YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah-Sesuai dengan bentang alam, Indonesia harus menerima kodrat menjadi negara yang paling rawan terhadap bencana di dunia berdasar data yang dikeluarkan oleh Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Strategi Internasional Pengurangan Risiko Bencana (UN-ISDR).
Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir menyatakan bahwa Indonesia sudah seharusnya meningkatkan mitigasi bencana. “Dalam menyikapi bencana, masyarakat harus memiliki keilmuan dan pengetahuan yang cukup untuk meminimalisir dampak bencana,” tuturnya.
Haedar mengingatkan untuk tidak melakukan penghakiman, bahwa semua bencana dikarenakan oleh sebab maksiat. Hal itu justru sangat melukai perasaan para korban yang terkena dampak bencana. “Fenomena gempa bumi yang terjadi di berbagai belahan daerah Indonesia, tidak harus ditanggapi dengan pemahaman bahwa penyebab mutlak karena ulah kemaksiatan manusia,” ungkapnya.
Maksiat tidak bisa dijadikan sebagai satu-satunya penyebab bencana. Menurut Haedar, ada dua penyebab fenomena alam itu, pertama, memang karena keadaan alam yang mengharuskan terjadinya pergerakan yang tidak seperti biasanya. Kedua, karena perbuatan manusia. Namun demikian, kedua-duanya tidak terlepas dari sunnatullah.
Terkait dengan runtutan bencana alam yang terjadi, kata Haedar, harusnya menjadi momentum untuk menumbuhkan empati, kebersatuan dan kepekaan atas dasar kemanusiaan. “Bukan melakukan penghakiman sepihak, mengeluarkan statement yang semakin membuat gaduh. Dengan menyimpulkan sebab tunggal dari bencana yang terjadi adalah dari kemaksiatan manusia di daerah yang terdampak bencana tersebut,” katanya.
Oleh karena itu, Indonesia sebagai negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia, sudah semestinya memiliki panduan kebencanaan dalam perspektif Islam. Dalam hal ini, Muhammadiyah telah merumuskan Fikih Kebencanaan. “Sebagai negara yang mayoritas penduduknya adalah muslim, maka diperlukan adanya panduan kebencanaan, maka Muhammadiyah melalui Majelis Tarjih telah merumuskan fikih kebencanaan,” pungkas Haedar Nashir.
Panduan Fikih Kebencanaan itu memberi perspektif bahwa bencana juga bagian dari kasih sayang Allah. Ketika terjadi bencana, manusia harus menerima dengan ridha disertai upaya untuk bangkit kembali. Manusia memang tidak mampu menolak takdir bencana, tetapi bisa untuk meminimalisir dampaknya. Dengan bekal pengetahuan, manusia bisa melakukan mitigasi dan meningkatkan kesiapsiagaan menghadapi bencana. (ribas)
Baca juga:
Kita Diuji Bencana, Malah Sibuk Menafsir Bencana
Majelis Tabligh: Husnudhann Terhadap Peristiwa Alam dan Kebencanaan