Walaupun memiliki tingkat mobilitas dan aktivitas yang sangat tinggi, serta segudang pekerjaan keumatan, sosok Haedar Nashir tidak pernah lepas dari rutinitasnya untuk menulis. Menuang gagasan dan merajut kata untuk kemajuan peradaban.
Haedar tidak saja sebagai ketua umum PP Muhammadiyah yang sekedar mahir bicara secara runtut dan sistematis, namun juga sangat piawai dan telaten untuk menulis dan berbagi ide.
Bagi kebanyakan pejabat atau tokoh yang menduduki jabatan publik, jangankan untuk menulis, sekedar membagi waktu mengisi kegiatan pun sulit dilakukan. Bahkan, jika pun harus menulis, tidak sedikit dari tokoh publik maupun pejabat, yang karya tulisnya merupakan buah karya tulisan staf atau tim-nya.
Berbeda dengan sosok suami dari Ketua Umum PP Aisyiyah ini, semua karya tulisnya murni karya langsung olah pikir dan tulisnya. Dalam beberapa kesempatan, beliau sering berkelakar, “Tulisan-tulisan yang atas nama saya, baik dalam bentuk buku maupun dalam bentuk artikel di berbagai media, semuanya adalah karya original saya. Bukan karya staf atau sekretaris, sebagaimana kebanyakan para pejabat,” ungkapnya dalam salah satu forum.
Demikianlah kenyataannya. Tidak ada karya tulis beliau, yang dituliskan oleh orang lain. Prinsip yang dipegang, tidak boleh orang lain menuliskan sebuah karya atas nama beliau. Karena bagi Haedar, tulisan adalah wujud azali dari alam pikir dan eksistensi seseorang dalam memandang sebuah realitas di luar dirinya.
Hampir setiap hari, tidak ada waktu beliau absen dari menulis. Walau sesibuk apapun aktivitas yang beliau jalani. Kadang sambil menunggu pemberangkatan di ruang boarding, maupun waktu kosong di sela-sela menunggu tamu yang akan berkunjung menemui beliau, dan kadang kala di dalam pesawat, beliau selalu tampak lebih banyak menulis, ketimbang bicara. Tentu juga membaca.
Ketika ditanya, apakah tidak lelah menulis setiap hari? Jawaban beliau justru terbalik dengan kebanyakan orang, bahwa bagi beliau, dengan menulis, membuat pikirannya semakin fresh, serta badanya semakin sehat dan kuat. Menulis adalah rehat dari kesibukan memikirkan berbagai dinamika kebangsaan dan keummatan.
Tidak heran, jika hampir setiap saat, kita disuguhkan berbagai tulisan Haedar di media massa. Bahkan, di majalah Suara Muhammadiyah dan Koran Republika, Haedar tercatat sebagai penulis tetap. Sehingga setiap edisinya dan setiap Minggu, Majalah Suara Muhammadiyah dan koran Republika memuat karya tulis Haedar. Selain itu, tentu saja ada banyak buku yang telah ditelurkannya.
Bagi Haedar, menulis adalah jiwanya. Hal ini sudah terpatri sejak beliau menyandang status sebagai mahasiswa. “Saya sewaktu mahasiswa, sudah terbiasa menulis, dan mengirimkan setiap tulisan saya ke berbagai media massa”, ungkapnya
Kebiasaan Haedar untuk menuangkan ide dan gagasannya ke dalam tulisan, terlihat hingga sekarang. Tidak ada istilah istirahat apalagi berhenti dengan menulis. Meskipun di tengah kesibukan yang tidak ada akhirnya itu.
Bagi kalangan Muda Muhammadiyah, yang masih aktif dan semangatnya ber-studi, sering kagum dan malu dengan sosok Haedar Nashir. Kanapa tidak, seorang Ketua Umum, yang begitu padat jadwalnya serta begitu banyak agendanya, namun masih bisa meluangkan waktunya untuk menulis. Sementara, bagi kami, anak-anak Muda yang masih segar dan longgar, sangat sedikit yang bisa meluangkan waktu untuk menulis.
Hingga saat ini, sudah tak terhitung karya ilmiahnya, baik dalam bentuk buku maupun dalam bentuk artikel yang kini bertebaran di tengah-tengah masyarakat. Tulisan dan karya Haedar sering menjadi referensi utama kalangan akademisi dan peneliti dalam negeri dan luar negeri.
Bagi aktivis dan penggerak literasi, khususnya di lingkungan Muhammadiyah, sudah saatnya, kita mengambil ibroh, dengan apa yang disajikan dari ketauladanan sosok ketua umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir. (Denias/Perjalanan Menuju Kairo, Senin, 02/04)