YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah-Majelis Tarjih dan Tajdid (MTT) Pimpinan Pusat Muhammadiyah merupakan Majelis tingkat pusat yang khusus membidangi persoalan-persoalan keagamaan. Pada periode kepengurusan ini, Majels Tarjih akan mengadakan Musyawarah Nasional (MUNAS) ke XXX pada tanggal 23-26 januari 2018/6-9 Jumadal Ula 1439 H di Makassar. Bertindak sebagai tuan rumah adalah Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Sulawesi Selatan dan Universitas Muhammadiyah Makassar. Musyawarah Nasional Tarjid Muhammadiyah kali ini mengangkat tema: “Penguatan Spiritualitas, Perlindungan terhadap Anak dan Pengelolaan Informasi Digital menuju Masyarakat Berkemajuan”
Munas Tarjih akan diikuti oleh 250 peserta yang terdiri dari Peserta dan Peninjau. Peserta berjumlah 152 orang, yang terdiri dari unsur Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Anggota Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Anggota Tarjih Tingkat Pusat dari unsur tokoh dan ulama di lingkungan Muhammadiyah, serta utusan dari Majelis Tarjih dan Tajdid Wilayah se-Indonesia. Sedangkan Peninjau berjumlah 98 orang, yang terdiri dari Wakil Majelis, Lembaga, Biro, Organisasi Otonom Tingkat Pusat, Pimpinan Wilayah Muhammadiyah dan Pimpinan Daerah Muhammadiyah se-PWM Sulawesi Selatan, Perguruan Tinggi Muhammadiyah, Pimpinan Ormas Islam, Utusan Pondok Pesantren Muhammadiyah, dan Undangan Khusus.
Adapun materi yang dibahas dalam Munas ini terkait dengan; Fikih Anak, Fikih Informasi, dan beberapa tuntunan Ibadah. Selain itu dalam Munas ini juga akan dibahas tentang “Money Politics dan Financial Democraty” serta seminar “Fikih Lalu lintas”.
Pembahasan “Fikih Anak” merupakan amanah dari Rapat Kerja Nasional di Surabaya beberapa waktu lalu, tentang perlunya sebuah Putusan dan panduan keagamaan tentang “Fikih Perlindungan Anak”. Karena anak sebagai amanah Allah merupakan generasi penerus cita-cita perjuangan agama, bangsa dan negara di masa depan. Namun Ironisnya, data Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) pada tahun 2010 menunjukkan bahwa jumlah anak terlantar di Indonesia mencapai 5,4 juta orang, sebanyak 232 ribu orang merupakan anak jalanan. Selain itu, kasus tindak kekerasan terhadap anak termasuk kejahatan seksual semakin meningkat. Menurut KPAI, kekerasan pada anak selalu meningkat setiap tahun. Dari tahun 2011-2014 menunjukkan peningkatan yang signifikan, dimana pada tahun 2011 terjadi 2178 kasus kekerasan, 2012 ada 3512 kasus, 2013 ada 4311 kasus, 2014 ada 5066 kasus. Selain kasus kekerasan terhadap anak, pada tahun 2011 hingga April 2015, terdapat beberapa kasus besar lainnya terkait dengan anak, antara lain; 6006 kasus anak berhadapan dengan hukum, 1366 kasus kesehatan dan napza, serta 1032 kasus pornografi dan cybercrime. Pada sisi lain, anak-anak korban kekerasan seksual pasti akan mengalami trauma mendalam sepanjang hidupnya. Bahkan banyak kasus anak korban kekerasan seksual mengalami disorientasi seksual pada saat mereka dewasa, yang sangat sulit untuk disembuhkan.
Persoalan penting lain adalah tentang Fikih Informasi. Karena di era globalisasi dan informasi saat ini banyak muncul informasi hoax, yaitu informasi atau berita bohong, yang telah membuat masyarakat resah dan khawatir. Menurut data penelitian Masyarakat Telematika Indonesia (Mastel), sebanyak 91,8 % responden mengaku paling sering menerima konten hoax tentang sosial politik, 88.6 % terkait dengan isu SARA, baik dalam bentuk teks (62,1 %), gambar (37,5 %), maupun video (0,4%). Oleh sebab itu Majelis Tarjih merasa perlu adanya penyadaran literasi masyarakat, menyediakan akses sumber informasi yang benar, melakukan edukasi sistematis berkesinambungan serta tindakan hukum yang efektif bagi penyebar hoax.
Selain Fikih Anak dan Fikih Informasi, Munas kali ini juga membahas tentang “Fikih Lalu Lintas” yang dikemas dalam bentuk Seminar Nasional, serta pembahasan tentang tentang Panduan Keagamaan dalam penyelenggaraan Pemilu, baik Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada), Pemilu Legislatif, maupun Pemilihan Presiden (Pilpres), khususnya terkait dengan Money Politics dan Financial Democraty, Mahar Politik, serangan fajar, sumbangan terselubung, dan money politics lainnya. Hal ini sangat perlu dibahas dan ditetapkan status hukumnya secara jelas, agar masyarakat dapat memiliki panduang atau pedoman keagamaan yang jelas dalam melaksanakan pesta demokrasi di Indonesia. Sedangkan materi seputar Tuntunan Ibadah merupakan pembahasan pokok terkait dengan tuntunan ibadah yang sesuai dengan Manhaj Tarjih Muhammadiyah dan berdasarkan al-Quran dan as-Sunnah al-Maqbulah. (Rf)