Budaya Demokrasi Berkeadaban

Budaya Demokrasi Berkeadaban

Oleh: M Azhar

Muslim Indonesia sudah ditakdirkan oleh Allah Swt sebagai bangsa Muslim terbesar di dunia. Indonesia juga sudah dinobatkan menjadi negara demokrasi ketiga terbesar di dunia setelah AS dan India. Dua kelebihan ini tidak dimiliki oleh belahan negeri Muslim lainnya.

Berbagai konflik yang terjadi di dunia Islam, termasuk Timur Tengah, karena di negara-negara tersebut tidak mempunyai middle class muslim yang kuat seperti Indonesia. Bila terjadi gesekan kepentingan bahkan konflik antara state/rezim pemerintah dengan rakyat, umumnya sulit didamaikan, karena lemahnya eksistensi kelompok middle class tersebut. Umat Islam Indonesia beruntung sebab memiliki kelas menengah yang kuat dan moderat, yang mayoritas berada dalam rahim Muhammadiyah dan NU sebagai muslim mainstream di Indonesia.

Indonesia sudah melewati dua hal: runtuhnya rezim otoriterianisme (Orde Baru) dan amandemen UUD 1945 (yg mengharuskan terjadinya suksesi dan pembatasan masa kepemimpinan nasional maksimal dua periode /10 tahun kekuasaan).
Indonesia saat ini tengah berada pada problem ketiga yakni bagaimana membangun proses demokrasi yang lebih berkeadaban. Adapun negeri Muslim lainnya masih terjebak pada problem kedua (konstitusi negara yg lama) bahkan masih bercokolnya rezim otoritarianisme (problem pertama diatas).

Muhammadiyah idealnya menjadi rumah yang demokratis bagi segenap warga bangsa, yakni tempat penyemaian ide dan kerja kreatif-inovatif yang diselenggarakan dengan berbasis pada proses berdemokrasi yang berkeadaban.

Muhammadiyah sudah punya modal sosial untuk itu. Diantaranya, Muhammadiyah memiliki tiga basis pemikiran yg diwujudkan secara demokratis,.yakni: Putusan, Fatwa, dan Wacana.

Putusan, merupakan kesepakatan kolektif para ulama dan cendekiawan Muhammadiyah secara nasional yang diputuskan secara demokratis dan berjenjang, baik menyangkut ibadah ritual maupun problem sosial lainnya (umumnya terdokumentasi dalam Berita Resmi). Fatwa merupakan kesepakatan ulama di tingkat PP yang terdokumentasi di Suara Muhammadiyah dan buku TJA (Tanya Jawab Agama). Adapun Wacana lebih bersifat kajian umum dan bebas yang diproduksi secara akademis lewat Jurnal Tarjih maupun buku-buku hasil seminar dan kajian lainnya.

Agar Muslim Indonesia dapat menyempurnakan proses ketiga di atas, yakni demokrasi yg berkeadaban, maka muslim Indonesia harus membiasakan diri saling adu gagasan dan argumentasi yg fokus mengkritisi dan mempertajam problem yg dikaji, dan sedapat mungkin menjauhi sikap-sikap yg menjurus pada personal judgement.

Wallahu a’lam bisshawab


*Penulis adalah Anggota Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah

Exit mobile version