Oleh: Azaki Khoirudin
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِيْ أَمَرَنَا بِاْلاِعْتِصَامِ بِحَبْلِ اللهِ، أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ لاَ نَبِيَّ بَعْدَهُ. اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَ هُدَاهُ. أَمَّا بَعْدُ؛ فَيَا عِبَادَ اللهِ، أُوْصِيْكُمْ بِتَقْوَى اللهِ، فَقَالَ اللهُ تَعَالَى: يَاأَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ.
Sidang Jumat Rahimakumullah
Kalau begitu, kita terpaksa mengevaluasi terhadap keberagamaan umat Islam. Ternyata, banyaknya beribadat, belum tentu berkorelasi dengan keluasan wawasan dan keterbukaan pikiran. Kegairahan beribadat malah tidak jarang berjalan beriringan dengan pikiran cupet, fanatik, merasa benar sendiri. Tak segan-segan menyalah-nyalahkan pandangan orang berbeda pendapat, yang lain adalah bi’ah, sesat, dan kafir. Dengan kata lain, seorang ahli ibadat belum tentu memiliki keluasan ilmu, sehingga cenderung ekslusif.
Kita pun terpaksa menelan kenyataan bahwa keulamaan seseorang, ternyata tak sejalan dan seiring dengan keluhuran budi pekerti. Akibatnya masyarakat dibuat ragu terkait moral para ulamanya. Baik dalam hal hidup mewah, menjual keulamaannya pada penguasa, demi meraih jabatan, atau popularitas. Perselingkuhan ulama dengan penguasa dengan menggunakan tafsir agama ke ranah politik.
Ini berbahaya, dalam bahasa al-Qur’an ketika Qorun (pemilik modal), Fir’aun (kekuasaan politik), dan Haman (otoritas agama) bersatu. Ketika kekuasaan politik pragmatis, para ulama berwatak oportunis, dan nafsu kepitalisme tak terkendali, maka runtuhlah negeri ini.
Sidang Jumat Rahimakumullah
Dalam khazanah Islam, dikanal trilogi ajaran, yakni Islam, Iman dan Ihsan. Dalam menumbuhkan Islam sebagai agama welas asih perlu kita merenungi ulang tentang manka “ihsan”. Ihsan didefinisikan “an ta’buda al-allah ka annaka tarahu, wa in lam takun tarahu fa innahu yaraka” (Hendaklah kamu menyembah Tuhan seolah-olah kamu melihatNya, dan seandainya kamu tidak melihatNya, sesungguhnya Dia melihat kamu).
Kenyataannya sifat-sifat Tuhan yang baik, seperti al-Rahman (Yang Maha Pengasih) dan al-Rahim (yang Mahasa Penyayang), al-Latief (Yang maha Halus), tertindih dan dikalahkan oleh oleh sifatNya yang al-Qahhar (Yang Maha Pemaksa), al-Syadid (yang keras), al-‘Iqab (Yang Maha Pemberi Siksa).
Di sini konsep keagamaan kehilangan elan vital ketika agama berjumpa dengan kepentingan sosial-politis. Rupanya peran Tuhan yang secara teori melekat dengan individu, tetapi dalam kehidupan kelompok yang berjamaah seolah-olah pengawasan Tuhan untuk berbuat sopan, penuh empati, baik telah lepas dan berubah menjadi sifat-sifat yang kasar, tidak santun dan keras.
Sidang Jumat Rahimakumullah
Di sinilah letak tikungan tajam perilaku keagamaan yang amat sangat sulit dijelaskan dalam kehidupan beragama era kontemporer. Ternyata, kesalehan pribadi belum tentu berkorelasi positif dengan kesalehan sosial. Ada gap yang sangat tajam. Puasa atas dasar iman, pengawasan Tuhan secara individu begitu mudah dilupakan ketika hidup berkelompok, berpartai politik, dan bernegara.
Karena itu spiritualitas menjadi tema sentral keberagamaan era kontemporer. Orang sekarang memerlukan corak keberagamaan yang “inklusif”, pendidikan agama inklusif. Agama yang mengajarkan “cinta” antar sesama. Agama yang mementingkan sikap unity in diversity (kesatuan dalam perbedaan), “empati” terhadap orang dan kelompok lain yang berbeda. Sikap empati dapat menembus perbedaan yang tajam antara subjek dan objek).
Sidang Jumat Rahimakumullah
Dengan adanya menjalankan segala ibadah, diharapkan melahirkan spiritualitas yang mau membuka diri. Jika sikap ihsan dalam ibadah ini ditransformasikan dalam kehidupan sosial, maka akan malahirkan sikap beragama seperti: kasih sayang, tolong-menolong, kedamaian, kepedulian, nirpamrih (altruistik), tidak menang sendiri, non-diskriminasi, memikirkan kepentingan bersama (public good), kesabaran, kesederhanaan, keluhuran dan keutamaan moral; menjauhi prejudice atau buruk sangka terhadap kelompok lain, menekan sedapat-dapatnya syiar kebencian dengan dalih apapun.
Itulah nilai-nilai luhur Islam yang welas asih sepadan dengan nilai seperti verstehen (memahami secara mendalam eksistensi dan aspirasi kelompok lain) seperti: empati, simpati, respek, damai, altruistik, inklusif, bekerja sama dan lain-lain. Inilah seperangkat tata nilai yang diperlukan oleh akal pikiran baru keberagamaan manusia yang tercerahkan untuk membangun Islam sebagai agama cinta kasih.
Nabi bersabda yang artinya:
“Perumpamaan kaum mukmin dalam kasih sayang dan belas kasih serta cinta adalah seperti satu tubuh. Jika satu bagian anggota tubuh sakit maka akan merasa sakit seluruh tubuh dengan tidak bisa tidur dan merasa demam.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Hal itu karena minimnya kesadaran welas asih dalam memahami orang lain yang sebenarnya boleh jadi merupakan ujian kepekaan dan kejelian dalam mendulang hikmah dan pelajaran di balik berbagai peristiwa dalam hidup kita.
أَقُولُ قَوْ لِي هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ فَاسْتَغْفِرُوْهُ اِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيْمُ.
Khutbah Kedua
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِيْ أَمَرَنَا بِاْلاِتِّحَادِ وَاْلاِعْتِصَامِ بِحَبْلِ اللهِ الْمَتِيْنِ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ، إِيَّاهُ نَعْبُدُ وَإِيَّاُه نَسْتَعِيْنُ. وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، اَلْمَبْعُوْثُ رَحْمَةً لِلْعَالَمِيْنَ. اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ. عِبَادَ الله، اِتَّقُوا اللهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ وَسَارِعُوْا إِلَى مَغْفِرَةِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ. إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ، يَاأَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَقَرَابَتِهِ وَأَزْوَاجِهِ وَذُرِّيَّاتِهِ أَجْمَعِيْنَ. اَللَّهُمَّ أَصْلِحْ جَمِيْعَ وُلاَةَ الْمُسْلِمِيْنَ، وَانْصُرِ اْلإِسْلاَمَ وَالْمُسْلِمِيْنَ، وَأَهْلِكِ الْكَفَرَةَ وَالْمُشْرِكِيْنَ وَأَعْلِ كَلِمَتَكَ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ. اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ، إِنَّكَ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعَوَاتِ وَيَا قَاضِيَ الْحَاجَاتِ. اَللَّهُمَّ افْتَحْ بَيْنَنَا وَبَيْنَ قَوْمِنَّا بِالْحَقِّ وَاَنْتَ خَيْرُ الْفَاتِحِيْنَ. رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.
عِبَادَ اللهِ، إِنَّ اللهَ يَأْمُرُكُمْ بِالْعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيتَآئِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَآءِ وَالْمُنكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذْكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَادْعُوْهُ يَسْتَجِبْ لَكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ.
*Penulis Pengasuh Pondok Hj. Nuriyah Shabran UMS