Hajriyanto Y. Thohari: Jangan Mengukur Keberhasilan Politik dengan Kekuasaan

Hajriyanto Y. Thohari: Jangan Mengukur Keberhasilan Politik dengan Kekuasaan

MALANG, Suara Muhammadiyah – Kondisi politik bangsa pada saat ini cenderung kurang efisien yang akhirnya memakan biaya politik yang sangat besar (high political cost). Kemudian, keadaan itu melahirkan politik uang (money politic) yang disebabkan sistem politik dengan biaya tinggi (high cost political system).

Hal tersebut diutarakan Ketua PP Muhammadiyah Hajriyanto Y. Thohari yang menyampaikan tajuk “Politik Nilai untuk Demokrasi yang Produktif” dalam Kajian Ramadhan 1439 di Universitas Muhammadiyah Malang, Sabtu (19/5). “Karena kita ingin politik yang berdasarkan demokrasi yang efektif, produktif, dan efisien,” katanya.

Menurut Hajriyanto, politik di Indonesia mempunyai persepsi yang kurang positif untuk tidak mengatakan negatif. Ia merasa prihatin dengan praktek politik yang cenderung pragmatis, perlu modal yang besar, bahkan di masyarakat muncul istilah nomor piro wani piro (NPWP). “Politik itu cuma kepentingan, jika kepentingannya sama ya bersatu, jika kepentingannya berbeda bermusuhan, yang hanya mengedepankan kepentingan pribadi,” ujarnya.

Baca juga: Haedar Nashir: Nilai Muraqabah Harus Hadir dalam Berpolitik

Selain itu, kata Hajriyanto, seharusnya ada persepsi yang positif tentang politik, dengan memandang secara proporsional, tidak memandang secara negatif tetapi juga tidak berlebih-lebihan. “Orang ini berpolitik berarti terjun di bidang kehidupan yang keras yang kadang-kadang kejam, yang dia mengorbankan pribadinya, keluarganya, waktunya, energinya untuk berjuang memikirkan bangsanya, untuk berjuang memikirkan ummatnya, itu jarang sekali,” tutur Hajriyanto.

Ia melanjutkan, meskipun ujung-ujungnya untuk kekuasaan, pada dasarnya politik itu adalah kerja kebajikan. “Kalau kita bisa melatihnya secara baik, menguasainya, mengelolanya dan kemudian bisa mengendalikannya, kekuasaan itu bisa memberikan banyak keindahan,” imbuhnya.

Menurut pandangan Islam, masih menurut Hajriyanto, orang boleh berkuasa, tetapi harus ditanya untuk apa kekuasaan tersebut, itulah salah satu politik nilai yang memandang politik sebagai panggilan, kerja kebajikan. “Karena kerja kebajikan maka jangan mengukur keberhasilan politik seseorang itu dengan dia mendapatkan kekuasaan atau tidak, ini nampak seperti idealis, tetapi politik nilai memang seperti itu,” tandasnya.

Kemudian, Hajriyanto menambahkan, nilai-nilai keislaman bahkan ke-Muhammadiyahan sangat relevan dimasukkan ke dalam politik nilai seperti kejujuran, amanah, keadilan, meletakkan kepentingan bersama diatas kepentingan pribadi dan kelompoknya. “Itu adalah nilai-nilai kebajikan yang perlu disuntikkan kepada politik, agar politik di Indonesia ini mengalami pemulihan (recovery)” pungkasnya.(rizq)

Baca juga: Generasi Millenial Menatap Pemilu Serentak 2019

Exit mobile version