Mengenal Djazman Al-Kindi, Putra Penghulu Keraton, Sang Pendiri IMM

Mengenal Djazman Al-Kindi, Putra Penghulu Keraton, Sang Pendiri IMM

Oleh: Amirullah

Di kalangan aktivis, khususnya aktivis Muhammadiyah, nama Djazman al-Kindi begitu sangat popular. Hal ini dikarenakan, Djazman adalah cendekiawan muslim dan aktivis Muhammadiyah yang sangat ideologis yang pikiran-pikirannya sangat revolusioner. Ia tidak hanya kritis terhadap persoalan pendidikan, kondisi umat Islam, persoalan bangsa dan juga situasi global saat itu, tapi juga, Ia menghembuskan pikiran-pikiran kritikalnya terhadap kondisi dan masa depan Muhammadiyah. Djazman adalah merupakan tokoh kunci lahirnya organisasi Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) pada 14 Maret 1964.

Sebelum berdirinya IMM, anak-anak muda Muhammadiyah yang berada dalam dunia perkuliahan masih tergabung dalam Departemen Kemahasiswaan di lingkungan Pemuda Muhammadiyah. Kemudian sejak 1961, Djazman yang saat itu kuliah di UGM bersama sejumlah tokoh-tokoh muda lainnya dari berbagai kampus seperti Soedibyo Markoes (Mahasiswa kedokteran UGM), Rosyad Soleh (Mahasiswa IAIN Yogya), Amien Rais (Mahasiswa UGM/tokoh reformasi), Yahya A. Muhaimin (Mahasiswa UGM/Mantan Menteri Pendidikan), Marzuki Usman (Mahasiswa UGM/Mantan Menteri Pariwisata, Seni dan Budaya RI dan juga Menteri Negara Investasi) dan lain-lainnya adalah para generasi pertama atau tokoh pendiri IMM. Djazman menggulirkan gagasan agar melepaskan diri dari Pemuda Muhammadiyah dan membentuk organisasi sendiri. Suatu kelompok intelektual Muhammadiyah yang memiliki cita-cita keumatan, kebangsaan, dan kemanusiaan universal sehingga terwujud masyarakat Islam yang sebenar-benarnya. Gagasan tersebut lantas menuai hasil tiga tahun kemudian dengan berdirinya IMM.

IMM lahir diprakarsai oleh mahasiswa dari UGM dan IAIN. Dan tokoh kuncinya adalah Djazman al-Kindi. IMM tumbuh dan mengakar di kampus-kampus negeri tersebut. Namun dalam perkembangannya, ketika kampus Muhammadiyah mulai tumbuh dan besar, IMM tidak hanya berada di kampus negeri, tapi juga mulai besar dan berbasis di Universitas-universitas Muhammadiyah.

Djazman Al-kindi adalah putra penghulu keraton Ngayogyakarta Hadiningrat, KRT. Wardan Diponingrat.  Ia lahir di Yogyakarta, pada 6 September 1938. Pendidikannya dimulai di SR Muhammadiyah, SMP Muhammadiyah, SMA Muhammadiyah 1 bagian B yang semuanya berada di Yogyakarta. Djazman menikah dengan Elida (perempuan darah minang kelahiran Medan, Sumatera Utara 11 Juli 1940) pada 12 Juli 1967. Dari pernikahannya tersebut dikaruniai seorang anak yang bernama Helman Muhammad, alumni fakulttas tekhnik UGM dan dosen UMY. Dari Helman yang menikah dengan Dra. Hilda Ismail, Apt. SU. dosen farmasi UGM, Djazman dikaruniai dua orang cucu.

Sebagai anak bangsawan dan berasal dari penghulu Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat, setelah menyelesaikan sekolahnya, Djazman berkesempatan melanjutkan studi di Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta dan mendapat gelar sarjana muda sastra dan kebudayaan serta sarjana geografi pada tahun 1965. Sebagai tokoh aktivis mahasiswa saat itu, dengan jaringannya yang luas ia miliki, Djazman kemudian melanjutkan studi Management Courses pada University of Malaya, Kuala Lumpur tahun 1968 dan Sebelum tahun 1976 Menteri Agama saat itu, Muhammad Rasjidi, mengutus Djazman untuk mengikuti studi Non Degree Program pada Institute of Islamic Studies Mc. Gill University, Montreal, Canada Amerika Serikat.

Setelah menyelesaikan studi, Djazman mengabdikan dirinya sebagai seorang pendidik dan memimpin berbagai lembaga. Ia bekerja sebagai Guru SMA Muhammadiyah Yogyakarta. Dosen IKIP Negeri Surakarta. Disamping itu juga menjabat sebagai Wakil Ketua Yayasan Mas Kini, Pengurus Harian Badan Wakaf UII (Universitas Islam Indonesia). Djazman juga pernah menjadi Pemimpin Umum majalah Suara Muhammadiyah, Ketua Umum BK PTS (Badan Kerjasama Perguruan Tinggi Swasta) Jateng, Anggota BKS PTIS (Badan Kerjasama Perguruan Tinggi Islam Swasta) Jateng dan Anggota LPTS (Lembaga Perguruan Tinggi Swasta) dan berbagai kiprah kemasyarakatannya yang di kalangan warga Muhammadiyah dan masyarakat dikenal sebagai tokoh yang “bertangan dingin”, bersahabat lagi dermawan.

Bahkan oleh Busyro Muqoddas, Djazman dinilai sebagai tokoh Muhammadiyah yang memiliki pemahaman yang utuh tentang Muhammadiyah mengigat perannya yang melahirkan banyak terobosan di Muhammadiyah, Busyro mengatakan: “..Itu tidak mengherankan, mengigat pengalamannya sebagai Kader Angkatan Muda Muhammadiyah (AMM) yang pernah memimpin Pemuda Muhammadiyah dan Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM), bahkan menjadi salah seorang “bidan” kelahiran Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM) dan IMM, telah mengantarkan Djazman pada pemahaman Muhammadiyah secara relative lebih utuh. Juga pengalamannya sebagai Sekjen PP. Muhammadiyah hasil Muktamar Muhammadiyah ke-37 dalam usia yang relatif sangat muda…”. Djazman juga dinobatkan sebagai bapak perkaderan Muhammadiyah, karena lewat terobosannyalah awal mula mulai dilaksanakannya perkaderan di Muhammadiyah secara formal, berjenjang, sistematis dan massif. Yang sebelumnya belum pernah ada.

Kiprahnya di bidang pendidikan, Djazman al-Kindi merupakan tokoh yang mendirikan Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS). Pada tahun 1979, Djazman yang saat itu menjabat Rektor IKIP Muhammadiyah Surakarta memprakarsai berdirinya Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) dengan menggabungkan IKIP Muhammadiyah Surakarta dan Institut Agama Islam Muhammadiyah (IAIM) Surakarta. UMS lantas resmi berdiri pada tahun  1981 dengan turunnya SK dari Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. Berdirinya universitas ini, dijadikan Djazman sebagai basis kaderisasi. Salah satu ide luar biasanya yaitu ingin membentuk sekolah atau tempat pendidikan kader Muhammadiyah dengan menjadikan UMS menjadi satu-satunya Universitas yang mempunyai pendidikan kader pada waktu itu. Untuk mewujudkan itu, sebagai Rektor UMS, Djazman membentuk pondok perkaderan. Yaitu pondok kader Hajjah Nuriyah Shabran hingga saat ini. Menariknya, pondok shabran ini mahasiswanya berasal dari Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) seluruh Indonesia yang masuk dengan proses penjaringan dan tes kemampuannya dalam keislaman, kemuhammadiyahan dan bahasa arab sebagai syarat bagi mereka yang ingin masuk pondok Shabran. Dan umumnya peserta yang diterima adalah anak-anak yang kurang mampu.

Tokoh pendiri IMM ini juga menjadi aktor sejarah terbentuknya Majelis Pendidikan Tinggi Penelitian dan Pengembangan (MPTPP) PP Muhammadiyah pada 1986. Semula, majelis itu bernama Majelis Pendidikan dan Pengajaran (MPP). Namun, mengingat Perguruan Tinggi Muhammadiyah saat itu terus berkembang pesat, maka namanya berubah menjadi MPTPP di mana Djazman menjadi ketuanya di periode pertama, yaitu pada tahun 1986-1990.

Selain itu, kiprah kebangsaan Djazman dapati dilacak ketika Djazman pernah menjadi Anggota DPR GR/MPRS, Utusan Daerah, seangkatan dengan Cosmas Batubara. Sementara itu suami dari Elyda Djazman ini juga sebagai anggota DPRD Sumatera Utara. Peran kenegaraan keluarga Djazman ditunjukkan saat Djazman menjadi anggota DPRGR, tahun 1968, berpartisipasi dalam mengusulkan Jenderal Soeharto sebagai Presiden. Karena dinilai lebih membela kepentingan agama dan umat. Demikian pula kiprahnya di dunia internasional, semasa hidupnya, baik dalam studi dan menjalankan tugasnya, Djazman telah berkunjung ke berbagai Negara di dunia, baik di Eropa, Asia, maupun Australia. Diceritakan, sebelum Ia wafat, Djazman bersama istrinya Elida belum lama melakukan kunjungan tugas ke Turki dan negeri Belanda.

Pada 1993-1994, Djazman juga pernah menjabat sebagai Pemimpin Umum Suara Muhammadiyah.

Dalam umurnya yang cukup muda, pada 15 Agustus tahun 2000, Pak Djazman telah meninggalkan kita semua. Jasadnya telah dikubur, namun spirit dan kobaran pemikirannya akan terus hidup, menyala di jiwa setiap kadernya sepanjang masa. Ia telah meninggalkan banyak pemikiran, karya, dedikasi, dan mendirikan organisasi merah maron (IMM) dan berbagai lembaga yang sekarang semakin berkembang pesat. Semoga rahmat Ilahi melimpahinya. Aamiin.

*Penulis adalah Ketua DPP IMM Bidang Kader 2016-2018

 

Exit mobile version