YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah – Menurut data, pada akhir tahun 2017 kurang lebih ada 143 juta orang Indonesia yang mengakes internet, hampir seratus persen mengaksesnya melalui ponsel. Dalam ponsel tersebut, terdapat beragam fitur untuk mengakses dunia maya yang tidak ada batasnya, orang merasa bebas yang kemudian menimbulkan permasalahan bahkan hilangnya adab.
Hal tersebut disampaikan oleh Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara dalam Pengajian Ramadhan PP Muhammadiyah 1439 H di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Kamis (24/5). Ia menyebutkan ada yang menyalahgunakan fitur untuk mengakses dunia maya seperti media sosial, situs online, dan pesan instant (chat) untuk mencari masalah dan provokasi.
“Di dunia nyata saya berbicara ada batasnya, ada orang tua yang saya hormati, ada batas-batas macam-macam, ada etika yang harus saya acu. Tetapi begitu di dunia maya, ketika memegang ponsel dia bebas, merasa apa yang ada dipikirannya dia tuangkan semuanya,” kata Rudi.
Baca juga: Buka Pengajian Ramadhan, Haedar Nashir: Muhammadiyah Harus Melampaui Dunia Digital
Ia mencontohkan beberapa kasus yang awalnya dari dunia maya kemudian menjadi masalah di dunia nyata. Seperti di Myanmar, di mana facebook mengakui bahwa layanannya digunakan untuk memicu konflik. “Facebook juga dipakai untuk perpecahan di Sri Lanka,” tambahnya.
Sementara itu, lanjut Rudi, pada awalnya media sosial digunakan untuk silaturahmi atau bersosial, untuk mencari teman baru maupun teman lama, bahkan di Indonesia banyak orang yang kreatif menggunakannya untuk kegiatan positif, aktivitas sosial dan menjadi berkah. “Kalau terjadi di Indonesia, saya tidak ragu-ragu untuk menutup facebook, tapi bagaimana mereka yang mencari teman dan mencari berkah,” tandasnya.
Oleh karena itu, Kemenkominfo yang Ia pimpin memiliki dua tugas untuk menanggulangi permasalahan tersebut yaitu pertama adalah meningkatkan literasi dan tugas kedua membatasi akses. “Di pemerintah pembatasan akses yang dilakukan, tetapi yang utama adalah meningkatkan literasi bagaimana masyarakat Indonesia mampu memilah dan memilih kontennya yang mana,” ujarnya.
Caranya, menurut Rudi, di Muhammadiyah sebagai gudangnya ilmu membuat tulisan-tulisan untuk menyaingi konten-konten yang negatif. “Seharusnya meningkatkan literasi, bukan melakukan pemblokiran, itu yang lebih bagus, membuat diri kita tahan, membuat masyarakat Indonesia, membuat umat Islam di Indonesia itu mempunyai daya atau resisten terhadap hal-hal negatif di dunia maya,” tegasnya.
Kemudian, Rudi meminta jangan salahkan teknologinya, tetapi yang harus didik adalah orangnya agar dapat mengendalikan ponsel dan konten-kontennya. “Jangan sampai jempol kita lebih cepat dari pikiran kita,” pungkasnya.(rizq)
Baca juga: Haedar Nashir: Ibadah yang Kita Lakukan Harus Memperkaya Akhlak Menjadi Akhlakul Karimah