Sebelum Ajak Anak Melihat Penyembelihan Kurban, Orang Tua Perlu Memperhatikan Ini

Sebelum Ajak Anak Melihat Penyembelihan Kurban, Orang Tua Perlu Memperhatikan Ini

YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah- Hari raya Idul Adha semakin dekat. Momentum hari raya Idul Adha ini menjadi momentum yang berbeda dari hari raya lainnya mengingat dilaksanakannya penyembelihan hewan kurban yang merupakan ibadah sunnah. Bagi anak-anak, momen ini merupakan momen yang dinanti-nantikan. Hal ini dikarenakan ketertarikan anak-anak pada dunia binatang seperti sapi dan kambing. Oleh karenanya, prosesi penyembelihan hewan kurban yang dilakukan biasanya dipadati dengan kehadiran anak-anak yang turut meramaikan.

Kendati demikian, para pakar psikologi menekankan pentingnya peran dan perhatian orang tua dalam memberikan pemahaman serta mengetahui dampak psikologis bagi anak melihat penyembelihan kurban.

Menurut Pakar Psikologi UAD, Alif Muarifah, anak-anak yang menyaksikan proses penyembelihan hewan kurban dikhawatirkan dapat mempengaruhi psikologis mereka, yakni timbul rasa takut berlebihan (fobia) atau justru timbul sifat atau perilaku kekerasan (agresifitas). Ia menjelaskan bahwa setiap stimulus yang masuk ke otak anak akan sangat mempengaruhi perilaku anak. Setiap stimulus akan terekam kuat di area memori, terlebih jika saat kejadian terdapat nuansa emosi yang menyertainya.

“Anak kecil melihat hewan disembeli itu sebenarnya tidak bagus dalam perkembangan. Karena anak itu kan baru dunia fabel. Mereka sayang dengan dunia binatang. Jadi dikhawatirkan mereka akan muncul ketakutan atau hal lainnya. Apalagi melihat hewan disembelih,” tutur Alif yang merupakan Kaprodi PAUD UAD.

Lebih lanjut Alif menjelaskan bahwa penting bagi orang tua untuk memberikan pemahaman kepada anak melihat penyembelihan kurban, serta mengetahui dalam tahap perkembangan apa anak mampu dan siap untuk menyaksikan proses penyembelihan hewan kurban. Menurutnya, anak-anak di bawah umur 7 tahun belum cukup layak untuk menyaksikannya. Hal ini demi menghindarkan mereka dari berbagai gangguan psikologis.

“Anak-anak, apalagi kalau masih kecil itu perkembangannya berbeda-beda. Kognisinya akan berkembang bisa memahami benar atau salah ketika dia berusia 7 tahun. Maka, tuntunan sholat itu di usia berapa? 7 tahun. Anak meninggalkan sholat dan dihukum di umur berapa? 10 tahun. Karena dia sudah bisa membedakan baik buruk. Bukan berarti tidak dilatih. Namun, dilatih sesuai dengan usia perkembangannya,” terangnya.

Alif menambahkan, metode yang diterapkan orang tua dalam mendidik anak hendaknya memperhatikan beberapa hal penting, aspek psikologis salah satunya. Menurutnya, paparan yang diterima anak harus hal-hal yang positif sehingga kelak akan menjadi dasar perilaku positif.

“Mendidik itu harus sesuai dengan usia perkembangannya. Penanaman akidah memang sejak kecil, sejak bayi sudah ditanamkan akidah. Namun caranya harus tepat. Jadi, penanaman akidah selain diucapkan, dilatih, kemudian dia juga melihat, diyakinkan,” tandasnya. (Yusri)

Exit mobile version