MAKASSAR, Suara Muhammadiyah-Lalu lintas merupakan urat nadi kehidupan. Suatu masyarakat akan hidup dan bisa menjalankan semua aktifitasnya karena adanya suatu sistem lalu lintas. Oleh karena itu, untuk menunjang semua aktivitas manusia, diperlukan adanya suatu sistem tata aturan berlalu lintas yang tertib dan aman.
Hal itu dikemukakan oleh perwakilan Korps Lalu Lintas Kepolisian Republik Indonesia, Irjen Pol Cryshnanda Dwilaksana, dalam seminar rangkaian Musyawarah Nasional Tarjih ke XXX di Universitas Muhammadiyah Makassar, Rabu (24/01). Menurut data korlantas, jumlah pengendara di Indonesia, yang meninggal di jalan raya akibat kecelakaan, berkisar rata-rata 60-80 orang.
Menurutnya, diperlukan peran bersama dalam membangun kesadaran berlalu lintas dengan tertib. Peran tokoh agama dianggap sangat penting. Terutama Muhammadiyah, dia meminta semua institusi pendidikan Muhammadiyah ikut serta menanamkan kesadaran ini sejak dini. Cryshnanda percaya jaringan Muhammadiyah sangat besar dan kuat, sehingga bisa mengubah minset masyarakat. “Orang yang sadar akan bertanggung jawab dan buahnya adalah disiplin,” ujarnya.
Sementara itu, pakar rekaya transportasi, Dr Eng Muhammad Isran Ramli, MT mengapresiasi peran serta Muhammadiyah mendukung dan mengambil peran ini. Menurutnya, diperlukan segala upaya serius dalam membangun sebuah budaya berstransportasi yang sehat. Bahkan, jika diperlukan, Muhammadiyah melalui Majelis Tarjih dan Tajdid disarankan untuk mengeluarkan suatu fatwa khusus.
Menurutnya, ada banyak dampak negatif yang dihasilkan oleh adanya permasalahan lalu lintas. Meliputi tumbuh suburnya kecelakaan lalu lintas, pemborosan BBM (yang mencapai 2 Milyar per hari di Makassar), peningkatan emisi kenderaan, peningkatan kebisingan jalan, hingga kerugian materi.
Adapun, anggota Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, Prof Alyasa Abu Bakar menguraikan beberapa konsepsi fikih dan aturan Islam terkait dengan lalu lintas. Dirinya menawarkan pendekatan pemeringkatan norma nilai-nilai Islam. Sehingga bisa merumuskan suatu pandangan Islam tentang lalu lintas, yang tidak ditemukan dalam fikih klasik.
Alyasa mengungkapkan, sesuai semangat Islam, perlu ditanamkan pandangan bahwa semua perilaku manusia di dunia memiliki dimensi duniawi dan ukhrawi sekaligus. Dalam hal ini, mengambil hak orang di jalan raya memiliki konsekuensi dosa. Sebaliknya, memberikan hak dan menjalankan aturan di jalan raya memiliki implikasi mendapatkan pahala. (Ribas)