SIDOARJO, Suara Muhammadiyah-Ketua Umum PP Muhammadiyah kembali menegaskan bahwa seni budaya merupakan urusan muamalah duniawiyah yang tidak terkait dengan perkara ibadah mahdhah. Dalam rumusan awal Majelis Tarjih tentang masail al-khams, menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan urusan duniawiyah dalam sabda Nabi “Kamu lebih mengerti urusan duniawmu” adalah segala perkara yang tidak menjadi tugas diutusnya para Nabi (yaitu perkara-perkara/pekerjaan-pekerjaan/urusan-urusan yang diserahkan sepenuhnya kepada kebijaksanaan manusia).
Oleh karena itu, sebagai urusan muamalah, Muhammadiyah justru memandangnya sebagai penjelmaan Allah yang Maha Indah dan mencintai keindahan, yang justru bisa dimanfaatkan untuk sarana dakwah islam. Dakwah dalam pandangan Muhammadiyah adalah menggarami kehidupan umat manusia dengan nilai-nilai iman, Islam dan taqwa demi kebahagiaan hidup di (dunia dan) akhirat. Salah satu caranya adalah dengan perantara seni dan budaya.
Berdasarkan keputusan Munas Tarjih ke 22 tahun 1995 ditetapkan bahwa karya seni hukumnya mubah (boleh) selama tidak mengarah atau mengakibatkan fasad (kerusakan), dlarar (bahaya), isyyan (kedurhakaan), dan ba’id ’anillah (terjauhkan dari Allah), maka pengembangan kehidupan seni dan budaya dikalangan Muhammadiyah harus sejalan dengan etika atau norma-norma Islam.
“Selama ini Muhammadiyah banyak dikira anti-seni, anti-budaya, padahal tidak. Seni-budaya itu muamalah, tidak ada bid’ah dalam hal itu, bid’ah itu dalam urusan ibadah. Berdasarkan Munas Tarjih, seni-budaya itu mubah hukumnya,” kata Haedar Nashir dalam pembukaan Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Lembaga Seni Budaya dan Olahraga (LSBO) Pimpinan Pusat Muhammadiyah di Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (UMSIDA), pada Jumat (27/4).
Kehadiran LSBO sendiri menjadi bukti bahwa Muhammadiyah dekat dengan kebudayaan dan kesenian. Haedar mendorong supaya kebudayaan terus maju. “Dalam artian merawat nilai-nilai luhur, tradisi-tradisi yang bagus, dan berinovasi memunculkan nilai-nilai yang baru,” ujarnya.
Menurut Haedar, aspek seni, budaya, dan olahraga sangat potensial untuk mengembangkan dakwah Muhammadiyah, termasuk juga dalam hal olahraga. “Terutama olahraga, itu universal, dan dakwah melalui itu (olahraga) punya potensi besar untuk diterima masyarakat luas,” jelas Haedar. Semisal seni olahraga Tapak Suci Muhammadiyah yang terus berkembang dan diminati warga dunia.
Haedar mengatakan ada beberapa karakter yang harus dimiliki untuk membangun bangsa yang berkemajuan. Yaitu karakter religius, karakter berilmu, karakter mandiri, dan karakter profesional, serta karakter solidaritas sosial. “Aspek religius itu bukan hanya dalam ibadahnya saja, tapi juga harus tercermin dalam kepribadian dan akhlaknya, moralitasnya,” terang Haedar.
Karakter selanjutnya adalah harus cerdas, berilmu sehingga bisa memandang persoalan secara holistik, selanjutnya harus bisa mandiri dan profesional, dan yang terakhir adalah solidaritas sosial, peka terhadap problema sosial,” paparnya.
Haedar mengatakan bahwa tidak bisa dikatakan bagus karakter seseorang bilamana ia tidak memiliki rasa empati terhadap sekitarnya. “Harus peka terhadap permasalahan-permasalahan sosial di sekitarnya, saling membantu terhadap sesamanya, meringankan beban yang lainnya,” jelasnya.
Pada Muktamar ke-42 tahun 1990 di Yogyakarta, masalah kebudayaan mendapatkan porsi perhatian lebih, dan masuk dalam keputusan Muktamar. Muhammadiyah kemudian mengembangkan seni budaya profetik dan religius yang mampu mendorong dan membangkitkan fitrah kemanusiaandan mendekatkan manusia kepada Allah dengan simbol-simbol yang mudah diterima masyarakat dalam kerangka dakwah Islam.
Majelis Tarjih juga sudah membahas masalah kebudayaan dan kesenian dalam forum muktamar tahun 1995 Banda Aceh. Keputusan Majelis Tarjih tentang Kebudayaan dan Kesenian tersebut adalah sebagai berikut:
- Strategi kebudayaan Muhammadiyah menyatukan dimensi ajaran kembali kepada al-Qur’an dan as-Sunnah dengan dimensi ijtihad dan tajdid sosial keagamaan. Ciri khas strategi kebudayaan Muhammadiyah adalah adanya yang erat dan timbal balik antara sisi normativitas al-Qur’an dan as-Sunnah serta historisitas pemahamannya pada wilayah kesejarahan tertentu.
- Secara teoritis, manusia memiliki empat kemampuan dasar untuk mengembangkan kebudayaan, yakni rasio untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi, imajinasi untuk mengembangkan kemampuan estetiknya, hati nurani untuk mengembangkan moralitasnya, dan sensus numinis untuk mengembangkan kesadaran ilahiahnya.
- Agama adalah wahyu Allah SWT, merupakan sistem nilai yang mempunyai empat potensi di atas dan mengakuinya sebagai fitrah manusia. Keempat potensi tersebut secara bersama-sama dapat dipakai untuk menemukan kebenaran tertinggi, yakni kebenaran Allah SWT sebagai acuan dari kebudayaan yang dikembangkan manusia.
- Seni adalah penjelmaan rasa keindahan yang terkandung dalam jiwa manusia dilahirkan dengan perantara alat-alat komunikasi ke dalam bentuk yang dapat ditangkap indera.
- Seni budaya merupakan penjelmaan rasa seni yang sudah membudaya, yang termasuk dalam aspek kebudayaan, sudah dapat dirasakan oleh orang banyak dalam rentang waktu perjalanan sejarah peradaban manusia.
- Rasa seni adalah perasaan keindahan yang ada pada setiap orang normal yang dibawa sejak lahir. Ia merupakan sesuatu yang mendasar dalam kehidupan manusia yang menuntut penyaluran dan pengawasan baik dengan melahirkannya maupun dengan menikmatinya. Artinya proses penciptaan seni selalu bertitik tolak dari pandangan seniman tentang realitas (Tuhan, alam dan manusia).
- Rasa seni merupakan salah satu fitrah manusia yang dianugerahkan Allah SWT yang harus dipelihara dan disalurkan dengan baik sesuai dengan ketentuan yang diatur oleh Allah SWT sendiri. Allah itu Maha Indah dan Mencintai Keindahan.
- Islam adalah agama fitrah, yaitu agama yang berisi ajaran yang tidak bertentangan dengan fitrah manusia, justru menyalurkan dan mengatur tuntutan fitrah tersebut. Termasuk dalam hal ini fitrah rasa seni, karena itu seni tidak bebas nilai.
- Menciptakan dan menikmati karya seni hukumnya mubah (boleh) selama tidak mengarah dan mengakibatkan fasad(kerusakan), darar (bahaya), ‘isyan (kedurhakaan), dan ba’id ‘anillah (keterjauhan dari Allah), yang merupakan rambu proses penciptaan dan menikmatinya.
- Seni rupa yang obyeknya makhluk bernyawa seperti patung hukumnya mubah bila untuk kepentingan sarana pengajaran, ilmu pengetahuan dan sejarah, serta haram bila mengandung unsur membawa ‘isyan dan kemusyrikan.
- Seni suara baik vokal maupun instrumental, seni sastra dan seni pertunjukan pada dasarnya mubah, karena tidak ada nash yang sahih yang melarangnya. Larangan, baru timbul manakala seni tersebut menjurus pada pelanggaran norma-norma agama dalam ekspresinya, baik menyangkut penandaan tekstual maupun visual.
- Bila seni dapat dijadikan alat dakwah untuk membina, mengembangkan dan meningkatkan mutu keimanan dan ketaqwaan, maka menciptakan dan menikmatinya dianggap sebagai amal shalih yang bernilai ibadah sepanjang mematuhi ketentuan-ketentuan proses penciptaan dan menikmatinya. (ribas/ubay)
Baca Juga:
Buka Gelaran Wayang Kulit, Haedar Nashir: Muhammadiyah Tidak Anti Budaya
Filosofi Wayang dalam Dakwah Para Wali