Mahasiswa UM Surabaya Ciptakan Lentera Pengganti Matahari

Mahasiswa UM Surabaya Ciptakan Lentera Pengganti Matahari

SURABAYA, Suara Muhammadiyah- Inovasi baru di bidang teknologi kembali diinisiasi oleh mahasiswa Universitas Muhammadiyah Surabaya (UM Surabaya), Ghois Qurniawan. Pasalnya, mahasiswa Teknik Elektro UM Surabaya ini berhasil menciptakan lentera fotosintesis yang berfugsi untuk menggantikan cahaya matahari di waktu malam.

“Umumnya tumbuhan berfotosintesis saat siang. Sebab pembuatan makanan pada tumbuhan hijau itu membutuhkan bantuan sinar matahari. Namun dengan bantuan spektrum cahaya dari lentera fotosintesis ini, proses fotosintesis tidak hanya bisa dilakukan saat siang,” ujar Ghois.

Ghois mengaku, pembuatan lentera fotosintesis ini bermula dari kepekaan dirinya melihat area persawahan yang cukup gelap di malam hari. Dari situlah Ghois berinisiatif membuat penerangan di area sawah. Kendati demikian, ia tak hanya ingin membuat lampu penerangan biasa. Oleh karenanya, riset demi riset dilakukan dan lahirlah lentera fotosintesis. Alat ini terbilang cukup sederhana, yaitu dengan menggunakan sebuah tiang besi yang di bagian atasnya dipasang lampu LED. Cahaya lampu tersebut menggantikan sinar matahari untuk proses fotosintesis saat malam.

“Saya ingin lampu tersebut bisa bermanfaat juga untuk petani dan tanaman. Kalau siang tidak menyala. Jadi fotosintesis tetap dilakukan dengan cahaya matahari. Saat malam akan menyala otomatis. Cahaya yang menerangi bisa bermanfaat bagi tanaman untuk kembali memproduksi makanan,” jelasnya.

Lebih lanjut ia menyampaikan bahwa salah satu tantangan yang dihadapinya dalam membuat lentera pengganti matahari ini yaitu kerumitan dalam mencari spektrum warna yang tepat untuk temuannya tersebut. Untuk itu, ia melakukan riset dan uji coba pada beberapa tanaman.

“Tidak sembarang cahaya bisa digunakan tanaman untuk berfotosintesis. Ada spektrum cahaya tertentu yang memang dibutuhkan tanaman untuk membuat makanan. Ini salah satu tantangannya. Cari spektrum warna yang tepat. Juga, butuh berapa watt lampunya,” ungkapnya.

Disampaikan Ghois bahwa selama tiga bulan dirinya melakukan uji coba pada beberapa tanaman yang sejenis dengan memberikan perlakuan yang berbeda. Hasilnya menunjukan bahwa tanaman yang disinari lentera fotosintesis dapat berbuah dua kali. “Daunnya juga masih hijau, batangnya bagus. Jadi lebih produktif karena bisa berfotosintesis,” imbuhnya.

Saat ini alat tersebut masih terkoneksi dengan listrik. Namun kedepannya, tidak menutup kemungkinan bahwa akan dilakukan pengembangan seperti energi yang digunakan adalah solar cell atau tenaga matahari.

Berkat inovasinya, Ghois menuai berbagai apresiasi. Kaprodi Teknik Elektro UM Surabaya, Anang Widiantoro memberikan apresiasi atas inovasi yang diciptakan Ghois. Ia juga mendorong para mahasiswa untuk membuat teknologi tepat guna yang bisa bermanfaat bagi masyarakat. Bahkan menurutnya, tidak menutup kemungkinan alat-alat inovatif tersebut bisa dipatenkan.

“Tanaman idealnya membutuhkan cahaya matahari untuk proses fotosintesis. Tapi, malam hari tidak ada. Ini inisiatif sangat bagus, sangat inovatif,” tandasnya (dos/ Yusri).

Exit mobile version