YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah – Grha Suara Muhammadiyah menjadi tempat pertemuan ASEAN Parliamantarians for Human Rights (APHR) bersama pemuka agama DIY, Sabtu (5/5/2018). Beberapa anggota parlemen dari Thailand, Myanmar, Indonesia bertemu dengan tokoh Muslim, Kristen, Hindu, Budha hingga Forum Persaudaraan Umat Beriman (FPUB) dalam rangka meningkatkan pemahaman anggota parlemen ASEAN dalam mengawal kebebasan beragama atau berkeyakinan melalui fungsi legislatif.
Anggota Kehormatan APHR Eva Kusuma Sundari mengatakan anggota parlemen ASEAN tersebut ingin melihat toleransi di Indonesia walaupun banyak kasus, tetapi relatif dapat mengendalikan tekanan terkait ekstrimisme dan intoleransi. “Mereka mengantisipasi, ingin belajar dari kita, bukan belajar bahwa kita sudah sukses, kita masih berupaya terus,” tutur Anggota Komisi XI DPR RI tersebut.
Apriyanto, perwakilan dari FPUB mengatakan pihaknya selalu berada di garis depan dalam upaya mengatasi konflik dan berbagai upaya pencegahan. Ia melihat kasus intoleransi lebih cenderung pada pola isu politik daripada isu agama. “Ada penguatan persoalan materialism di Yogyakarta, bergesernya budaya-budaya tradisional menjadi budaya-budaya yang post modern,” imbuhnya.
Sementara itu, Wakil Ketua PWM DIY Arif Jamali Muis mengungkapkan pemahaman agama yang tidak komprehensif ditambah kemampuan belajar agamanya yang hanya separuh dan melalui media sosial menyebabkan terjadinya intoleran. Selain itu, menurut Arif, penyebab lainnya adalah politik yang memainkan isu-isu untuk kepentingan politik sesaat dan akibat tidak adanya keadilan. “Semakin timpang keadilan ekonomi, tentu akan membuat masyarakat gampang terpancing tindakan-tindakan kekerasan, tindakan-tindakan intoleran,” ucapnya.
Untuk mengatasi hal tersebut, ketiganya harus simultan tidak bisa menuduh kelompok agama dan paham agamanya disalahkan. “Perbaiki juga tentang ekonomi, keadilan, para politisi jadilah negarawan yang kemudian menyebarkan ajakan-ajakan yang menyejukkan,” terang Arif.
Menurut Arif, Muhammadiyah sudah lebih satu abad ikut adil dalam merawat toleransi dan keberagaman walaupun punya pekerjaan rumah yang tidak sederhana, bahwa faham intoleran juga mempengaruhi kader-kader Muhammadiyah. “Di tingkat Cabang, di tingkat Ranting pengajian-pengajiannya harus menggunakan pengajian-pengajian yang faham keberagamaannya menurut Muhammadiyah memahami Islam, lembaga pendidikan juga harus begitu,” pungkasnya.(rizq)
Baca juga:
Gerakan Ayah Hebat Pemuda Muhammadiyah DIY
Hadapi Revolusi Industri 4.0, Haedar Nashir: Toleran dan Moderat Saja Tidak Cukup
Haedar Nashir: Usut Tuntas Kasus Teror Terhadap Tokoh dan Umat Beragama!