Oleh: Haedar Nashir
Kondisi nasional maupun lokal menghadapi Pilkada 2018 dan Pemilu 2019 cenderung menghangat dengan segala dinamika dan kepentingan masing-masing. Elite dan partai politik terus bergiat melakukan berbagai usaha politik untuk mewujudkannya misi dan tujuannya. Perseteruan isu antar tokoh ikut meramaikan situasi, bahkan mulai memanas dengan segala agenda politiknya. Pro dan kontra satu isu dengan isu lainnya terus berkembang sebagai bagian dari dinamika politik itu.
Pencalonan Presiden dan Wakil Presiden sudah lama ramai di panggung politik dengan segala bumbu isu dan analissnya yang beragam di ruang publik. Demikian pula pencalonan anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) mulai menghangat bukan hanya dari kalangan partai politik, bahkan untuk DPD melibatkan organisasi kemasyarakatan, yang sebenarnya bukan proporsinya untuk masuk pada percaturan politik praktis. Diperkirakan makin ke depan kian hangat suasana politik di negeri ini.
Lebih-lebih dengan peran media sosial yang makin dominan. Satu isu akan ramai diperdebatkan dengan segala kontradiksinya satu sama lain. Media baru ini malahan dapat berubah menjadi kelompok-kelompok kepentingan (interes group) yang vokal dan masif. Kampanye dalam beragam corak justru menjadi lebih efektif dan dahsyat melalui berbagai jejaring media sosial yang canggih ini. Perseteruan politik malah makin seru dan panas dengan ujaran-ujaran dan pesan-pesan politik yang lebuh garang dan tidak ja4ang keras dan vulgar yang dapat merusak hubungan sosial antarkomponen bangsa.
Mempertimbangkan perkembangan dinamika situasi nasional dan lokal maupun kondisi internal persyarikatan dalam menghadapi Pilkada 2018 dan Pemilu 2019 tersebut bagi organisasi kemasyarakatan dan organisasi dakwah seperti Muhammadiyah sungguh memerlukan penyikapan yang seksama. Bersamaan dengan itu agar tetap dapat dipelihara ketertiban organisasi sejalan dengan posisi dan peran Muhammadiyah sebagai organisasi kemasyarakatan yang menjalankan misi dakwah dan tajdid sebagaimana Kepribadian dan Khittah gerakannya yang tidak terlibat dalam percaturan politik praktis sebagaimana halnya partai politik.
Karenanya secara moral dan organisasional para anggota, kader, dan pimpinan Muhammadiyah di seluruh tingkatan dan lingkungan mesti bersikap seksama dengan tetap Istiqomah berada di jalur organisasi kemasyarakatan dan dakwah serta tidak terbawa arus euforia politik yang di belakang hari dapat mengganggu stabilitas Muhammadiyah serta karakter gerakan Muhammadiyah yang selama ini terjaga dengan baik. Dalam hal ini kepada seluruh Pimpinan Persyarikatan di semua tingkatan bersama Organisasi Otonom, majelis, lembaga, amal usaha, dan institusi lain di lingkungan Muhammadiyah untuk mengindahkan hal-hal sebagai berikut:
Pertama, Memedomani Khittah dan Kebijakan Pimpinan Pusat Muhammadiyah dalam menghadapi Pilkada 2018 dan Pemilu 2019 dengan tetap memposisikan dan memerankan Muhammadiyah sebagai organisasi kemasyarakatan; serta tidak memposisikan dan memerankannya sebagai partai politik. Karenanya tidak memberikan dukungan-dukungan resmi organisasi dan melakukan publikasi-publikasi terbuka baik terhadap para calon dari luar maupun dari kalangan kader persyarikatan yang berkontestasi dalam Pilkada 2018 dan Pemilu 2019 seolah menjadikan Muhammadiyah menjadi partai politik.
Kedua, Para pimpinan Muhammadiyah perlu lebih elegan dalam memberikan dukungan dan menyukseskan kader politiknya tanpa vulgar dan verbal, ketika partai politik saja jauh lebih fleksibel, maka bersikaplah seksama dan proporsional. Politik memang penting, tetapi jalur Muhammadiyah bukan berada di situ sebagaimana partai politik, harus dilakukan secara seksama sesuai koridor Khittah yang diamanatkan Muktamar ke-47 di Makassar tahun 2015. Mendorong kader Muhammadiyah ke politik memang penting sebagaimana ke bidang lainnya, tetapi jalur dan caranya mesti elegan dan terbatas, tidak serba terbuka dan menyamai partai politik. Kebesaran Muhammadiyah harus tetap dijaga, sementara para kadernya yang siap dan berkemampuan dapat didorong secara wajar dan positif tanpa mengorbankan organisasi.
Ketiga, Jika terdapat kader persyarikatan yang berkontestasi dalam Pilkada 2018 dan Pemilu 2019 khususnya yang menjadi calon anggota DPR dan DPD maka lakukan dengan cara yang seksama di internal persyarikatan tanpa secara resmi dan terbuka. Tidak memobilisasi dana persyarikatan dan amal usaha maupun kelembagaan lain di lingkungan persyarikatan maupun melibatkan institusi-institusi persyarikatan secara masif sehingga terjadi ketidakteraturan/ketidaktertiban di tubuh persyarikatan.Bersamaan dengan itu tidak membentuk lembaga-lembaga pemenangan politik yang secara terbuka mengatasnamakan Muhammadiyah atau unsur di dalam Muhammadiyah serta menggunakan istilah-istilah yang mengindikasikan sebagai organisasi politik dan kurang mencerminkan Kepribadian Muhammadiyah.
Keempat, agar anggota, kader, dan personal pimpinan tidak membikin pernyataan dan sikap politik atau hal-hal yang terkait lainnya dengan mengatasnamakan Muhammadiyah dan/atau mengaitkan kedudukannya dalam jabatan Muhammadiyah. Muhammadiyah memang milik bersama, tetapi tetap terdapat prinsip dan koridor organisasi yang harus dijujungtinggi. Muhammadiyah tidak konservatif, namun kebesarannya justru karena kekuatan sistem organisasinya yang teratur dan tidak terlibat dalam percaturan politik praktis.
Kelima, Konsolidasi organisasi untuk mendorong kader politik yang dilaksanakan di Jakarta beberapa waktu yang lalu bukan berarti mengubah posisi dan peran Muhammadiyah dalam kehidupan politik seperti partai politik. Demikian pula bukan dimaknai membiarkan setiap orang atau pimpinan boleh melakukan apa saja tanpa koridor organisasi. Di Tubun Persyarikatan sendiri harus tetap dijaga semangat kebersamaan, keutuhan, dan ketertiban organisasi serta tetap fokus dalam melaksanakan usaha dan program persyarikatan sebagaimana diamanatkan Muktamar, Muyswil, Musyda, Musycab, dan Musyran.
Keenam, Muhammadiyah bersama pemerintah, partai politik, dan komponen bangsa lainnya menjaga kehidupan kebangsaan tetap kondusif serta menyukseskan Pilkada dan Pemilu yang demokratis, damai, aman, tertib, jujur, adil, dan objektif untuk kepentingan bangsa dan negara. Peran moral dan sosial Muhammadiyah dengan kepercayaan dan integritas dirinya jauh lebih memberikan kekuatan dalam mengawal demokrasi dan membangun kehidupan kebangsaan ke arah yang baik dan berkemajuan.
Semoga Allah SWT memberikan jalan kemudahan dan keberhasilan bagi Muhammadiyah dalam membangun kehidupan kebangsaan yang semakin bermakna dan berkemajuan. Bersamaan dengan itu para anggota, kader, dan pimpinannya tetap Istiqomah dalam menjalankan misi dakwah dan tajdid Muhammadiyah. Nashrun min Allah wa fathun qarieb.
Makalah ini disampaikan dalam Dialog Ideopolitor Pimpinan Pusat Muhammadiyah yang diselenggarakan oleh MPK PP Muhammadiyah di UAD, pada Sabtu, 28 April 2018