Pandangan Haedar Nashir Tentang Film G30S PKI

Pandangan Haedar Nashir Tentang Film G30S PKI

YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah  – Menanggapi polemik pemutaran film G30S PKI oleh beberapa pihak belakangan ini, Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir, mempersilakan masyarakat yang ingin menonton film G30S PKI. Haedar mengatakan,  Muhammadiyah tidak melarang atau bahkan menganjurkan masyarakat untuk menonton film itu.

“Menonton film itu menjadi hak masyarakat, bukan sesuatu yang wajib ditonton. Begitu juga dengan rencana pemutaran film tersebut untuk memperingati HUT TNI ke-72,” ujar Haedar ketika ditemui pada Rabu (20/9) di Kantor PP Muhammadiyah Cik Ditiro Yogyakarta.

Menurut Haedar, G30S PKI itu merupakan bagian dari sejarah perjalanan bangsa. Maka dengan itu, film tersebut bisa jadi alat untuk melakukan pembacaan sejarah.

“Film itu satu dari sebagian banyak instrumen sejarah yang bisa kita jadikan alat untuk membaca sejarah,” jelas Haedar.

Haedar mengatakan bahwa ada banyak instrumen sejarah yang bisa dijadikan cermin untuk melihat sejarah selain film. Salah satunya tentang patung pahlawan serta buku yang juga menjadi salah satu cermin melihat sejarah.

“Ada buku sejarah, tutur-tutur sejarah lewat lisan, ada juga sejarah fisik yang jadi simbol, kalau kita lihat patung Jenderal Soedirman, patung Pangeran Diponegoro. Kalau kita lihat, mengingatkan kita pada peristiwa sejarah,” terang Haedar.

Sehingga Haedar menilai tidak harus ada pemboikotan gara-gara film ini. Begitu juga sikap Muhammadiyah netral, tidak terjebak pada pro kontra terkait rencana pemutaran film tersebut.

“Tontonlah film G30S PKI yang mau nonton, bagi yang tidak, ya tidak usah nonton,” tegas Haedar.

Sementara terkait revisi film tersebut sesuai generasi kekinian, Haedar juga mempersilakan. Hanya saja, peristiwa sejarah masa lalu yang suram tidak boleh dihilangkan dalam revisi pembuatan film versi baru.

Selain itu, Haedar juga mengajak masyarakat, khususnya generasi muda maupun pemimpin-pemimpin negeri ini untuk lebih memperkuat rasa nasionalisme.

“Penghayatan akan Idiologi Pancasila harus benar-benar dilakukan oleh segenap elemen masyarakat agar tercipta kedamaian, kesejahteran, seperti yang menjadi cita-cita bangsa. Kalau bangsa kita Indonesia sudah memiliki idiologi Pancasila, maka ideologi lain seperti komunisme, sekulerisme, dan lainnya, tidak punya hak di Indonesia,” pungkas Haedar. (Red/PPM)

Exit mobile version