Kekeringan Spiritual dan Persemaian Paham Radikal

Kekeringan Spiritual dan Persemaian Paham Radikal

Judul               : Agama, Antara Kesalehan Diri dan Legitimasi Sosial

Penulis             : Deni al Asy’ari

Penerbit           : Suara Muhammadiyah

Cetakan I        : Juni 2018

Tebal & ukuran : xviii + 140 hlm & 14 x 21 cm

 

Kekeringan spiritual generasi muda berlatar abangan bertemu dengan corak keagamaan skriptualis kerap menampilkan wajah Islam yang kaku. Demikian antara lain temuan penting dalam buku yang diadaptasi dari karya tesis penulisnya di Pascasarjana Universitas Gajah Mada Yogyakarta.

Buku ini menemukan fakta unik. Para mahasiswa yang seharusnya berpikir secara rasional, terbuka, dinamis, progresif, kritis, sikap optimis serta toleran sebagaimana karakter dan sifat kepemudaan yang dimilikinya, secara faktual mereka justru menjadi konservatif, skripturalis, ekslusif, dan radikal dalam paham keagamaan (hlm. 3). Kelompok radikal menjadikan kampus sebagai basis gerakan perkaderan. Kampus sebagai institusi ilmiah dan tempatnya para pemikir dan para ilmuan akan jauh diterima oleh publik tentang pendapat dan pandangannya dibanding kelompok sosial lainnya (hlm. 44).

Radikal dalam paham ini dimaksudkan sebagai upaya untuk melakukan perubahan secara fundamental, mengganti segenap tatanan sosial kehidupan bermasyarakat dengan sistem Islam secara kaffah. Berusaha untuk kembali kepada sistem, pola hidup dan keseharian Nabi Muhammad dan para sahabat (hlm. 12). Mereka mengaktualkan kembali cara hidup Muhammad yang berdimensi simbol (semisal jenggot, pakaian di atas mata kaki, jubah, siwak, bekam), dan kadang meninggalkan cita hidup Muhammad berupa sunnah untuk memajukan dan mencerahkan peradaban menuju khairu ummah.

Munculnya gerakan radikal sangat berkaitan dengan cara pandang kelompok ini yang cenderung menggunakan pendekatan tekstual dan legal-formal dalam melihat dan melakukan pendekatan terhadap ajaran-ajaran Islam untuk diaktualisasikan dalam kehidupan (hlm. 50). Fakta di balik lahirnya sebuah teks tidak terlepas dari beragam dinamika dan dialektika sosial-budaya. Kelompok ini juga mengabaikan proses transformasi dan transmisi teks dari masa Nabi Muhammad hingga hari ini. Dalam proses tersebut, teks dipahami dengan beragam tafsir setelah menyerap lingkup yang melatarinya.

Kelompok ini menjadikan teks keagamaan semata sebagai kitab hukum yang serba oposisi biner, benar-salah. Melupakan dimensi baik-buruk, pantas-tidak pantas. Dan lupa menjadikan teks suci sebagai sumber moral dan nilai yang mendorong etos sosial, keilmuan, kemajuan, etos kemanusiaan, dan seterusnya. Pemahaman parsial terhadap pesan teks akan melahirkan wajah Islam yang kaku dan keras.

Pemahaman parsial menjadi bermasalah ketika dihadapkan dengan nilai-nilai pokok dan mendasar dari ajaran Islam. Misi utama al-Qur’an mengandung nilai-nilai universal semisal tauhid, takwa, akhlak, kasih sayang, kesetaraan, keadilan, kebaikan, kedamaian. Nilai dasar inilah yang menaungi segenap pohon agama. Islam adalah kesatuan keyakinan, ajaran, dan nilai yang menyeluruh, memuat nilai-nilai dan ajaran moral bagi kehidupan.

Kajian yang melampaui teks kerap diabaikan oleh anak-anak muda yang belajar agama atas kebutuhan praktis memenuhi dahaga jiwa yang kosong dan mengalami chaos. Sementara itu, melalui masjid-masjid kampus, perkantoran dan perumahan, gerakan yang cenderung radikal ini melakukan pembinaan dan perkaderan. Berwujud aktivitas tarbiyah, liqa, halaqah, usrah, dan belakangan juga melalui komunitas kos-kosan. Metode dakwah kekinian ini kadang belum mampu digarap dengan maksimal oleh gerakan Islam moderat semisal Muhammadiyah dan NU. (Muhammad Ridha Basri)

Exit mobile version