Memahami Perasaan Jamaah

Memahami Perasaan Jamaah

Mustofa W Hasyim membacakan Puisi pada 13 Juli 2018

Takmir masjid, imam masjid, dan muadzin yang dapat memahami perasaan jamaah memiliki kemungkinan berhasil dalam menggerakkan jamaah. Takmir masjid yang rendah hati dan senantiasa menyadari bahwa menjadi takmir itu amanat dari jamaah akan cenderung mengutamakan kepentingan jamaahnya ketimbang kepentingan diri sendiri dan kepentingan keluarganya.

Takmir yang seperti ini akan selalu menyadari bahwa dirinya itu sesungguhnya juga merupakan bagian dari jamaah dan bekerja untuk jamaah. Sebagai bagian dari jamaah, dia selalu memelihara komunikasi, termasuk komunikasi dari hati ke hati dengan jamaah lain. Dengan demikian, ketika jamaah mengalami kelesuan dalam shalat berjamaah karena sedang ada beban batin misalnya, takmir dapat ikut mengurangi beban batin jamaah dengan menyelenggarkan pengajian untuk memperkuat hati jamaah. Atau dengan mengajak jamaah masjidnya untuk melakukan tour, berwisata. Tentu berwisata yang tidak hanya sekadar senang-senang.

Ada jamaah pengajian Muhammadiyah yang merasa jenuh dengan suasana kampung atau desanya. Takmir masjid bersama pimpinan Muhammadiyah setempat kemudian mengajak jamaah bersama keluarganya berwisata ke sebuah tempat. Di tempat itu mereka menimba ilmu, menimba pengalaman dan merasakan syusasana perjuangan KHA Dahlan ketika memulai perjuangannya mendirikan dan mengembabgkan Persyarikaatn . Mereka mengelilingi kampong Kauman Yogyakarta, lalu ke kampong Karangkajen, dan berziarah ke makam KHA Dahlan. Tentu ini perziarahan model Muhamamdiyah. Yang berziarah tidak meminta-minta kepada yang dimakamkan dsiitu, mereka mendoakan yang telah almarhum agar diberi kemuliaan di alam akhirat nanti, diampuni dosanya dan dilipatkan handakan pahalanya. Disitu mereka juga menyaksikan sendiri bagaimana para pimpinan Persyarakqtan dimakamkan secara sederhana, makamnya biasa dan tidak dkeramatkan. Mereka dimakamkan sebagaimana manusia biasa,

Yang jelas, setelah mendengar bagaimana perjuangan KHA Dahlan bersama para sahabat dan keluarganya waktu mendirikan dan mengembangkan Muhammadiyah semangat untuk bermuhamadiyahpun makin bangkit. Mereka melihat sendiri bagaimana ketika hidup KHA Dahlan menjalani hidupnya dengan cara sederhana, dan ketika dimakamkan juga dimakamkan secara sederhana. Akan tetapi jejak pemikirannya dan jejak amal dan perjuangannya begitu mendalam dan mampu mempengrauhi masyarakat sekitarnya. Bahkan Muhammadiyah kemudian berkembang pesat untuk ikut mengembangkan dan menyelamatkan bangsa dan Negara Indonesia.

Takmir masjid yang mampu berbuat sekreatif ini disukai jamaahnya. Mereka mengenalkan jenedela pengetahuan lewat wisata dan mengenalkan gerbang pengetahuan lewat pengalaman langsung dan membaca buku-buku, yang dibeli selama perjalanan wisata ke kota buku dan kota pendidikan itu.

Imam masjid yang memahami jamaahnya pun hampir dipastikan akan popular di kalangan jamaah. Kehadirannya di masjid ditunggu oleh jamaah. Baik ketika dia menjadi imam pada shalat wajib, atau ketika dia berkhutbah dan memberi pengajian di masjid. Bahkan ketika bertemu untuk ngobrol pun ditunggu jamaahnya. Sebab sehabis ketemu imam masjid yang demikian, jamaah terksan oleh sikapnya dan keterbukaannya. Jaamah tidak sungkan untuk mencurahkan isui hati atau menyam;aikan keluhannya. Sedapat mugnkin imam masjid memberikan nasehat, saran, bantuan untuk memecahkan masalah jamaah. Biasanya, dengan melihat dan merasakan bagaimaan tekun, ramah dan sabarnya imam masjid mendengarkan jamaah yang curhat atau menyampaikan keluhan, maka sebagian besar beban batin jamaah sudah berkurang.

Meski demikian, jamaah pun diharap bertindak adil, dan menjaga perasaan takmir dan imam masjidnya. Jamaah masjid tidak selayaknya untuk berbuat sesuka hati dan menuntut macam-macam yang tidak akan mungkin dipenuhi oleh takmir dan imam masjid. Jamaah masjid pun hendaknya tahu kalau takmir dan imam masidnya kadang juga mengalami kerepotan dalam hal kehidupan pribadi dan keluarganya.

Pada saat yang demikian, giliran jamaah yang bertindak untuk menolong dan mengurangi beban mereka, tanpa dimaksudnya untuk mencampuri urusannya. Paling tidak, jamaah berlaku simpatik dan tidak menambah beban takmir dan imam masjidnya. Inilah yang dalam bahasa Jawa dimaksudnya dengan istilah among roso, saling menjaga perasaan. Ini menjadi dasar atau fondasi terjalinnya ukhuwah yang kuat di mana saja. (Mustofa W Hasyim).


Tulisan ini pernah dimuat di rubrik Bina Jamaah Majalah Suara Muhammadiyah edisi Nomor 5 tahun 2014

Exit mobile version