MAKASSAR, Suara Muhammadiyah– Utusan Khusus Presiden untuk Dialog dan Kerjasama Antaragama dan Peradaban, Prof Din Syamsuddin, mengajak masyarakat untuk menolak segala bentuk dari praktek politik uang. Hal itu dikatakan dalam ceramah umum bertema “Politik Transaksional dalam Praktik Demokrasi di Indonesia” di hadapan ratusan peserta Musyawarah Nasional Tarjih di Universitas Muhammadiyah Makassar, Rabu (24/01).
Memasuki tahun politik 2018 dan menjelang tahun pelaksanaan pemilihan presiden 2019, praktek politik transaksional dinilai sangat meresahkan. Oleh karena itu, Din mengapresiasi inisiatif Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah untuk membahas persoalan ini. “Agenda mendesak untuk dibahas dalam perspektif agama. Sebenarnya agama telah memberikan perspektif tegas,” katanya.
Din menilai, Majelis Tarjih perlu membuat panduan yang bisa dijadikan rujukan masyarakat dalam memandang persoalan yang sudah meluas di masyarakat ini. “Fatwa, rekomendasi, seruan saya kira relevan dikeluarkan oleh Majelis Tarjih PP Muhammadiyah,” katanya.
Semua komponen bangsa, harus ikut serta dalam melawan narasi politik transaksional. “Umat Islam dan khusus lagi warga Muhammadiyah untuk berani, mau dan mampu menolak politik uang, dan mengatakan kepada yang lain, say no to money politic!” tuturnya.
Politik transaksional, di mata Din Syamsuddin, sebenarnya bisa bermakna positif dan negatif, tergantung transaksi apa yang dilakukan antara calon dan warganya. “Tapi dalam konteks Indonesia, politik transaksional merupakan nama lain dari money politic atau politik uang atau politik dagang,” ulasnya. Bermakna positif adalah ketika yang terjadi antara calon dan warga adalah traksaksi untuk menyemai benih-benih kebaikan. Transaksi nilai.
Adapun transaksi yang umum terjadi justru transaksi negatif atau sering disebut sebagai mahar politik. “Membawa dampak bagi sang pemimpin jika berhasil, dia sudah terbeli. Mengurangi kualitas dan tanggung jawab, baik eksekutif maupun legislatif,” katanya.
Rangkaian politik transaksional ini pada akhirnya akan membawa pada interaksi timbal balik kepentingan, saling berbalas jasa antara yang memberikan uang dengan yang maju sebagai pemimpin. “Inilah yang saya sebut lingkaran setan, yang harus diubah menjadi lingkaran kebajikan,” ulasnya.
Dalam Islam, kata Din, perbuatan politik traksaksional ini termasuk perbuatan suap. Hadis nabi, yang menyuap dan yang disuap dilaknat oleh Allah. “Jika praktek ini meluas maka laknat Allah itu akan menimpa bangsa ini,” ujar ketua umum PP Muhammadiyah 2005-2015 ini. (Ribas)