JAKARTA, Suara Muhammadiyah-Menghadapi musim pesta demokrasi, kampanye politik kerap muncul di berbagai tempat. Bahkan kadang juga hadir di ruang yang sakral semisal rumah ibadah. Fenomena ini tentu mengusik kenyamanan dan kesejukan dalam menjalankan pengabdian kepada Allah, bahkan juga mengganggu kedamaian dan keharmonisan para hamba yang ingin beribadah.
Menanggapi fenomena itu, Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir menegaskan bahwa Muhammadiyah menolak segala bentuk politisasi masjid. “Muhammadiyah paling depan sejak dulu mengajak masyarakat termasuk warga Muhammadiyah tidak jadikan masjid sebagai pusat politik praktis dan politisasi,” kata Haedar Nashir di Gedung Pusat Dakwah Muhammadiyah, Menteng, Jakarta Pusat, pada Kamis, 5 Juli 2018, usai bertemu Wakapolri dan sekaligus Wakil Ketua Dewan Masjid Indonesia Komjen Syafruddin.
Menurut Haedar, politisasi masjid atau penggunakan masjid untuk kepentingan politik praktis akan membuat suasana yang tidak nyaman dan merusak keharmonisan umat. Sebagai ruang publik, masjid memang merupakan tempat yang diperuntukan bagi masyarakat luas, namun pada tahun politik ini tidak seharusnya masjid digunakan sebagai sarana kepentingan politik.
“Biarpun masjid itu wahana semua orang dengan keragamannya tapi ketika menyangkut politik praktis, kan pilihan politik kategoris. Ada ajakan untuk tidak pilih ini dan pilih itu,” kata Haedar. Persoalan ini dikhawatirkan membuat polarisasi di masyarakat.
Oleh karena itu, Haedar mengimbau agar masjid tidak dijadikan tempat politisasi kepentingan politik. Sebaliknya, masjid harus bisa menjadi pusat pencerdasan, pendewasaan dan pendidikan politik. Dalam hal ini, masjid menjadi pusat penanaman nilai-nilai moral. “Jadikan masjid sebagai pusat pencerdasan, pendewasaan dan pendidikan politik,” tukas Haedar.
Peranan masjid sebagai pusat pendewasaan umat ini menjadi penting dan relevan. “Dari masjid inilah pendidikan politik berjalan. Tapi politik yang mencerdaskan, politik moral dan bukan pada pilihan-pilihan politik,” ungkapnya. Bahkan, kata Haedar, masjid bisa menjadi institusi untuk pemberdayaan dan pusat ekonomi, pendidikan, kebudayaan yang pada akhirnya akan memajukan umat dan bangsa.
Haedar mengingatkan, pengetahuan dan pemahaman masyarakat tentang politik tetap harus diberikan dan masjid bisa menjadi salah satu saranya. “Juga penting agar warga masyarakat yang tidak tahu, jadi melek politik dan sadar politik. Nah, dari masjid inilah pusat pendidikan politik berjalan, politik yang mencerdaskan, bukan pilihan politik praktis,” tutur Haedar Nashir. (ribas)
Baca juga :
Bupati Sleman: Masjid Bukan Hanya Untuk Shalat
Bedakan Politik Islam dan Islam Politik
Reaktualisasi Etika Politik Islam dalam Konteks Muhammadiyah
Haedar Nashir: Jaga Muhammadiyah di Tahun Politik
Haedar Nashir: Kontestasi Politik Harus dalam Koridor Konstitusi