JAKARTA, Suara Muhammadiyah-Ketua Umum PP Muhammadiyah 1997-2005, Ahmad Syafii Maarif mengatakan bahwa guru sejarah harus selalu memperbaharui pengetahuan dan meluaskan wawasannya. Termasuk salah satu caranya adalah dengan membaca novel dan buku-buku filsafat.
Saat memberikan Ceramah Umum Kesejarahan di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta, Senin 28 Agustus 2017, Buya Syafii menyatakan bahwa memahami sejarah merupakan hal penting. Karena dengannya, para guru bisa mengajarkan gagasan dari bapak bangsa kepada generasi muda untuk memahami Pancasila sebagai sumber pemikiran kebangsaan.
“Para pendiri bangsa ini umumnya paham sejarah, seperti Soekarno, Tan Malaka, Hatta, Agus Salim dan lainnya. Mereka punya cita-cita mulia untuk bangsa ini. Untuk itu guru sejarah mari baca kembali tulisan mereka,” kata Syafii Maarif dalam acara bertema ‘Pendidikan Sejarah Mempererat Kebinekaan dalam Bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).’
Dengan adanya masukan pengetahuan dan wawasan yang luas, ujar Buya Syafii, guru sejarah dapat mendidik anak-anak menjadi patriot yang otentik. Untuk itu saat mengajar guru sejarah tidak hanya bergantung pada kurikulum saja, mereka juga harus berkreasi dalam memberikan materi kepada peserta didik.
Menurut Buya Syafii, guru sejarah harus memperbanyak bacaannya tidak sebatas pada buku sejarah tetapi juga novel, filsafat dan agama sehingga guru dapat memberikan berbagai macam sudut pandang dalam mengantarkan pelajaran sejarah. “Guru sejarah itu referensi bacaannya harus luas, tidak boleh hanya baca sejarah, supaya anak didik itu dapat melihat situasi dalam berbagai dimensi,” tuturnya.
Di mata Buya Syafii Maarif, sejarah adalah penghubung antara masa lampau dan masa sekarang, sekaligus menunjukkan arah masa depan bangsa. Menurutnya, saat ini masyarakat Indonesia telah kehilangan arah dan tidak memahami tujuan kemerdekaan yang telah diperjuangkan oleh orang-orang terdahulu.
Dalam kesempatan itu, Buya Syafii sempat menyoroti pendidikan di Tanah Air yang harus dilakukan secara bersama oleh segenap elemen bangsa. Mencerdaskan kehidupan bangsa memang tugas negara, tetapi swasta juga perlu terkibat dan harus membenahi diri. “Perlu swasta, perlu Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama,” ujarnya. (Ribas)
Baca :
Guru Sejarah Bukan Guru Dongeng
Kesederhanaan Buya Syafii; Makan di Angkringan, Naik Kereta, hingga Bersepeda
Syafii Maarif: Jadilah Negarawan di Level Masing-Masing
Syafii Maarif: Hindari Misguided Arabism, Umat Islam Harus Keluar dari Kotak