semacam itu terjadi karena rule atau prosedur dan mekanisme yang belum jelas. “Kami tentunya menaruh harapan besar atas diselenggarakannya Silatnas, harapannya nantinya, sesegera mungkin, IMMawati akan melahirkan kaum Intelektual Perempuan yang tangguh, dan itu tentu dimulai dari standarisasi perkaderan yang jelas. Kami juga mendorong keterlibatan IMMawan (kader laki-laki IMM) dalam permasalahan IMMawati, baik di wilayah perkaderan atau yang lainya sehingga terkikisnya bias gender di tubuh IMM itu sendiri,” tukasnya.
“Semoga Silatnas ini bukan hanya sebatas kumpul dan say hello dengan IMMawati di luar daerah, apalagi hanya seremonial untuk menggugurkan kewajiban program kerja, wajib hukumnya melahirkan gagasan gagasan yang berani, konsep perkaderan yang terstruktur dan terstandarisasi serta grand Design yang jelas,” pungkas IMMawati yang juga bertugas sebagai instruktur daerah tersebut.
Sudah sepatutnya dan sudah saatnya bagi IMMawati untuk bergerak, sehingga lunturlah nada sumbang yang bertanya-tanya “Apa yang bisa dilakukan IMMawati ?” atau “Apa tugas IMMawati ?” atau mungkin “IMMawati harus ngapain ?” dan tersingkirkan pula isu-isu penting atau tidaknya Bidang IMMawati dalam IMM terkait peran yang dirasa kurang signifikan melalui Forum Silatnas IMMawati ini. (ubay)