YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah-Di berbagai akun media sosial, sempat tersebar pesan berantai yang diklaim berasal dari pendiri Persyarikatan Muhammadiyah Kiai Haji Ahmad Dahlan. Pesannya berisi kutipan Kiai Ahmad Dahlan yang seolah mengaitkan bencana alam oleh sebab dosa para pemimpin semata.
Sebaran yang diawali tulisan “PESAN KH. AHMAD DAHLAN 1 ABAD YANG LALU” tersebut menyatakan, “Perhatikanlah alam dan bangsamu, jika disuatu bangsa yang beriman, mereka mengaku sebagai pemimpin yang baik, namun jika terjadi kerusakan akibat bencana alam yang berturut-turut, maka itu pertanda rusak pemimpin mu. Jika rusak pemimpin mu maka rusaklah tatanan masyarakat mu, mereka saling memfitnah, saling menghujat, saling mencela tak bisa terhindarkan, di saat itu Allah memberi peringatan bagimu dengan berupa musibah yang tiada henti.”
Pesan itu kemudian dikaitkan dengan kondisi dan situasi kebangsaan hari ini. Masyarakat yang rusak sebagaimana pesan Kiai Dahlan itu dianggap terjadi pada saat ini karena ada banyak berita hoax yang saling memfitnah, menghujat, mencela. Saat seperti ini, maka Allah memberi peringatan dengan berbagai bencana alam tiada henti bagi bangsa Indonesia. Sebabnya, karena pemimpin bangsa atau presidennya dianggap telah rusak. Demikian di antara tafsiran yang berusaha disebarluaskan dengan mengatasnamakan pernyataan Kiai Dahlan.
Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah Bidang Tarjih dan Tajdid, Prof Yunahar Ilyas menegaskan pernyataan itu belum terverifikasi keluar dari mulut Kiai Ahmad Dahlan. Yunahar berpendapat, sepanjang pengetahuannya, belum ada tafsiran langsung yang mengaitkan bencana alam seperti tsunami atau gempa bumi dengan seorang pemimpin yang rusak. Sebuah hadis riwayat Bukhari, dikutip Yunahar, soal kerusakan yang dikaitkan dengan kualitas pemimpin. Dalam hadis tersebut, Nabi Muhammad menyatakan jika amanat telah disia-siakan, tunggu saja kehancuran terjadi. Tetapi kehancuran yang dimaksud di sini adalah dalam artian luas. Tidak secara spesifik menyatakan bencana alam. Kerusakan atau kekacauan di semua bidang, menurut sunnatullah, terjadi ketika sesuatu tidak sebagaimana mestinya prinsip keharmonisan semesta.
Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir mengingatkan bahwa bencana alam bisa saja terjadi karena keadaan alam yang mengharuskan terjadinya pergerakan yang tidak seperti biasanya. Hal itu dapat dijelaskan menurut sains secara objektif. Sesuai jatah bentang alam, Indonesia harus menerima kodrat menjadi negara yang paling rawan terhadap bencana di dunia berdasar data yang dikeluarkan oleh Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Strategi Internasional Pengurangan Risiko Bencana (UN-ISDR). Dalam hal ini, meski manusia tidak bisa menolak musibah, tetapi resiko dari bencana bisa dikurangi dengan mitigasi.
Pernyataan yang Benar dari Kiai Dahlan dan Konteksnya
Dalam buku karya KRH Hadjid, Pelajaran Kiai Haji Ahmad Dahlan 7 Falsafah & 17 Kelompok Ayat Al-Qur’an (2018), terbitan Suara Muhammadiyah, terdapat kutipan yang serupa. Kiai Hadjid merupakan salah satu murid dan sahabat dekat Kiai Dahlan yang banyak menulis dan mendokumendasikan gagasan pemikiran Kiai Dahlan. Pada halaman 59 buku tersebut, Kiai Hadjid mengutip pernyataan Kiai Dahlan sebagai berikut;
“Apabila pemimpin-pemimpin negara dan para ulama itu baik, maka baiklah alam; dan apabila pemimpin-pemimpin negara dan para ulama itu rusak, maka rusaklah alam dan negara (masyarakat dan negara).” Kalimat di dalam kurung seolah menegaskan bahwa alam yang dimaksud adalah alam sosial atau masyarakat.
Konteksnya, sebagaimana dijelaskan Kiai Hadjid, terjadi pada bulan Maulud tahun 1335 Hijriyah. Ketika itu, di hadapan para penghulu, ketib (khatib), ulama, kiai, dan tokoh agama di serambi Masjid Gedhe Kauman Yogyakarta, Kiai Dahlan menerangkan kitab Bidayatul Hidayah karangan Imam Ghozali, tentang kerusakan umat Islam dan sifat-sifat ulama suu’ (ulama yang busuk).
Kiai Dahlan lantas mengajak para pemuka agama yang hadir untuk melakukan instrospeksi diri. Tidak saling menuduh dan menunjuk tokoh agama selain dirinya sebagai ulama suu’ dan menganggap dirinya sendiri sebagai orang suci. Kiai Dahlan melanjutkan uraiannya dengan mengutip pernyataan Imam Ghozali, bahwa kerusakan rakyat disebabkan oleh kerusakan para raja atau pemimpin, dan kerusakan pemimpin adalah karena kerusakan ulama. Kerusakan ulama ini terjadi ketika ulama sudah menjilat dan tidak lagi berani memberi nasehat kepada pemimpin yang telah melenceng.
Kemudian, Kiai Dahlan mengajak para ulama dan pemuka agama yang hadir untuk bertaubat dan memohon ampun kepada Allah. Seraya berdoa semoga dapat terus berbuat kebajikan di dalam agama Islam. Lantas Kiai Dahlan mengucapkan pernyataan itu. Sekali lagi, kiai Dahlan berbicara di hadapan pemuka agama supaya mereka sebagai pemimpin agama bisa memperbaiki diri dan masyarakatnya, termasuk di dalamnya memberi nasehat secara santun dan bijak kepada para pemimpin bangsa.
Kiai Hadjid ketika menjelaskan bagian ini menyatakan, “Kiai Dahlan mengajak untuk memperbaiki diri sendiri terlebih dahulu, sebelum mengajak orang lain, atau sambil mengajak orang lain dan sambil memperbaiki masyarakat, mulai dari mendidik perseorangan serta membersihkan dirinya sendiri. Itulah cara yang dikerjakan oleh beberapa atau para rasul (yang ditiru oleh Kiai Dahlan).” (ribas)