• Tentang SM
  • Disclaimer
  • Redaksi
  • Media Siber
  • Term & Condition
  • Privacy Policy
  • Hubungi Kami
Jumat, Desember 5, 2025
Suara Muhammadiyah
No Result
View All Result
  • Login
  • Home
  • Berita
  • Khazanah
  • Hadlarah
  • Khutbah
  • Tanya Jawab Agama
  • Wawasan
  • Humaniora
  • Home
  • Berita
  • Khazanah
  • Hadlarah
  • Khutbah
  • Tanya Jawab Agama
  • Wawasan
  • Humaniora
No Result
View All Result
suaramuhammadiyah
No Result
View All Result

Lima Dimensi Islam sebagai Agama Peradaban Menurut Haedar Nashir

Suara Muhammadiyah by Suara Muhammadiyah
8 Juni, 2018
in Berita
Reading Time: 2 mins read
A A
0
Lima Dimensi Islam sebagai Agama Peradaban Menurut Haedar Nashir
Share

YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah-Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir menyatakan bahwa Islam adalah agama yang membangun peradaban. Nilai-nilai ajaran Islam senantiasa memiliki dimensi yang luas, secara vertikal dengan Sang Pencipta dan secara horizontal dengan sesama makhluk Tuhan. Dimensi tauhid tidak hanya hablun minallah tapi juga hablun minannas.

Islam sebagai din al-hadlarah atau Islam sebagai agama peradaban ditunjukkan dalam banyak bidang keagamaan. Peradaban dimiliki oleh masyarakat yang tercerahkan, yang merupakan buah dari pendidikan. Dalam pendidikan, literasi menjadi utama. “Ayat pertama yang diturunkan kepada Nabi Muhammad adalah tentang iqra. Bukan sembarang iqra, tapi iqra bismi rabbika allazi khalaq,” tutur Haedar Nashir dalam acara diskusi publik di Masjid Kampus UGM, yang turut dihadiri oleh rektor UGM Panut Mulyono dan ketua MPR RI Zulkifli Hasan.

Baca Juga

Deni Asy’ari Tekankan Relevansinya Mengonsolidasikan Gerakan Ekonomi Berjamaah

Muhammadiyah Kritik DPR Langgar Keputusan MK

Islam sebagai agama peradaban yang dimulai oleh Nabi Muhammad di Madinah memiliki lima kunci utama. Pertama, Islam sebagai din al taghyir. Islam sebagai agama perubahan. Dengan spirit ini, Islam bukan agama yang statis dan mistis, tetapi sebagai agama yang selalu bergerak dinamis mengikuti laju zaman, sesuai dengan prinsipnya shalih likulli zaman wa makan.

Kedua, Islam sebagai din al-tanwir. Islam sebagai agama pencerahan merupakan kunci penting yang menjadikan umat Islam terbebas dari kebodohan dan keterbelakangan. “Pencerahan yang menandakan akil baligh, berpikir modern dan rasional,” kata Haedar.

Ketiga, Islam sebagai syuhada ala al-nas. Menjadi syahid atau saksi di tengah-tengah komunitas warga dunia. Untuk menjadi syuhada, maka umat Islam harus menampilkan keunggulannya. Jika tidak memiliki keunggulan, maka umat Islam tidak bisa mempersaksikan diri sesuai peran syuhada yang diperintahkan al-Qur’an.

Keempat, Islam datang untuk membangun akhlak mulia. Diutusnya Nabi Muhammad salah satu misinya adalah untuk memperbaiki akhlak manusia. Muhammad dalam menyebarluaskan misi ilahi senantiasa dibingkai dengan nilai-nilai akhlak mulia. “Allah memberi predikat kepada nabi sebagai role model atau keteladanan,” kata Haedar.

Kelima, Islam sebagai agama rahmat. “Kehadiran Islam bisa menjadi universal, kosmopolit. Menembus batas-batas teritorial,” ungkap Haedar. Rahmat merupakan dimensi penting yang menjadikan Islam bisa hidup berdampingan dengan semua komunitas warga dunia, Timur dan Barat. Dengan dimensi rahmat, setiap Muslim menampilkan cinta kasih dan kedamaian kepada sesama makhluk Tuhan, meskipun berbeda suku dan agama.

Lima dimensi tersebut, menurut Haedar harus dipahami oleh setiap Muslim. “Tidak mungkin Islam bisa menjadi peradaban alternatif jika umatnya tidak menguasai lima dimensi Islam yang menjadi kunci peradaban tadi. Syaratnya pelajari al-Qur’an, pelajari hadis. Harus kritis, tidak dogmatis,” ungkap Haedar.

Menurutnya, zaman sudah berubah. Perubahan zaman harus disertai kemampuan generasi muda muslim yang punya perspektif tafsir baru. Tafsir lama tidak cukup. “Generasi muda harus menggunakan perspektif baru. Menggunakan pendekatan bayani (tekstual), burhani (rasional), dan irfani (kekayaan ruhani),” urai Haedar.

“Dengan perspektif yang baru, Islam baru bisa menghadirkan peradaban baru. Kita harus jujur pada diri sendiri bahwa umat Islam masih tertinggal,” katanya. Kesadaran tersebut dianggap Haedar sebagai kunci untuk mendorong umat bergerak menyongsong perubahan dan tidak terlena dengan romantisme kejayaan masa lalu. Sehingga kita tidak lagi kehilangan banyak momentum.

Peradaban itu harus dibangun dengan pusat-pusat keunggulan. “Kami (Muhammadiyah) ingin berbagi dengan kekuatan Islam lain, bahwa membangun peradaban maju ke depan, harus dengan membangun pusat-pusat keunggulan. Tanpa itu, semua hanya retorika,” kata Haedar. Dalam rangka itu, Muhammadiyah terus bekerja keras membangun pilar kemajuan di seluruh pelosok nusantara, bahkan juga ke manca negara. Misalnya berupa, Muhammadiyah Boarding School di Melbourne Australia, Universitas Muhammadiyah Malaysia, dan Gedung Dakwah serta Lembaga Pendidikan Muhammadiyah di Mesir. Hal itu sebagai wujud komitmen Muhammadiyah membangun peradaban Islam yang maju dan bisa berkonstribusi bagi dunia. (ribas)

Tags: agamaHaedar NashirIslamkemajuanmuhammadiyahperadaban
Suara Muhammadiyah

Suara Muhammadiyah

Related Posts

Deni Asy’ari Tekankan Relevansinya Mengonsolidasikan Gerakan Ekonomi Berjamaah
Berita

Deni Asy’ari Tekankan Relevansinya Mengonsolidasikan Gerakan Ekonomi Berjamaah

28 September, 2024
Prof Dr Abdul Mu'ti
Berita

Muhammadiyah Kritik DPR Langgar Keputusan MK

22 Agustus, 2024
Tingkatkan Taraf Hidup Rakyat, Muhammadiyah MoU dengan BCA Syariah
Berita

Tingkatkan Taraf Hidup Rakyat, Muhammadiyah MoU dengan BCA Syariah

2 Juli, 2024
Next Post
Haedar Nashir: Jangan Ada Absolutisasi dalam Politik!

Haedar Nashir: Jangan Ada Absolutisasi dalam Politik!

Please login to join discussion
  • Kotak Pos
  • Privacy Policy
  • Disclaimer
  • Pedoman Media

© SM 2021

No Result
View All Result
  • Home
  • Berita
  • Khazanah
  • Hadlarah
  • Khutbah
  • Tanya Jawab Agama
  • Wawasan
  • Humaniora

© SM 2021

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In