SLEMAN, Suara Muhammadiyah-Menempatkan difabel sebagai obyek dari kegiatan sosial masyarakat sudah harus mulai diubah. Karena secara tidak sadar hal itu menjadi sebab pembenaran tindakan diskriminatif terhadap mereka. Seharusnya, difabel diposisikan sebagaimana manusia pada umumnya yang punya potensi untuk berperan secara luas dan mandiri. Berangkat dari pemahaman tersebut, Majelis Pemberdayaan Masyarakat (MPM) PP Muhammadiyah menyelengarakan qurban bersama kelompok dampingan khusus difabel.
Pada Rabu, 23 Agustus 2018, bertempat di Mushola al-Fallah, Kanoman, Gamping, Sleman, kelompok dampingan MPM PP Muhammadiyah, Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Bangun Akses Kemandirian (BANK) Difabel Ngaglik dan kelompok Gala Difabel Gamping (GADING) menyelenggarakan qurban bersama. Terselengaranya acara ini merupakan upaya dari MPM PP untuk menciptakan pola relasi sosial yang inklusi bagi setiap masyarakat. Seperti yang disampaikan oleh Ahmad Ma’ruf, wakil ketua MPM PP Muhammadiyah. “Selain memperkuat tali silaturahim dan persaudaraan, diselengarakannya potong hewan qurban bersama difabel bertujuan untuk menempatkan difabel bukan hanya sebagai obyek dari masyarakat, tetapi juga sebagai subyek,” ungkapnya.
Momen Hari Raya Idul Adha pada tahun ini juga dimanfaatkan sebagai upaya untuk memperkenalkan masyarakat inklusi, bukan hanya lingkungannya melainkan juga relasi sosialnya. Dalam kegiatan ini difabel tidak hanya berpangku tangan, tetapi mereka benar-benar turut aktif dalam terselengaranya acara potong hewan qurban. “Mereka (difabel) memang sebagai pelaku dari acara ini, mulai dari pengalangan hewan qurban, pengambilan, sampai hal-hal teknis dilapangan. Akan tetapi memang ada beberapa hal yang kita tetap perlu melibatkan orang luar,” imbuh Ma’ruf.
Acara yang bertema ‘Kemuliaan Qurban Bersama Difabel’ berhasil menyembelih kurang lebih 27 ekor kambing dan 1 ekor sapi. Hewan qurban tersebut didapatkan dari beberapa pihak yang memiliki kemampuan untuk berqurban. Daging hasil pemotongan kemudian dibagikan kepada 300 lebih Kepala Keluarga yang berhak menerima, didalamnya termasuk keluarga difabel dan tim pembantu acara tersebut.
Diharapkan ke depan, pandangan dan perilaku masyarakat kepada kelompok-kelompok difabel bisa berubah, pandangan tersebut diharapkan bisa menipiskan perbedaan di antara masyarakat. Ma’ruf juga berpesan bahwa sudah bukan saatnya fisik yang menjadi tolak ukur penilian terhadap manusia, “Karena Allah menerangkan yang menjadi pembeda diantara manusia hanya ketaqwaan.” (A’n/ribas)