Aisyiyah Mamuju Gandeng Tokoh Agama Atasi Kesehatan Reproduksi

Aisyiyah Mamuju Gandeng Tokoh Agama Atasi Kesehatan Reproduksi

MAMUJU, Suara Muhammadiyah-Sabtu (21/4) Pimpinan Daerah ‘Aisyiyah Kabupaten Mamuju menggelar Lokakarya Tokoh Agama di Kabupaten Mamuju dengan tema “Penguatan Kesehatan Reproduksi Dalam Perspektif Islam untuk Tokoh Agama”. Bertempat di Aula Kampus STIE Muhammadiyah, Mamuju acara ini mengundang Pimpinan Daerah ‘Aisyiyah, Pimpinan Daerah Muhammadiyah, tokoh agama desa, dan kader program MAMPU ‘Aisyiyah sebagai peserta. Hadir sebagai pembicara adalah Soimah Kastolani dan Tri Hastuti Nur Rochimah dari Pimpinan Pusat ‘Aisyiyah.

Menurut Rhena selaku selaku Koordinator Program MAMPU ‘Aisyiyah Mamuju lokakarya ini digelar atas kondisi kesehatan termasuk kesehatan reproduksi yang masih buruk di Indonesia termasuk Sulawesi Barat. “Tingginya Angka Kematian Ibu, maraknya kasus stunting dan gizi buruk di Indonesia menjadi keprihatinan ‘Aisyiyah belum lagi Sulawesi Barat menduduki peringkat ke-2 untuk gizi buruk,” ujar Rhena

Rhena melanjutkan bahwa masalah kesehatan termasuk kesehatan reproduksi bukan hanya masalah biologis atau medis tetapi sangat erat terkait dengan budaya juga mitos dan interpretasi agama yang tidak berpihak pada perempuan. “Interpretasi agama yang tidak berpihak pada perempuan menjadi kendala dalam pemenuhan hak-hak kesehatan reproduksi perempuan, antara lain: masih banyak perempuan yang tidak bersedia melakukan deteksi dini kanker karena terkendala pemahaman tentang aurat perempuan.” Terang Rhena. Oleh karena itu ‘Aisyiyah menganggap tokoh agama memiliki peran yang strategis untuk bisa membantu membuka dan meningkatkan kesadaran masyarakat atas kesehatan mereka.

Dalam materi yang dibawakannya, Shoimah Kastolani menyampaikan bahwa tokoh masyarakat dan tokoh agama merupakan penggerak yang sangat penting dalam mendorong pemenuhan hak-hak  kesehatan reproduksi. “Sangat penting bagi para tokoh agama dan tokoh masyarakat dalam menafsirkan al-Qur’an dan hadist tidak hanya menggunakan metode bayani saja, yakni tekstual, namun diperlukan metode kontekstual yakni menggunakan metode burhani (melibatkan akal fikiran) dan bahkan irfani (melibatkan diri aktif ikut merasakan apa yang dirasakan ummat),” paparnya. Pendekatan bayani, burhani, dan irfani tersebut menurut Shoimah juga diperlukan dalam menafsirkan dan menyampaikan ayat-ayat yang mendukung tentang pencegahan dan pengobatan dalam hal kesehatan reproduksi. “Peran agama pada masyarakat Indonesia yang relijius menjadi siginifkan, maka mengatasi masalah kesehatan reproduksi perempuan tidak lepas dari perspektif Islam yang berkemajuan.” tegas Shoimah.

Tri Hastuti yang menyampaikan materi tentang pemetaan dakwah menyampaikan bahwa tantangan para mubalig dan mubalighot saat ini sangat besar. Tri menyampaikan karena akses informasi yang luas dan terbuka lebar masyarakat bisa mendapatkan informasi apapun dari manapun dan siapapun yang belum tentu jelas kebenarannya “Mubalig dan mubalighot perlu mengetahui perubahan itu dan materi-materi dakwah yang diberikan harus menjawab pertanyaan dan problem terkini dari masyarakat,” ujarnya. Oleh karena itu Tri menyampaikan bahwa diperlukan materi-materi tentang kesehatan reproduksi dalam pandangan Islam berkemajuan yang dapat menjadi acuan tokoh agama dalam melakukan dakwah.

Rhena menyampaikan harapan dari lokakarya ini nantinya bisa menjawab masalah kesehatan reproduksi dengan meningkatkan pemahaman peserta tentang kesehatan reproduksi dalam perspektif Islam. Dalam lokakarya ini dilakukan juga pemetaan problem kesehatan reproduksi yang ditemukan di komunitas, memetakan materi, metode dan jenis forum dalam menyampaikan kesehatan reproduksi perspektif Islam oleh  tokoh agama. (Suri)

 

Exit mobile version