Oleh: Dr H Haedar Nashir, M.Si.
Muhammadiyah saat ini menghadapi berbagai isu, peristiwa, dan keadaan yang semakin kompleks dalam kehidupan umat dan bangsa. Dari masalah-masalah yang sehari-hari sampai persoalan bangsa yang lebih luas dan krusial sungguh mekar dan memerlukan pandangan serta sikap yang seksama. Artinya dalam menggadapi berbagai situasi yang aktual tersebut tidak boleh sembarangan dan reaksioner karena dampaknya luas baik bagi Muhammadiyah sendiri maupun bagi kehidupan umat dan bangsa.
Muhammadiyah bukan organisasi Islam yang kecil sehingga tidak dapat berpandangan, bersikap, dan bertindak secara serampangan. Pertimbangan maslahat dan mudharat, baik dan buruk, serta dampak positif maupun negatifnya dari langkah yang diambil Muhammadiyah mesti menjadi faktor penting. Selain itu kedudukan Muhammadiyah sebagai organisasi dakwah yang tidak sama dengan partai politik maupun Lembaga Swadaya Masyarakat juga tidak kalah pentingnya menjadi pertimbangan dalam mengambil langkah.
Muhammadiyah juga memerlukan peta pemikiran dan orientasi strategi dalam berpandangan dan mengambil langkah menghadapi isu dan masalah situasi keumatan dan kebangsaan. Lebih khusus lagi Muhammadiyah itu sebuah organisasi yang sistemnya telah berjalan baik, sehingga memerlukan musyawarah dan bingkai organisasi dalam menentukan pandangan dan langkah, sehingga tidak dapat berjalan semaunya berdasarkan kehendak atau selera orang perorang.
Gerakan Pencerahan
Muhammadiyah pada abad kedua berkomitmen kuat untuk melakukan gerakan pencerahan. Dalam Pernyataan Pikiran Muhammadiyah Abad Kedua tahun 2010 dinyatakan, bahwa gerakan pencerahan (tanwir) merupakan praksis Islam yang berkemajuan untuk membebaskan, memberdayakan, dan memajukan kehidupan. Gerakan pencerahan dihadirkan untuk memberikan jawaban atas problem-problem kemanusiaan berupa kemiskinan, kebodohan, ketertinggalan, dan persoalan-persoalan lainnya yang bercorak struktural dan kultural. Gerakan pencerahan menampilkan Islam untuk menjawab masalah kekeringan ruhani, krisis moral, kekerasan, terorisme, konflik, korupsi, kerusakan ekologis, dan bentuk-bentuk kejahatan kemanusiaan. Gerakan pencerahan berkomitmen untuk mengembangkan relasi sosial yang berkeadilan tanpa diskriminasi, memuliakan martabat manusia laki-laki dan perempuan, menjunjung tinggi toleransi dan kemajemukan, dan membangun pranata sosial yang utama.
Dengan gerakan pencerahan, Muhammadiyah terus bergerak dalam mengemban misi dakwah dan tajdid untuk menghadirkan Islam sebagai ajaran yang mengembangkan sikap tengahan (wasithiyah), membangun perdamaian, menghargai kemajemukan, menghormati harkat martabat kemanusiaan laki-laki maupun perempuan, mencerdaskan kehidupan bangsa, menjunjung tinggi akhlak mulia, dan memajukan kehidupan umat manusia. Komitmen Muhammadiyah tersebut menunjukkan karakter gerakan Islam yang dinamis dan progresif dalam menjawab tantangan zaman, tanpa harus kehilangan identitas dan rujukan Islam yang autentik.
Muhammadiyah dalam melakukan gerakan pencerahan berikhtiar mengembangkan strategi dari revitalisasi (penguatan kembali) ke transformasi (perubahan dinamis) untuk melahirkan amal usaha dan aksi-aksi sosial kemasyarakatan yang memihak kaum dhu’afa dan mustadh’afin serta memperkuat civil society (masyarakat madani) bagi kemajuan dan kesejahteraan bangsa. Dalam pengembangan pemikiran, Muhammadiyah berpijak pada koridor tajdid yang bersifat purifikasi dan dinamisasi, serta mengembangkan orientasi praksis untuk pemecahan masalah kehidupan. Muhammadiyah mengembangkan pendidikan sebagai strategi dan ruang kebudayaan bagi pengembangan potensi dan akal-budi manusia secara utuh. Sementara pembinaan keagamaan semakin dikembangkan pada pengayaan nilai-nilai aqidah, ibadah, akhlak, dan mu’amalat-duniawiyah yang membangun keshalehan individu dan sosial yang melahirkan tatanan sosial baru yang lebih relijius dan humanistik.
Dalam gerakan pencerahan, Muhammadiyah memaknai dan mengaktualisasikan jihad sebagai ikhtiar mengerahkan segala kemampuan (badlul-juhdi) untuk mewujudkan kehidupan seluruh umat manusia yang maju, adil, makmur, bermartabat, dan berdaulat. Jihad dalam pandangan Muhammadiyah bukanlah perjuangan dengan kekerasan, konflik, dan permusuhan. Umat Islam dalam berhadapan dengan berbagai permasalahan dan tantangan kehidupan yang kompleks dituntut untuk melakukan perubahan strategi dari perjuangan melawan sesuatu (al-jihad li-al-muaradhah) kepada perjuangan menghadapi sesuatu (al-jihad li-al-muwajahah) dalam wujud memberikan jawaban-jawaban alternatif yang terbaik untuk mewujudkan kehidupan yang lebih utama.
Istiqamah Berkhittah
Muhammadiyah sejatinya merupakan gerakan dakwah non-politik praktis. Politik dan kekuasaan itu penting, tetapi Muhammadiyah sesuai Khittah dan Kepribadiannya memiliki cara sendiri melalui pendekatan high-politics dalam memerankan politik-kebangsaan sebagai organisasi dakwah kemasyarakatan. Sedangkan ranah politik-praktis atau low-politics biarlah menjadi area perjuangan partai politik.
Politik praktis itu ialah langkah-langkah perjuangan merebut kekuasan di pemerintahan yang secara langsung dijalankan oleh partai politik, dalam ilmu politik sering juga disebut real-politics atau politik yang nyata sebagai lawan dari politik teoritk. Muhammadiyah tidak perlu dan jangan mengambil jalan yang memang kaplingnya parpol. Jika bertukar tempat dan peran malah bisa kacau dunia perpolitikan Indonesia.
Sikap non-politik praktis itu bukan alergi atau tabu politik, apalagi menegasikan dan memandang buruk politik. Tetapi sebagai sikap proporsional dan pembagian tugas. Khittah Muhammadiyah menggariskan demikian dan hingga saat ini masih berlaku serta mengikat seluruh anggota dan institusi Muhammadiyah. Muktamar ke-47 di Makassar 2015 bahkan menegaskan ulang agar Khittah menjadi pegangan dalam berbangsa dan bernegara.
Muhammadiyah harus menjaga eksistensi gerakannya sebagaimana awal didirikan oleh Kiai Ahmad Dahlan selaku organisasi dakwah, sedangkan perjuangan politik waktu itu diperankan Sarekat Islam. Itu namanya pembagian kerja yang bersifat taktis dan strategis. Kini tugas politik keumatan tentu menjadi fungsi partai-partai politik Islam atau yang berbasis kekuatan Islam.
Muhammadiyah telah teruji oleh sejarah lebih satu abad lamanya. Mereka yang memimpin Muhammadiyah datang dan pergi, tapi Persyarikatan ini tetap eksis sebagai Gerakan Islam yang menyebarluaskan misi dakwah dan tajdid. Kepercayaan masyarakat dan pemerintah juga tetap baik dan positif terhadap Muhammadiyah.
Meski saat ini terutama pasca reformasi berdiri banyak organisasi baru yang boleh jadi secara sesaat memikat, namun Muhammadiyah dan organisasi Islam yang berdiri sejak awal jauh sebelum Indonesia merdeka, tetap memiliki tempat khusus dan terpercaya di masyarakat luas.
Kenapa Muhammadiyah mampu bertahan dan insya Allah akan tetap mampu melangsungkan pergerakannya di negeri ini? Antara lain karena dengan Khittah dan Kepribadiannya, Muhammadiyah dan para pimpinan maupun warganya memiliki martabat berkarakter dakwah yang tetap dijaga dengan baik. Sehingga daya jelajahnya luas dan fleksibel, dengan tetap istiqamah pada prinsip-prinsip gerakannya.
Muhammadiyah tidak pernah mengorbankan prinsip demi kepentingan sesaat, apakah itu kedudukan atau kekayaan serta pesona duniawi lainnya. Dunia kekuasaan penting, tetapi jangan menerabas. Muhammadiyah senantiasa memegang prinsip yang rujukannya Al-Qur’an dan Sunnah Nabi yang maqbulah, serta ideologi yang menjadi pedoman pergerakannya. Muhammadiyah tidak ingin melunturkan diri dalam euforia reformasi yang demi mengejar tahta dan harta malah banyak pihak menjadi serba pragmatis.
Karenanya diminta kepada seluruh jajaran Muhammadiyah di seluruh tanah air, tetap beristiqamah memposisikan dan memerankan diri sebagai gerakan atau organisasi dakwah dengan alam pikiran, sikap, dan pola tindak dakwah. Bersilaturahim, berkomunikasi, dan menjalin kerjasama dengan pihak manapun sesuai Prinsip Khittah dan Kepribadian Muhammadiyah secara cerdas dan bermartabat.
Jangan geser Muhammadiyah dari posisi dan perannya sebagai gerakan dakwah. Berdakwah amar ma’ruf dan nahi munkar pun dengan garis dan cara Muhammadiyah, bukan dengan pendekatan partai politik atau cara-cara politik praktis. Biarlah dan kita dorong cara-cara politik-praktis ditunaikan oleh partai-partai politik yang memang tugas utamanya melakukan power-struggle. Partai politik pun tentu harus bermartabat, jangan menerabas demi kuasa dan harta.
Muhammadiyah dan partai politik bisa bekerjasama sesuai posisi dan perannya untuk membangun kemajuan umat dan bangsa. Satu sama lain tidak perlu diperhimpitkan atau sebaliknya dipertentangkan. Masing-masing memiliki maqom-nya sendiri yang sama-sama penting, mulia, strategis. Tapi Muhammadiyah tetap pada Khittah atau garis perjuangannya di jalur dakwah kemasyarakatan yang sama pentingnya dengan perjuangan politik praktis yang dijalankan partai politik. Bagi para aktivis partai gunakan perjuangan politik kekuasaan itu sepenuhnya melalui partainya masing-masing, jangan menggunakan kendaraan Muhammadiyah!