Spirit Berkemajuan Muhammadiyah

Spirit Berkemajuan Muhammadiyah

Oleh: Sudarnoto Abdul Hakim

Mamuju,  wilayah di Sulawesi Barat,  adalah daerah yang 10 tahun terakhir ini menampakkan geliatnya yang sangat penting. Kemajuan mulai dirasakan oleh masyarakat. Kehadiran Muhammadiyah di Mamuju ini juga penting,  karena sebagaimana yang juga dilakukan di banyak tempat di Indonesia, kontribusinya mulai dinikmati masyarakat luas. Artikel ini merupakan pandangan reflektif penulis yang sebagian penulis sampaikan di pengajian,  seminar nasional, kuliah tamu yang diselenggarakan oleh PDM Mamuju, STIEM Mamuju dan dialog dengan AMM 14-16 Januari yang lalu.

Sejak awal, KHA. Dahlan menggerakkan Muhammadiyah senantiasa menampilkan dan menancapkan spirit progresif/berkemajuan.Spirit inilah yang kemudian diikuti oleh para muridnya dan penggerak Muhammadiyah hingga saat ini. Diantara spirit berkemajuan ini ialah, pertama,  memperkokoh keimanan/Aqidah atau Tauhid yang semurni-murninya. Ini menjadi landasan filosofis yang sangat penting. KHA. Dahlan dan Muhammadiyah berkeyakinan kuat bahwa peradaban masyarakat akan kuat jika berdasarkan kepada pandangan fillsofis yang benar,  dan filosofi itu adalah Tauhid. Kedua,  pandangan dan pemahaman KHA.  Dahlan terhadap al-Qur’an dan ajaran Islam pada umumnya yang liberatif dan transformatif. Di tangan KHA. Dahlan dan kemudian Muhammadiyah Islam menjadi  agama peradaban (Dinul Hadloroh) yang mendorong gerakan yang membebaskan masyarakat dari belenggu kejumudan, keterbelakangan, ketakberdayaan dan kemiskinan. Kebangkitan masyarakat diwujudkan dan gerakan pencerahan dilakukan melalui berbagai program iconic antara lain dakwah amar ma’ruf nahy munkar, pendidikan,  kesehatan dan kemanusiaan. Gerakan kebangkitan yang diprakarsai KHA Dahlan saat ini sudah sangat fenomenal pengaruhnya terhadap kehidupan masyarakat dan bangsa.

Ketiga,  terbuka terhadap gagasan atau pandangan baru terutama yang terkait dengan bagaimana gerakan Muhammadiyah menjadi semakin efektif dan terasa kontribusinya bagi masyarakat luas. Keterbukaan ini tidak saja ditunjukkan melalui penerimaan dan penerapan prinsip-prinsip manajemen dan organisasi yang rasional dan modern serta teknik-teknik dan metode modern dalam mengelola dan mengembangkan pendidikan,  misalnya,  akan tetapi juga memberi tempat yang sangat cukup bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Itulah mengapa Muhammadiyah menerapkan pendekatan dan prinsip konvergensi atau integrasI ilmu pengetahuan.

Keempat,  sebagai bagian dari amanah maka kredibilitas moral sangat dibutuhkan dalam mengembangkan dan mengelola Muhammadiyah termasuk Amal Usaha Muhammadiyah yang saat ini jumlahnya sangat besar. Prinsip tata kelola lembaga yang rasional,  baik dan bersih (good and clean governance) sangat urgent ditegakkan. Disamping dedikasi dan loyalitas, mental untuk memberi sangat penting, bukan mental meminta, menuntut dan mengambil. Tiga mental terakhir ini akan memberikan peluang bagi praktik koruptif,  eksploitatif dan greedy (rakus) dan ini yang akan menghancurkan lembaga. Sejak awal KHA. Dahlan dan para pelanjutnya menghadirkan etos ini: etos anti korupsii, anti eksploitasi dan anti kerakusan;  dedication and loyalty.

Kelima,  etos kepejuangan. Etos ini sangatlah penting untuk meyakinkan bahwa perubahan dan kemajuan itu tidak akan datang dari langit, akan tetapi harus diperjuangkan. Kemajuan ekonomi baru bisa didapatkan kalau benar benar diperjuangkan dengan sungguh-sungguh; kekuasaan yang adil akan terwujud kalau benar-benar diperjuangkan. Semuanya harus melalui satu proses yang sadar dan benar;  tidak potong kompas,  tidak merampas dan merampok dan tidak menipu. Mentalitas potong kompas, merampas dan merampok inilah yang merontokkan birokrasi dan institusi. KHA. Dahlan dan para muridnya sejak awal mencontohkan bagaimana dedikasi, loyalitas dan perjuangan dilakukan dengan sungguh-sungguh sepenuh hati untuk kemajuan dan maslahat bersama.

Keenam,  bertanggung jawab. Sejalan dengan spirit atau etos kelima di atas, maka para penggerak Muhammadiyah haruslah bertanggung jawab terhadap tugas dan amanah yang diemban. Pertama, tanggung jawab normatif keagamaan atau tanggung jawab teologis kepada Allah. Tanggung jawab ini tentu saja sejalan dengan pandangan Tauhid Muhammadiyah bahwa semua yang dilakukan akan diminta pertanggung jawaban di hadapan Allah. Kedua,  tanggung jawab institusional. Tanggung jawab ini terkait kuat dengan penciptaan good and clean governance dalam mengelola Persyarikatan dan seluruh Amal Usaha Muhammadiyah. Karena itu,  prinsip dan logika organisasi dan manajemen modern penting diterapkan; akuntabilitas dan transparansi harus ditegakkan sebagai manifestasi pertanggungjawaban institusional. Ketiga,  tanggung jawab personal yang lebih menekankan kepada pentingnya Moral Credibility. Seorang penggerak Persyarikatan dan Amal Usaha Muhammadiyah haruslah seorang yang kokoh karakternya,  tidak greedy, tidak silau dan tidak bisa ditaklukkan oleh nafsu bendawi dan popularitas,  sederhana dan mengerti betul bagaimana dia harus bersyukur. Warga Persyarikatan bukanlah seorang yang  “lupa diri” dan “lupa daratan” sebagaimana yang saat ini dengan mudah ditemui antara lain di pusat-pusat birokrasi,  kekuasaan dan pusat-pusat bisnis.

 

Kekuatan Budaya

Hal penting lain dari spirit berkemajuan Muhammadiyah ialah kemampuannya mentransformasi diri menjadi kekuatan budaya. Kelompok atau kamar kamar sosial,  budaya, etnis/suku, bangsa/negara, bahasa,  tradisi, profesi,  bahkan politik,  agama tidaklah menjadi hambatan bagi Muhammadiyah untuk merajut bangsa. Justru dalam pandangan Muhammadiyah, berbagai perbedaan yang hidup dan berkembang di masyarakat ini adalah sebuah Mozaik seperti taman bunga yang harus dirawat dan dikelola dengan baik supaya indah. Pandangan dan sikap keislaman Muhammadiyah yang rasional,  terbuka,  Wasaty dan transformatif telah mendorong Muhammadiyah untuk membangun sebuah wawasan kebangsaan/keindonesiaan yang progresif/berkemajuan. Karena itu,  pendidikan yang dikembangkan Muhammadiyah,  misalnya,  adalah pendidikan yang inklusif, education for all. Bagi Muhammadiyah,  mendiskriminasi suatu kelompok tertentu atas alasan apapun dan apalagi mempertentangkan atau mempertajam perbedaan antar kelompok tidaklah sekedar akan merusak kohesi sosial akan tetapi bertentangan dengan ajaran Islam.

Konsep atau prinsip-prinsip yang diintrodusir dalam al-Qur’an seperti Ta’aruf, Tasamuh,  I’tishom,  tidak Tafaruq (antagonis), Tawazun sangatlah penting dijadikan pijakan untuk tidak sekedar mempertemukan dan membangun titik titik persamaan di kalangan berbagai kelompok yang berbeda, akan tetapi mentransformasikannya menjadi kekuatan bangsa yang produktif dan kompetitif. Di sinilah peran strategis Muhammadiyah sebagai kekuatan dialogis kolaboratif antar kamar atau kelompok agama,  sosio kultural, politik dan  peradaban yang berbeda. Pandangan ini sejalan dengan misi kerahmatan bagi seluruh alam.

Exit mobile version