Membangun Kebudayaan Yang Berkemajuan

Membangun Kebudayaan Yang Berkemajuan

Milad Muhammadiyah Dok SM

Oleh : Haedar Nashir

Islam meniscayakan membangun masyarakat dan bangsa yang terbaik. Allah memberi predikat umat yang dicita-citakan Islam itu sebagai khaira ummah sebagaimana firman-Nya: Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik” (QS Ali Imran: 110). Inilah bukti autentik betapa Islam itu merupakan agama yang memiliki pijakan kokoh ke Langit sekaligus membumi, yang mengandung makna kewajiban membangun kebudayaan umat manusia yang terbaik, yang berkemajuan. Agar Islam terwujud dalam kebudayaan dan peradaban maka diperlukan Islamisasi yang sistemaik dan terus berproses sesuai dengan hukum-hukum kehidupan manusia sebagai makhluk berkebudayaan.  Islam harus dibumikan dalam realitas kehiudpan.

Muhammadiyah sebagai gerakan Islam telah menunjukkan bagaimana melaksanakan ajaran-ajaran Islam yang berkemajuan untuk mewujudkan masyarakat yang terbaik. Seratus tahun yang lalu, Kyai Ahmad Dahlan dengan Muhammadiyah yang didirikannya melakukan pembaruan sebagai wujud melakukan perubahan dari masyarakat atau umat yang terbelakang (tertinggal, tradisional) menuju kehidupan yang berkemajuan. Pelan tetapi pasti melalui sistem organisasi modern, apa yang dilakukan Muhammadiyah di bidang pelurusan aqidah, pembaruan pemikiran, pendidikan, kesehatan, pelayanan sosial, dan lain-lain merupakan bukti bahwa gerakan Islam ini menjadikan Islam sebagai agama yang berkemajuan untuk mewujudkan umat yang terbaik di segala lapangan kehidupan.

Islam yang Berkemajuan

Dalam mewujudkan umat terbaik harus dimulai dari proses membangun kebudayaan yang berbasis nilai-nilai Islam yang berkemajuan sebagaimana deklarasi Pernyataan Pikiran Muhammadiyah Abad Kedua. Muhammadiyah memandang bahwa Islam merupakan agama yang mengandung nilai-nilai kemajuan untuk mewujudkan kehidupan umat manusia yang tercerahkan. Kemajuan dalam pandangan Islam adalah kebaikan yang serba utama, yang melahirkan keunggulan hidup lahiriah dan ruhaniah. Adapun da’wah dan tajdid bagi Muhammadiyah merupakan jalan perubahan untuk mewujudkan Islam sebagai agama bagi kemajuan hidup umat manusia sepanjang zaman. Dalam perspektif Muhammadiyah, Islam merupakan agama yang berkemajuan (din al-hadlarah), yang kehadirannya membawa rahmat bagi semesta kehidupan.

Islam yang berkemajuan menyemaikan benih-benih kebenaran, kebaikan, kedamaian, keadilan, kemaslahatan, kemakmuran, dan keutamaan hidup secara dinamis bagi seluruh umat manusia. Islam yang menjunjungtinggi kemuliaan manusia baik laki-laki maupun perempuan tanpa diksriminasi. Islam yang mengelorakan misi antiperang, antiterorisme, antikekerasan, antipenindasan, antiketerbelakangan, dan anti terhadap segala bentuk pengrusakan di muka bumi seperti korupsi, penyalahgunaan kekuasaan, kejahatan kemanusiaan, eksploitasi alam, serta berbagai kemunkaran yang menghancurkan kehidupan. Islam yang secara positif melahirkan keutamaan yang memayungi kemajemukan suku bangsa, ras, golongan, dan kebudayaan umat manusia di muka bumi.

Karakter Islam yang berkemajuan untuk pencerahan peradaban telah memberikan kekuatan yang dinamis dalam menghadapkan Islam dengan perkembangan zaman. Dalam penghadapan Islam atas realitas zaman itu dikembangkan ijtihad dengan penggunaan akal pikiran dan ilmu pengetahuan sebagai instrumen kemajuan, sehingga Islam benar-benar menjadi agama bagi kehidupan yang bersifat kontekstual tanpa kehilangan pijakannya yang autentik pada sumber ajaran. Ijtihad dan tajdid dalam gerakan Muhammadiyah sejak awal menemukan ruang artikulasi dalam kontekstualisasi ajaran Islam sebagaimana dikembangkan oleh Kyai Haji Ahmad Dahlan. Adapun rasionalisasi memperoleh bingkai yang kokoh sebagaimana disebut pendiri Muhammadiyah sebagai “akal pikiran yang yang suci”, sedangkan dalam Matan Keyakinan dan Cita-Cita Hidup Muhammadiyah disebut “akal pikiran yang sesuai dengan jiwa ajaran Islam”.

Muhammadiyah memahami bahwa Islam memiliki pandangan tentang masyarakat yang dicita-citakan, yakni masyarakat Islam yang sebenar-benarnya. Dalam pesan Al-Quran (QS. Ali Imran ayat 110; Al Baqarah ayat 143), masyarakat Islam yang diidealisasikan merupakan perwujudan khaira ummah (umat terbaik) yang memiliki posisi dan peran ummatan wasatha (umat tengahan), dan syuhada ‘ala al-nas (pelaku sejarah) dalam kehidupan manusia. Masyarakat Islam adalah suatu masyarakat yang di dalamnya ajaran Islam berlaku dan menjiwai seluruh bidang kehidupan yang dicirikan oleh ber-Tuhan dan beragama, berpersaudaraan, berakhlak dan beradab, berhukum syar’i, berkesejahteraan, bermusyawarah, berihsan, berkemajuan, berkepemimpinan, dan berketertiban. Dengan demikian masyarakat Islam menampilkan corak yang bersifat tengahan, yang melahirkan format kebudayaan dan peradaban yang berkeseimbangan.

Adapun Masyarakat Islam yang dicita-citakan Muhammadiyah memiliki kesamaan karakter dengan masyarakat madani (civil-society) yang maju, adil, makmur, demokratis, mandiri, bermartabat, berdaulat, dan berakhlak-mulia (al-akhlaq al-karimah) yang dijiwai nilai-nilai Ilahiah. Masyarakat Islam sebagai kekuatan madaniyah (masyarakat madani) menjunjungtinggi kemajemukan agama dan pemihakan terhadap kepentingan seluruh elemen masyarakat, perdamaian dan nir-kekerasan, serta menjadi tenda besar bagi golongan dan kelompok masyarakat tanpa diskriminasi. Masyarakat Islam yang dicita-citakan Muhammadiyah merupakan masyarakat yang terbaik yang mampu melahirkan peradaban yang utama sebagai alternatif yang membawa pencerahan hidup umat manusia di tengah pergulatan zaman.

Muhammadiyah memandang bahwa Islam dalam pergumulan dengan kehidupan sepanjang zaman harus diwujudkan dalam amal. Islam sangat menjunjung tinggi amal sejajar dengan iman dan ilmu, sehingga Islam hadir dalam paham keseimbangan sekaligus membumi dalam kehidupan. Dalam kehidupan yang konkret tidak ada manifestasi lain dari Islam kecuali dalam amal. Kyai Ahmad Dahlan dengan Muhammadiyah yang dididirikannya memelopori penafsirkan ulang doktrin Islam secara nyata untuk perubahan sebagaimana tercermin dalam teologi Al-Ma’un. Dari teologi Al-Ma’un lahir transformasi Islam untuk mengubah kehidupan yang bercorak membebaskan, memberdayakan, dan memajukan. Model pemahaman doktrin Islam dan penafsirannya yang implementatif itu menunjukkan daya hidup dan kemampuan Muhammadiyah dalam merumuskan ulang pesan-pesan dan nilai-nilai Islam yang responsif dengan problematika kemanusiaan, serta berdialog dengan realitas zaman secara cerdas dan mencerahkan.

Kebudayaan yang Berkemajuan

Islam yang berkemajuan tidak boleh berhenti sekadar jargon, isu, dan pernyataan normatif. Islam yang bekemajuan harus diwujudkan dalam kebudayaan yang berkemajuan baik dalam bentuk sistem nilai, sistem pranata, maupun sistem tingkahlaku kolektif sehingga mendarah-daging dalam kehidupan seluruh warga Muhammadiyah pada khususnya dan umat Islam maupun masyarakat pada umumnya. Dengan kata lain, Islam yang bekemajuan harus terwujud menjadi Masyarakat Terbaik (Khaira Ummah) sebagaimana dikehendaki Allah di muka bumi ini (QS Ali Imran: 110) dan yang dicita-citakan Muhammadiyah dalam gerakannya. Umat terbaik adalah umat tengahan (ummatan wasatha), umat yang menjadi pelaku sejarah (syuhada ‘ala al-nas), itulah al-ummat al-Muhammadiyah atau umat pengikut Nabi Muhammad (Ibn Katsir, Juz I).

Kini setelah seratus tahun perjalanan Muhammadiyah terjadi banyak perubahan yang luar biasa kompleks dalam kehidupan umat Islam dan masyarakat Indonesia, yang jauh berbeda dengan situasi awal kehadiran geraka Islam ini. Corak kehidupan modern memasuki tahap tindak lanjut, yakni modernitas abad ke-21 dan memasuki postmodernitas yang sarat perubahan dan perkembangan yang radikal. Lebih-lebih dengan pengaruh globalisasi yang meluas dalam tatanan kehidupan global, nasional, dan lokal. Corak masyarakat yang rasional, sekuler, liberal, futuristik, dan konsumeristik semakin menguat dan berbenturan dengan antitesis lain dalam kecenderungan hidup yang tradisional, konservatif, revivalis, mesianis, dan ingin kembali ke masa lampau. Dalam dimamika dan kontradiksi kehidupan yang saling berdialektika atau berbenturan itu sering muncul pertanyaan bernada tantangan kepada Muhammadiyah, bagaimana gerakan Islam ini mampu merespons dan memberikan jawaban-jawaban baru yang jauh lebih cerdas dan bersifat alternatif melebihi prestasi pembaruan yang dipelopori pendirinya seabad yang lalu?

Dalam memberi respons dan jawaban cerdas itu Muhammadiyah tidak hanya memerlukan strategi gerakan yang sepadan tetapi sekaligus memiliki banguna pemikiran yang melampaui, sehingga tampil sebagai pembawa pesan Islam alternatif yang progresif dengan karakter yang kokoh dan unggul. Dari rahim Muhammadiyah lahir transformasi kebudayaan Indonesia yang relijius dan bekemajuan sejajar dan bahkan lebih unggul dari bangsa-bangsa lain. Di sinilah pentingnya mengaktualisasikan pandangan Islam yang bekemajuan sebagaimana dideklarasaikan dalam Muktamar  Satu Abad, yang disertai dengan strategi gerakan pencerahan (gerakan yang membebaskan, memberdayakan, dan memajukan) dalam seluruh orientasi dan langkahnya.

Pandangan Islam yang diyakini, dipahami, dan diamalkan Muhammadiyah tersebut sangatlah mendasar, luas, dan komprehensif yang memerlukan proses  aktualisasi dalam sistem gerakan Islam ini. Proses aktualisasi untuk mewujudkan Islam yan berkemajuan tersebut jelas menuntut pembumian yang bersifat transformatif, yakni aktualisai yang lebih cerdas dan tajam dalam melakukan perubahan-perubahan yang bersifat pembaruan sebagaimana keberanian Kyai Dahlan seratus tahun yang lalu dalam sosok Sang Pencerah. Dengan kelemahan dan kekuatan yang dimiliki, Muhammadiyah dalam rentang seratus tahun telah memberi corak pada kebudayaan umat dan masyarakat Indonesia yang berwatak kemajuan, yakni menjadi lebih rasional, modern, miderat, shaleh secara individual dan sosial, berorientasi amal, dan berkarakter akhlak Islami.

Kini Muhammadiyah yang secara sadar menisbahkan dirinya pada nama Nabi akhir zaman itu berada dalam pusaran dunia abad ke-21 dalam lintasan sejarah modern, sekaligus memasuki abad kedua dari kelahirannya. Sungguh menjadi keniscayaan jika para pengikut Nabi Muhammad itu (Muhammadiyah) ingin meneladani Rasulullah, maka  tirulah sunnah-sunnah Nabi yang besar dan serba strategis yakni membangun peradaban yang mencerahkan, bukan sekadar yang kecil-kecil dan parsial meskipun tetap penting sebagai sunnah. Lebih-lebih manakala umat pengikut Nabi Muhammad itu mengklaim sebagai pembawa misi Islam yang berkemajuan untuk membangun masyarakat Islam yang sebenar-benarnya di muka bumi ini. Maka beban dan tantangan mewujudkan Islam yang bekemajuan untuk membangun masyarakat dengan kebudayaan dan  peradaban yang tercerahkan itu bepulang kepada komitmen dan kesungguhan para anggota, kader, dan para pimpinan Muhammadiyah secara masif. Jika tidak, maka Islam yang berkemajuan untuk membangun kebudayaan dan peradaban utama itu laksana  sebuah genangan danau, yang indah dipandang mata dan dijadikan pusat wisata yang menyenangkan hati sesaat; tetapi tidak melahirkan gerakan perubahan yang bersifat pencerahan: membebaskan, memberdayakan, dan memajukan kehidupan!


*Penulis adalah ketua umum PP Muhammadiyah

Tulisan ini pernah dimuat di Majalah Suara Muhammadiyah Edisi Nomor 6 tahun 2012

Exit mobile version