YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah– Maraknya berita palsu (hoax) yang beredar lewat sosial media akhir-akhir ini memang sudah sangat meresahkan. Publik kualahan memilah dan memilih antara yang nyata dan opini sehingga yang benar dan yang palsu menjadi simpang siur tak karuan. “Karenanya media harus menegakkan fungsi pencerahan,” seru Bagir Manan Mantan, Ketua Dewan Pers dalam seminar bertajuk Bakti Untuk Negeri yang diselenggarakan oleh Dewan Pers di Yogyakarta, Senin (20/8).
Menurut Bagir, syarat pokok sebuah informasi yang bagus (baik) adalah akurat (dapat dipertanggungjawabkan) dan mencerahkan. Dengan kata lain fungsi pencerahan harus melekat dan disadari oleh semua penggiat media agar masyarakat tidak tersesatkan oleh berita Hoax. “Inilah pers sebagai instrument atau institusi sosial,” jelasnya.
Ia berkesimpulan bahwa maraknya berita bohong adalah buah dari lahirnya zaman kebebasan yang didorong kuat oleh kecanggihan era digital. “Reformasi adalah pintu kebebasan, tapi hal itu makin tidak terbendung dengan lahirnya era media sosial yang siapapun memiliki kesempatan yang sama untuk memproduksi informasi dan mnyebarkannya tanpa diimbangi oleh intelektualitas,” terang Bagir.
Kebalikan dari pers sebagai instrument sosial, lanjutnya, ialah pers sebagai instrument individu yang dasarnya adalah untuk kepuasan pribadi maupun kelompok. Padahal, katanya, pers atau media itu bagai mata dan telinga masyarakat yang seharusnya menjadi alat pengendali atau penjaga menuju cita-cita bersama.
“Bukan instansi pers sendirilah yang justru memproduksi Hoax, tapi pers harus konsen pada isu kesejahteraan dan keadilan, sebagai cita-cita bersama. Itulah pers yang bermartabat,” tandas Bagir.
Hal serupa juga disampaikan oleh Arie Sujito Dosen Universitas Gadjah Mada pada forum seminar tersebut. Menurutnya, fungsi pencerahan adalah peran media yang mampu menjadi penawar atas kekeruhan di masyarakat. “Misi besar pencerahan ini adalah tugas besar dan butuh waktu panjang,” ucapnya. (gsh).