Oleh: Mustofa W Hasyim
Jika sebuah masjid, musholla atau surau cenderung ini itu atau itu itu saja kegiatannya maka ada kecenderungan kalau takmir bersama jamaahnya miskin ide. Miskin ide atau miskin gagasan ini dapat menjadi penyakit akut sebuah kelompok masyarakat. Takmir bersama jamaahnya bias kompak dalam menjalankan jurus malas berfikir. Akibat (1) malas berfikir maka mereka juga akan (2) malas menemukan masalah, (3) malas memecahkan masalah dan (4) malas mencari terobosan serta (5) malas mengembangkan visi ke depan. Kelima jenis kemalasan ini jelas akan menjadi biang keladi kemunduran dan keterpurukan takmir dan jamaah. Juga akan mengakibatkan terjadinya keterpurukan masjid, musholla atau surau itu sendiri. Bentuk kemunduran, atau keterpurukan masjid, musholla atau surau ini adalah, jamaahnya akan makin sedikit, mretheli, sampai akhirnya masjid, musholla atau surau menjadi sepi dan senyap.
Islam melarang keras umatnya untuk malas. Maka ada doa meminta pertolongan kepada Allah agar kita semua dijauhkan dari kemalasan dan sifat malas. Mengapa Islam sangat melarang umatnya malas? Sebab malas merupakan salah satu bntuk kekufuran, sedang giat atau rajin merupakan bentuk kesyukuran. Di alam akhirat nanti, pasca terjadinya Kiamat, Allah swt tidak mau menemui atau bertemu dengan orang-orang malas. Mereka yang malas tidak mendapat kesempatan bertemu, apalagi akan menemukan kenikmatan terbesar dalam hidup seorang muslim, yaitu dapat menyaksikan kehadirn Allah swt.
Malas berfikir, dengan demikian juga dilarang oleh Islam. Banyak firman Allah yang memerintahkan kita untuk berfikir dan mempergunakan nalarnya dengan baik. Orang yang malas berfikir akan kehilangan kepekaannya (sensifitas) terhadap masalah. Mereka tidak peka terhadap masalah yang muncul dalam kehidupan sehari-hari.
Mereka tidak lagi mampu menemukan masalah. Sesuatu yang sebenarnya masalah dan oleh orang lain dianggap masaalh, bag orang malas ini, semuanya omong kosong belaka. Seolah-olah segalanya tampak lancar-lancar saja.
Karena kehilangan kepekaaan terhadap masalah, dan kehilangan kemampuan untuk menemukan masalah maka mereka kemudian juga malas, bahkan tidak mampu untuk membayangkan upaya penyelesaian masalah. Kemampuannya untuk menyelesaikan masalah menjadi lemah dan akhirnya nihil. Padahal kemampuan manusia yang sanagt diperlukan untuk mempertahankan dan mengembangkan hidup adalah kemampuan untuk menyelesaikan masalah.
Kemudian, orang yang malas berfikir akan kemampuan untuk melakukan terobosan. Mereka juga tidak lagi kreatif dan tidak lagi memiliki kecerdasan membuka kemungkinan-kemungkinan baru. Otak meeka telah dikepung oleh tembok tebal. Otak mereka telah diblokad oleh hal-hal yang sebenarnya tidak perlu.
Tentu saja, orang yang malas ke depan akan cenderung kehilangan kemampuannya merumuskan visinya ke depan. Mereka seolah-olah tidak mampu melihat esik hari dan tidak mampu melihat masa depan. Mereka sibuk dengan masalah sehari-hari, masalah yang bersifat hari ini. Biasanya mereka pun cendrung hanya mempersoalkan hal yang remeh temeh. Itu saja mereka anggap sebagai masalah besar. Kalau toh kemudian muncul ide atau gagasan, maka yang muncul pun ide atau gagasna yang remeh temeh dan tidak berarti.
Kalau semua bentuk kemalasan di atas menumpa takmir dan jamaah masjid, musholla dan surau, ini menjadi pertanda nyata bahwa masa depan mereka akan suram. Mereka yang terperangkap oleh madesu (masa depan suram) ini jelas akan menjadi pihak yhang kalah, mereka jelas akan menjadi pecundang di masa depan. Berarti mereka telah mengingkari atau mengkhianati pesan dalam adzan yang sehari-hari lima kali mereka dengarkan. Dalam kalimat atau teks adzan ka nada kalimat yang bunyinya, “marilah kita mdenuju kemenangan (hayya ‘alal falaah)”.
Tentu saja sebaliknya juga yang akan terjadi. Kalau saja takmir bersama jamaah masjid, musholla atau surau mau menjalankan perintah agama Islam dengan sebaik-baiknya maka nasib mereka akan lain. Kalau mereka (1) rajin dan lincah berfikir maka mereka akan (2) mudah menemukan masalah, (3) mudah memecahkan masalah dan (4) mudah mencari terobosan serta (5) mudah mengembangkan visi ke depan.
Takmir dan jamaah model kedua ini akan mudah untuk memajukan dirinya. Nasib mereka akan beruntung. Mereka akan menjadi para pemenangan di masa depan. Mereka menjadi pemenang atas waktu dan ruang. Mereka senantiasa mampu mengatasi masalah dan tantangan yang muncul di hari ini dan di masa depan.
Ini semua dapat dilihat secara nyata pada bentuk fisik, suasana dan kegiatan yang diselenggarakan di masjid, musholla dan surau kita masing-masing. Pilih yang mana? Risiko jelas ditanggung sendiri.
*Tulisan ini pernah dimuat di Majalah Suara Muhammadiyah edisi nomor 3 tahun 2013