Halaqah Nasional Ahli Hisab Muhammadiyah Tuntaskan Utang Peradaban

Halaqah Nasional Ahli Hisab Muhammadiyah Tuntaskan Utang Peradaban

YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah-Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah menyelenggarakan Halaqah Nasional Ahli Hisab Muhammadiyah di KJ Yogyakarta, pada 5-6 Mei 2018.

Halaqah ini dibagi menjadi dua diskusi penting. Diskusi pertama khusus untuk internal Majelis Tarjih PP Muhammadiyah di bawah divisi hisab dan iptek, yang membahas konsep kalender Muhammadiyah tahun 1440-1441 H / 2019-2020 M dan penyempurnaan/revisi Pedoman Hisab Muhammadiyah.

Adapun diskusi kedua bersifat lebih umum, dengan mengundang unsur Majelis Tarjih wilayah se-Indonesia dan para pakar ilmu falak dari berbagai universitas, institusi, dan organisasi, termasuk perwakilan dari Lajnah Falakiyah PBNU. Tema tentang kalender global ini disampaikan oleh ketua Majelis Tarjih PP Muhamadiyah, Prof Dr Syamsul Anwar MA dan perwakilan dari Lajnah Falakiyah NU, Dr Ing Hafid.

“Adalah halaqah nasional ahli hisab Muhammadiyah pesertanya dari ahli-ahli hisab Muhammadiyah dan ahli-ahli hisab NU. Materi yang dibahas itu, pertama, kalender Muhammadiyah 2019, 2020 dan seterusnya selain itu juga membahas materi kalender islam global,” kata ketua Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, Prof Syamsul Anwar.

Diskusi kedua ini membahas dua tema penting, yaitu tentang Kalender Islam Global: Perkembangan serta materi tentang Langkah Penerapan dan Waktu Subuh di Indonesia: Hasil Penelitian dan Tindak Lanjut. Tema kalender Islam global adalah tema penting karena hingga hari ini umat Islam belum mampu membuat sebuah sistem waktu yang bersifat unifikatif. Belum terealisasinya kalender yang bersifat global ini menimbulkan banyak persoalan, terutama terkait pelaksanaan ibadah. Terkait dengan waktu puasa hingga perhitungan zakat. “Tujuan kalender ini adalah untuk menepatkan jatuhnya hari-hari ibadah umat islam seperti awal Ramadhan, awal Syawal, Dzulhijah termasuk hari Arafah,” ungkapnya.

Putusan Muktamar ke-45 di Makassar tahun 2015 lalu, Majelis Tarjih memandang perlu untuk terus mengkaji dan mempromosikan konsep kalender hijriah global ini agar bisa segera direalisasikan dan diaplikasikan dalam kehidupan masyarakat. “Tugas kita sekarang mencari dan menganalisis kalender global yang seperti apa  yang paling tepat untuk diterapkan,” ujar Syamsul.

Terkait dengan kendala untuk segera mewujudkan kalender Islam global, Syamsul menyatakan banyak kendala yang dihadapi sebelum akhirnya kalender ini diakusi secara internasional sebagaimana kalender Miladiyah Greogian. “Kendalanya ada bermacam-macam. Pertama, ide kalender global itu sendiri belum meluas. Kedua, kalender global itu menghendaki penggunaan hisab sementara masih banyak masyarakat muslim yang belum bisa menerima hisab,” katanya. Oleh karena itu, Muhammadiyah terus melakukan sosialisasi, termasuk hingga ke mancanegara.

Adapun tema tentang waktu Subuh di Indonesia, merupakan sebuah respon atas kritik yang pernah diajukan oleh sebagian kalangan terkait waktu Subuh Indonesia yang konon terlalu cepat. Majelis Tarjih dalam hal ini coba mengkaji ulang waktu Subuh yang selama ini berjalan di Indonesia. Kajian ini dilakukan oleh tim yang ditunjuk oleh Majelis Tarjih PP Muhammadiyah, dan dalam forum halaqah ini tim tersebut diminta untuk memaparkan hasil kajian yang telah dilakukan. Pemaparan hasil ini disampaikan oleh perwakilan tim tersebut, yaitu Prof. Tono Saksono, PhD, Yudhiakto Pramudya, PhD dan Dr. Arwin Juli Rakhmadi Butar-Butar.

Sesi terakhir halaqah ini ditutup dengan menampung saran dan masukan dari para peserta. Di antara masukan penting itu ialah dorongan agar Muhammadiyah dan NU membentuk tim bersama untuk mengkaji kalender Islam global secara serius. Dengan kerja bersama ini diharapkan kesepakatan terkait kalender Islam global akan segera bisa terwujud. “Jika NU dan Muhammadiyah duduk bersama mencari solusi, maka semua akan ikut. Umat menunggu,” kata Dr Ing Khafid. (ribas/mttppmuh)

Exit mobile version