BANTUL, Suara Muhammadiyah– Tokoh Nasional, Amien Rais dilaporkan ke polisi terkait pernyataannya tentang partai Allah (hizb Allah) dan partai setan (hizb syaitan). Dugaan ucapan kebencian itu dilaporkan oleh Ketua Cyber Indonesia, Aulia Fahmi.
Menanggapi hal itu, Ketua umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir mengatakan bahwa ucapan Amien Rais tersebut merupakan bahasa simbolik. Menurutnya, bahasa simbolik semacam itu kerap digunakan oleh politisi untuk beretorika. “Kadang para politisi maupun tokoh itu kan sering beretorika dengan retorika yang bukan verbal, tetapi simbolik. Nah, retorika verbal dan simbolik itu sering tidak ketemu,” tutur Haedar saat ditemui pada Selasa (17/4) di kediamannya, kawasan Peleman, Tamantirto, Kasihan, Bantul.
Oleh karena itu, Haedar meminta publik untuk cerdas dan dewasa dalam menanggapi hal semacam ini. “Baik tokoh maupun masyarakat harus punya klik yang nyambung antara bahasa verbal dengan bahasa politik (simbolik),” ujarnya. Supaya nyambung, maka masyarakat perlu memahami konteksnya.
Haedar mengharapkan para tokoh untuk tidak memperkeruh suasana, tidak membawa persoalan politik ke ranah hukum. “Sebaiknya jangan bawa sedikit-sedikit ranah politik dan sengketa politik ke ranah hukum. Jangan apa-apa hukum. Apa-apa hukum. Karena nanti bisa dibayangkan nanti, setiap warga negara yang bersengketa soal politik masuk ke ranah hukum. Itu polisi, jaksa, pengadilan, bebannya banyak,” ungkapnya.
Menurutnya, ada dua hal yang harus dijaga bersama oleh segenap elemen bangsa Indonesia. Pertama, dinamika politik yang demokratis dan sehat serta sesuai dengan konstitusi. Kedua, koridor hukum yang harus dipatuhi dalam kompetisi politik. Kontestasi politik harus berlangsung secara dewasa dan elegan. “Oleh karena itu, perbedaan, kritik, itu harus menjadi bagian dari demokrasi dan jangan menjadi subversi,” tukasnya.
Haedar menjabarkan perbedaan sikap politik dan kritikan konstruktif merupakan bagian dari dinamika berdemokrasi. Terkait dengan adanya pihak yang mempolisikan seseorang, itu harus berdasarkan kepentingan hukum, bukan kepentingan politik. “Politik harus ada rambu-rambu agar tidak melanggar hukum,” katanya.
Kedewasaan berpolitik merupakan kunci. Segenap tokoh, para elit, dan masyarakat diharapkan menjaga suasana kondusif dan menghindari hal-hal yang kontraproduktif, terutama di tahun politik. Banyak pekerjaan rumah bangsa yang mesti diselesaikan bersama.
“Berpolitiklah semua dalam keadaan dewasa. Agar elite politik dan tokoh nasional harus dewasa dan seksama untuk tidak memproduksi ujaran-ujaran yang menimbulkan polemik dan kegaduhan, agar rakyat tidak terbawa suasana konflik dan perseteruan. Kehidupan politik nasional perlu kondusif, damai, dan positif dalam kebersamaan.” kata Haedar Nashir. (ribas)