YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah- Terkenal dengan julukan Negeri Beruang Merah, Rusia terus membuka kesempatan yang lebar bagi mahasiswa Indonesia untuk menjadikan negara tersebut sebagai destinasi studi bagi mereka. Hal tersebut dipaparkan oleh Duta Besar RI untuk Rusia dan Republik Belarus Muhammad Wahid Supriyadi dalam kunjungannya ke Universitas Ahmad Dahlan (UAD) Jum’at (29/6) di ruang sidang kampus lantai 10 kampus terpadu UAD.
Menurutnya, kini Rusia telah mencanangkan sejumlah perguruan tingginya ke dalam 100 university world ranking. Hingga saat ini, Pusat Kebudayaan Rusia secara rutin telah memberikan beasiswa kepada mahasiswa Indonesia untuk bisa melanjutkan studi ke Rusia. Kurang lebih, setiap tahunnya ada 160 penerima beasiswa dan diharapkan akan terus meningkat. UAD sendiri beberapa waktu lalu telah melakukan penjajakan kerjasama dengan salah satu universitas di Rusia yaitu People’s Friendship University.
“Kami terus meminta agar bisa meningkatkan jumlah penerima beasiswa setiap tahunnya,” ungkap Wahid di acara Sosialisasi Pendidikan di Rusia di UAD.
Rusia menurut Wahid, sangat membuka diri terhadap keberadaan mahasiswa Indonesia di negara tersebut. Tak heran, jika ditilik kembali, Indonesia memang memiliki histori kedekatan dan jallinan pertemanan yang apik dengan Rusia khususnya dimulai sejak era Presiden Soekarno.
“Presiden Soekarno punya peran yang besar dalam menginisiasi berdirinya People’s Friendship University di Rusia. Banyak perguruan tinggi yang menanti kedatangan mahasiswa Indonesia. Indonesia dianggap sebagai negara yang ekstrovert dan punya pertemanan yang baik dengan Rusia,” imbuhnya.
Biaya hidup termasuk biaya pendidikan di Rusia sendiri terang Wahid, tergolong rendah dibandingkan negara-negara lain salah satunya Australia. Kurang lebih untuk jurusan teknik ataupun kedokteran pertahunnya mahasiswa hanya harus merogoh kocek sebesar 1500 hingga 2000 USD.
“Salah satu keunggulan perguruan tinggi Rusia adalah di bidang teknologi. Meskipun demikian, biaya pendidikan dan hidup di Rusia masih tergolong rendah. Sebut saja dibandingkan dengan Australia,” katanya.
Alasan lain mengapa mahasiswa Indonesia harus menjajal studi di Rusia adalah karena hubungan yang erat antara sektor industri dan perguruan tinggi. “Sehingga hasil penelitian di perguruan tinggi bisa diaplikasikan di sektor industri.”
Wahid berpesan kepada UAD bahwa MoU yang telah dihasilkan jangan hanya sekedar MoU belaka, namun harapannya, UAD mampu memanfaatkan kesempatan itu untuk mengekplorasi kerjasama yang lebih luas lagi dengan sejumlah universitas di Rusia. “Hubungan ke depan di berbagai bidang dengan Rusia sangat prospektif. Bukan hanya perguruan tinggi negeri saja yang berkesempatan untuk bekerjasama dengan perguruan tinggi di Rusia, perguruan tinggi swasta juga berpeluang.”
Mengenai sejumlah kekhawatiran terkait kehidupan sosial di Rusia, menurut Wahid selama ini kebanyakan meresahkan keberadaan penganut komunisme di negara tersebut. Di samping itu, sebagian juga meresahkan terkait perlakuan tak menyenangkan yang mungkin terjadi kepada umat Muslim. Namun Wahid menampik hal tersebut. Menurutnya, praktik komunisme seperti yang dibayangkan selama ini bukan lagi menjadi persoalan yang perlu diresahkan di Rusia. Terlebih di negara tersebut, umat Muslim dan penganut ortodoks ataupun agama lainnya hidup berdampingan dengan damai. “Komunisme di Rusia saat ini tinggal hantu saja. Umat Muslim pun sangat akrab dengan penganut agama lain di Rusia khususnya ortodoks.”
Sedangkan Rektor UAD Kasiyarno menggarisbawahi bahwa kerjasama yang dijalin dengan People’s Friendship University akan direalisasikan dengan program pertukaran dosen, penelitian bersama, juga publikasi. Hingga saat ini, kerjasama antara dua belah pihak masih berfokus kepada prodi-prodi di bidang kesehatan seperti Farmasi, Kesehatan Masyarakat, juga Kedokteran. “Nanti insyaAlah akan ada 5 delegasi dari universitas terkait yang akan belajar Pendidikan Islam untuk jenjang Magister di UAD. Kapanpun mereka siap mengirimkan, kita siap menerima mereka,” tandas Kasiyarno. (Th)