Oleh: Dr H Haedar Nashir MSi
Apakah Islam di tangan para pemeluknya sudah tampil sebagai peradaban yang unggul? Apakah perbankan syariat dalam aplikasinya merupakan sistem yang terbaik dan benar-benar tidak mempraktekan apa yang dilakukan perbankan konvensional? Apakah negara-negara Islam dan partai politik Islam dalam mengurus rakyatnya jauh lebih baik ketimbang negara-negara dan sistem politik sekuler? Apakah pribadi dan umat muslim menjadi teladan yang terbaik dalam berperilaku sehingga menampilkan rahmatan lil-‘alamin dari pada orang lain? Pertanyaan tersebut bukan mengandung keraguan tetapi sebagai muhasabah untuk membuktikan keutamaan Islam antara idealita dan realita.
Islam sebagai ajaran sungguh sempurna, paripurna, dan utama lebih dari agama dan sistem nilai lain di dunia ini. Allah bahkan telah meenjadikan Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad sebagai agama terakhir, yang tidak akan ada lagi wahyu diturunkan sesudahnya, sebagaimana firman-Nya: “…Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu…(QS Al-Maidah: 3). Islam itu utama dan tidak ada yang menandingi keutamaannya, karena itu keutamaannya harus diwujudkan dalam peradaban di dunia nyata.
Wujud Peradaban
Peradaban merupakan puncak dari kebudayaan suatu umat, masyarakat, dan bangsa. Peradaban merupakan kebudayaan yang tertinggi baik secara ruhani maupun jasmani, secara nilai maupun tindakan, secara sistem maupun praktek. Islam di masa jaya disebut dengan peradaban karena di segala lapangan kehidupan mencapai puncak tertinggi, ketika masyarakat Barat dan di belahan dunia lain masih tertinggal. Namun di dunia modern, peradaban masyarakat Barat, Cina, Jepang, Korea Selatan, misalnya kini memasuki peradaban yang tinggi dari kebudayaannya. Sementara umat Islam masih banyak tertinggal.
Kebudayaan adalah keseluruhan pengetahuan manusia sebagai makhluk sosial yang digunakannya untuk memahami dan menginterpretasikan lingkungan dan pengalamannya, serta menjadi landasan bagi mewujudkan tingkah lakunya. Kebudayaan sebagai sistem pengetahuan manusia merupakan petunjuk-petunjuk, resep-resep, rencana-rencana, dan strategi-strategi yang terdiri dari model-model kognitif yang bersumber pada dan diselimuti oleh nilai-nilai yang hidup dalam etos (ethos) dan alam pikiran (world view) kolektif manusia, yang penggunaannya oleh para pelakunya untuk menginterpretasikan dan menghadapi lingkungannya dilakukan secara selektif (Suparlan, 1990).
Dalam kaitan ini kebudayaan menjadi model pengetahuan dan konsep-konsep simbolik yang dipahami bersama sehingga melahirkan sistem kehidupan kolektif yang berpola dan teratur. Unsur kebudayaan universal menurut para ahli terdiri dari sistem religi, sistem dan organisasi kemasyarakatan, sistem pengetahuan, bahasa, kesenian, sistem mata pencaharian hidup, dan sistem teknologi dan peralatan hidup. Sistem nilai sosial-budaya berupa suatu kompleks dari ide-ide, gagasan, norma-norma, peraturan-peraturan, dan sebagainya. Sistem sosial terdiri atas kompleks aktivitas kelakuan berpola dari manusia dalam masyarakat. Kebudayaan fisik berupa wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia (Koentjaraningrat, 1978). Semuanya merupakan satu kesatuan yang menggambarkan kebudayaan suatu masyarakat.
Jika umat Islam ingin menampilkan peradaban yang lebih unggul dari yang lain maka tingkat kebudayaannya dalam segala aspek kehidupan harus lebih utama. Dalam kehidupan moral, secara nyata jauh lebih terbaik dibanding lain seperti lebih jujur, baik, amanah, dan sifat-sifat teladan lainnya. Sebaliknya tidak suka dusta, culas, korupsi, menyeleweng, munafik, egois, menghalalkan cara, dan berbagai sifat buruk lainnya. Jangan sampai sehari-hari menyuarakan syariat, akidah, dan akhlak Islam tetapi ucapan tidak sejalan dengan tindakan.
Umat Islam juga harus lebih maju dalam pendidikan, ekonomi, sosial-budaya, dan berbagai aspek lainnya sehingga menggambarkan peradaban yang unggul atau utama di dunia nyata. Bukan sebaliknya tertinggal dalam banyak lapangan kehidupan, sehingga kalah dan dikalahkan oleh umat yang lain dalam hal kemajuan hidup secara ruhani maupun fisik duniawi. Manakala kehidupan umat Islam sudah selaras antara ajaran dan kenyataan maka kebudayaan serta peradaban umat Islam benar-benar terwujud di dunia nyata, bukan di dunia maya.
Kini, yang dipentingkan dan diutamakan ialah bagaimana umat Islam di seluruh muka bumi ini membuktikan kepada dunia bahwa dirinya jauh lebih unggul dalam segala bidang kehidupan dibandingkan bangsa-bangsa atau umat-umat yang lain. Umat Islam, termasuk negara dan sistem Islam dalam bentuk apapun, tidak sekadar nama dan formalitas tetapi benar-benar menunjukkan yang terbaik dalam kenyataan. Itulah peradaban Islam, bukan Islam normatif atau formalis yang berhenti di atas deretan istilah.
Uswah Muhammadiyah
Muhammadiyah sebagai gerakan Islam yang bertujuan mewujudkan masyarakat Islam yang sebenar-benarnya berkomitmen untuk menjadikan Islam sebagai peradaban yang utama. Muhammadiyah dan orang-orang Muhammadiyah dituntut kerja keras untuk terus membumikan Islam dalam segala lapangan kehidupan. Muhammadiyah tidak boleh terjebak pada banyak retorika dan formalisme, tetapi langsung membuktikan bagaimana Islam dalam kehidupan umatnya benar–benar unggul dan terbaik. Melalui usaha-usaha yang dilakukannya, Muhammadiyah ingin membuktikan bagaimana umat Islam dapat menjadi uswah hasanah.
Baik dalam aqidah, ibadah, akhlaq, maupun mu’amalah Muhammadiyah tidak kenal lelah ingin menampilkan umat Islam sebagai khaira ummah, yang dimulai dari dirinya selaku umat yang terbaik melalui berbagai usaha nyata. Usaha Muhammadiyah yang diwujudkan dalam bentuk amal usaha, program, dan kegiatan meliputi: pertama menanamkan keyakinan, memperdalam dan memperluas pemahaman, meningkatkan pengamalan, serta menyebarluaskan ajaran Islam dalam berbagai aspek kehidupan. Kedua, memperdalam dan mengembangkan pengkajian ajaran Islam dalam berbagai aspek kehidupan untuk mendapatkan kemurnian dan kebenarannya. Ketiga, meningkatkan semangat ibadah, jihad, zakat, infak, wakaf, shadaqah, hibah, dan amal shalih lainnya. Keempat, meningkatkan harkat, martabat, dan kualitas sumberdaya manusia agar berkemampuan tinggi serta berakhlaq mulia. Kelima, memajukan dan memperbaharui pendidikan dan kebudayaan, mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni, serta meningkatkan penelitian. Keenam, memajukan perekonomian dan kewirausahaan ke arah perbaikan hidup yang berkualitas.
Usaha lainnya, ketujuh meningkatkan kualitas kesehatan dan kesejahteraan masyarakat. Kedelapan, memelihara, mengembangkan, dan mendayagunakan sumberdaya alam dan lingkungan untuk kesejahteraan. Kesembilan, mengembangkan komunikasi, ukhuwah, dan kerjasama dalam berbagai bidang dan kalangan masyarakat dalam dan luar negeri. Kesepuluh, memelihara keutuhan bangsa serta berperan aktif dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Kesebelas, membina dan meningkatkan kualitas serta kuantitas anggota sebagai pelaku gerakan. Keduabelas, mengembangkan sarana, prasarana, dan sumber dana untuk mensukseskan gerakan. Ketigabelas, mengupayakan penegakan hukum, keadilan, dan kebenaran serta meningkatkan pembelaan terhadap masyarakat. Keempatbelas, usaha-usaha lain yang sesuai dengan maksud dan tujuan Muhammadiyah.
Usaha-usaha Muhammadiyah tersebut telah dilakukan sepanjang perjalanan sejarahnya hingga usia satu abad ini. Muhammadiyah menyadari masih banyak kekurangan dalam mewujudkan Islam sebagai peradaban di dunia nyata, bahkan kalau mau jujur masih jauh dari harapan. Demikian pula dengan gerakan-gerakan Islam yang lain, meskipun semangat tinggi tetapi masih jauh dalam implementasi. Umat Islam yang diwakili oleh organisasi-organisasi dan jama’ah-jama’ah kaum muslimin masih jauh dari ideal dalam menampilkan diri sebagai uswah hasanah dalam peradaban dunia. Dalam hal formalitas boleh jadi banyak yang mengkalim lebih Islami, tetapi di dunia nyata masih banyak yang jauh panggang dari api.
Karena itu jangan merasa begitu hal-hal formal dilekatkan dalam sistem Islam dan gerakannya, sertamerta begitulah yang terjadi dalam dunia nyata. Mudah-mudahan tahun 1432 hijriyah dan tahun 2012 miladiyah dijadikan momentum bagi umat Islam untuk bermuhasabah diri bagaimana menampilkan keislaman yang lebih unggul selaras antara ajaran dan kenyataan. Islam yang bukan sekadar klaim syariah dan normatif belaka, tetapi dibuktikan dengan peradaban di dunia konkret. Sehingga umat Islam tidak menjadi buih sebagaimana sabda Nabi, serta tidak masuk dalam inkonsistensi tindakan sebagai peringatan Tuhan dalam Al-Quran: “Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan” (QS Ash-Shaf: 3).
*Tulisan ini dimuat di Majalah Suara Muhammadiyah edisi nomor 3 tahun 2012
Baca :
Etika Muhammadiyah dan Spirit Peradaban
Memimpikan Indonesia: Pusat Peradaban Dunia yang Digdaya