JAKARTA, Suara Muhammadiyah-Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir dan Ketua Umum PP ‘Aisyiyah Siti Noordjannah Djohantini turut serta dalam aksi bela Palestina yang digelar di Jakarta, Ahad (17/12). Para ketua PP Muhammadiyah lainnya, Anwar Abbas dan Yunahar Ilyas juga ikut serta dalam aksi yang diinisiasi oleh Majelis Ulama Indonesia itu.
Haedar mengatakan aksi tersebut memiliki spirit untuk membela Palestina, dan juga menentang keputusan sewenang-wenang Presiden Amerika Serikat Donald Trump, yang menjadikan Yerusalem sebagai Ibukota Israel, dan rencana memindahkan Kedubes Amerika Serikat ke Yerusalem.
Pimpinan Pusat Muhammadiyah dalam pernyataan pers pada 16 Desember 2017, menentang keras sikap dan alasan pemerintah Amerika Serikat yang memindahkan kedutaan besar dari Tel Aviv ke Jerusalem. Pemindahan tersebut menunjukkan dukungan Pemerintah Amerika Serikat atas agresi dan penjajahan Pemerintahan Zionis Israel atas bangsa Palestina.
“Amerika Serikat telah melanggar resolusi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) nomor 252 (1968), 267 (1969), 465, 476, 478 (1980), dan 2334 (2016). Pemindahan kedutaan besar ke Jerussalem telah merubah kedudukan Jerussalem sebagai Kota Suci Umat Islam, Kristen, dan Yahudi menjadi kawasan politik yang dikuasai Zionis Israel dan membatasi hak serta kesempatan kaum Muslim dan Kristen untuk beribadah dengan tenang di Palestina. Karena itu Amerika Serikat telah mendukung pelanggaran hak beragama dan hak azasi manusia yang dilakukan pemerintah Zionis Israel. Amerika Serikat telah mengambil langkah yang ceroboh yang berpotensi menimbulkan kekerasan dan ancaman keamanan dunia, serta konflik antar bangsa dan negara, terutama di Timur Tengah,” kata pernyataan yang ditandatangai Haedar Nashir dan Abdul Mu’ti itu.
Selain menentang keputusan Amerika Serikat yang gegabah itu, Muhammadiyah juga mengajak semua pemeluk Islam, Kristen, dan agama lain untuk bergerak bersama melawan tindakan politik sepihak yang berakibat tertutupnya jalan damai dan terbukanya bara konflik di Timur Tengah itu.
“Aksi Bela Palestina di Jakarta hari ini yang melibatkan seluruh elemen umat Islam dan warga bangsa maupun aksi-aksi serupa di seluruh tanah air dan mancanegara merupakan pesan kuat kepada dunia bahwa tidak boleh ada tindakan politik sewenang-wenang dari negara mana pun yang menduduki atau menetapkan satu kawasan sebagi wilayahnya seperti dilakukan Israel didukung AS, karena hal itu merupakan sikap politik ala kolonialisme,” kata Haedar pada Ahad (17/12).
Di era dunia modern yang menjunjung tinggi demokrasi, kedaulatan negara-bangsa, dan prinsip-prinsip kemerdekaan serta hukum universal, masih ada negara yang mau menduduki daerah atau kawasan lain yang bukan miliknya, sungguhlah ironi. “Itu namanya tragedi abad 21. Tidak boleh ada satu negara atau kekuatan mana pun yang sewenang-wenang mencaplok, menginvasi, mengagresi, dan menduduki negara atau wilayah lain,” tegas Haedar.
Menurutnya, tidak boleh pihak mana pun mematikan hak-hak dasar rakyat yang berhak untuk hidup merdeka dan berdaulat seperti halnya bangsa Palestina yang puluhan tahun sejak 1948 dirampas kedaulatannya oleh rezim Zionis Israel yang mendirikan negara secara tidak sah dan mengusir bangsa setempat dengan dukungan negara-negara adidaya. “Jika itu terus dilakukan maka dunia berarti membiarkan Neokolonialisme dan Neoimperialisme hadir di abad dunia modern. Semua harus bersatu melawannya,” kata Haedar.
Sebelumnya, dalam Tabligh Akbar untuk Palestina di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Sabtu (16/12), Haedar Nashir mengingatkan, semestinya PBB dapat berusaha untuk mencari jalan damai demi tercapainya Palestina Berdaulat. “Jalan damai itu tidak mungkin terwujud jika sudah ditutup dengan menjadikan Yerusalem menjadi Ibu Kota Israel dan AS memindahkan kedutaan besar secara sepihak,” ujarnya.
Sebagai salah satu langkah nyata, Muhammadiyah pun turut dalam aksi bela Palestina yang digelar di Jakarta, Ahad (17/12). Menurutnya, Muhammadiyah ikut ambil bagian dalam aksi itu karena kegiatan tersebut juga melibatkan seluruh komponen masyarakat, bukan hanya kalangan masyarakat Muslim.
Aksi ini, kata Haedar, adalah bukti komitmen kemanusiaan, komitmen pembebasan dan komitmen melawan kesewenang-wenangan. Haedar menilai, jika pemindahan ibu kota Israel dan kedutaan besar AS benar-benar terjadi , jelas ini akan menjadi tragedi politik internasional dan akan menutup rapat perdamaian sekaligus membuka konflik baru di Palestina. (Ribas)