JAKARTA, Suara Muhammadiyah-Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Zulkifli Hasan berharap Pancasila sebagai ideologi negara tidak digunakan untuk menyerang pihak lain yang berseberangan pendapat. Hal ini disampaikan Zulkifli dalam pidato sidang tahunan MPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (16/8/2017). Sidang itu dihadiri para anggota DPR dan DPD serta Presiden Joko Widodo, Wakil Presiden Jusuf Kalla dan para menteri kabinet kerja.
Pernyataan ini menyikapi perdebatan sengit terkait tafsir terhadap Pancasila belakangan ini. Terutama ketika Pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 tahun 2017 tentang Ormas. Lewat Perppu itu, Pemerintah kemudian resmi membubarkan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) karena dinilai bertentang dengan Pancasila.
“Kami percaya, Pancasila dan UUD 1945 bukanlah palugada terhadap pihak yang tidak satu pandangan, tidak satu barisan atau tidak satu partai dalam berindonesia,” kata Zulkifli. Menurutnya, Pancasila dan UUD 1945 adalah muara bersama dari beragam mata air. Karena itulah Pancasila disebut sebagai ideologi terbuka.
Zulkifli kemudian mencontohkan kehidupan para tokoh bangsa di masa lalu. Meskipun mereka berbeda pandangan, tetapi mereka mampu untuk membangun hubungan persahabatan. Perdebatan diselesaikan dengan dialog dan musyawarah. “Kita ingat persahabatan Bung Karno dan Bung Hatta yang tetap hangat dan akrab, meski mereka berbeda pandangan yang tak ada titik temunya tentang demokrasi,” ujarnya.
Menurut Zulkifli, bangsa Indonesia saat ini sedang dihadapkan pada kondisi memprihatinkan akibat abai pada keteladanan para tokoh bangsa. Masyarakat kurang empati pada sesama anak-anak bangsa. Selalu menganggap diri yang paling benar. Di saat yang bersamaan, menyalahkan pihak lain.
Padahal, para tokoh bangsa sudah mencontohkan bahwa perbedaan pendapat dalam bernegara tak membuat hubungan merenggang dan menjauh. Saat di balik pangggung politik mereka adalah pribadi-pribadi yang agung, rendah hati, dan bersahabat, tanpa menyisakan kedengkian dan dendam. Indonesia sebagai bangsa yang besar, menurutnya, bukan hanya besar di atas kertas berupa gagasan dan dokumen, tapi juga besar dalam perilaku sehari-hari, keteladanan, dan budaya serta nilai-nilai.
“Karena itu, jika ada pihak-pihak yang melakukan klaim-klaim sebagai yang Pancasilais dan menuduh yang lain tidak Pancasilais, maka yang bersangkutan harus belajar lagi tentang sejarah Pancasila. Mari kita berlaku bijak, dewasa, dan ksatria,” kata Zulkfli.
Pancasila merupakan konsensus bersama. Zulkifli Hasan mengingatkan, jangan sampai Pancasila dicampakkan, koyak dan hanya menjadi simbol belaka. “Pemimpin bangsa dimanapun berada, saya menghimbau untuk menjaga Indonesia kita jangan sampai robek dan koyak. Jadikan Pancasila rujukan bersama,” katanya.
Jika ada perdebatan, Zulkifli berharap supaya bangsa Indonesia kembali ke empat pilar berbangsa. Yaitu Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika, NKRI. “Kembalikan semuanya kepada empat cita-cita seperti yang telah dirumuskan para pendiri bangsa dan negara ini. Kita tidak boleh membiarkan Indonesia ini robek dan koyak. Kita tidak boleh membiarkan Pancasila dan UUD 1945 dicampakkan atau hanya menjadi simbol,” ujar Zulkifli. (Ribas)