Dardiri dan Rasyidi; Tokoh Muhammadiyah Pemrakarsa Kementerian Agama

Dardiri dan Rasyidi; Tokoh Muhammadiyah Pemrakarsa Kementerian Agama

Dardiri dan Rasyidi; Tokoh Muhammadiyah Pemrakarsa Kementerian Agama

Oleh: M. Muchlas Abror

Bicara tetang Kementerian Agama, tidak bisa dipisahkan dengan peran dua tokoh Muhammadiyah Dardiri danRasyidi. Atas perjuangan tokoh Muhammadiyah (Dardiri) Kemeterian ini akhirnya dibentuk tanggal 3 Januari 1946 dan masuk dalam susunan kabinet ke-2 (Kabinet Syahrir).

Kementerian yang identik dengan slogan ikhlas beramal ini terwujud berkat gagasan KH Abu Dardiri (Konsul Muhammadiyah Banyumas) dan KH Saleh Su’aidi mewakili Komite Nasional Indonesia (KNI) Karesidenan Banyumas. Kedua tokoh Muhammadiyah menyampaikan gagasanya dalam sidang Badan Pekerja KNI Pusat.

Usul yang didukung oleh Mohammad Natsir, Dr. Muwardi, Dr. Marzuki Mahdi, dan M. Kartosudarmo (semuanya anggota KNIP), setelah dibahas dalam sidang, disetujui oleh BPKNIP. Setelah itu, Pemerintah RI menindaklanjuti memasukkan Kementerian Agama dalam susunan kabinet. Dan Muhammad Rasyidi, aktivis Muhammadiyah, mendapat kepercayaan menjadi Menteri Agama pertama RI.

Muhammad Rasyidi ketika lahir, tujuh tahun setelah Hari Kebangkitan Nasional, oleh Atmosugito (ayahnya) diberi nama Saridi. Pergantian nama itu ada ceritera tersendiri. Saridi mendapat pendidikan dasar di Sekolah Muhammadiyah Kotagede. Sebagaimana kita ketahui bahwa Kotagede yang terkenal dengan kerajinan peraknya adalah basis Muhammadiyah.

Lalu ia meneruskan belajar ke Perguruan Al-Irsyad Al-Islamiyah Malang di bawah asuhan Syekh Ahmad Syurkati (pendiri Al-Irsyad tahun 1914). Selain Syurkati, seorang alim yang berasal dari Sudan, guru-guru lainnya di Perguruan Al-Irsyad juga ada yang berasal dari Mesir dan Arab Saudi.  Anak yang tekun,  cerdas, dan dicintai  guru-gurunya ini, oleh Syurkati kemudian diberi nama Muhammad Rasyidi. Sejak itu, nama Muhammad Rasyidi melekat pada dirinya.

Putera Kotagede, Muhammad Rasyidi mempunyai semangat belajar tinggi dalam menuntut ilmu. Perkenalannya dengan para guru tersebut dapat kita mengerti mengapa ia kemudian memilih untuk  melanjutkan belajar ke Kairo, Mesir. Mula-mula masuk Sekolah Persiapan Darul Ulum kemudian kuliah di Universitas Al-Azhar mengambil jurusan Filsafat dan Agama selama empat tahun hingga dapat gelar Lc (Licence) setara Sarjana S-1.

Setelah kembali ke Tanah Air, beberapa tahun kemudian, ia keluar negeri lagi melanjutkan study di Fakultas Sastra Universitas Sorbonne Paris. Pada tahun 1956, ia mendapat gelar doktor dari Universitas terkemuka itu.  Setelah ia berhasil mempertahankan disertasi (berbahasa Perancis) yang  berjudul (bila diterjemahkan) “Evolusi Islam di Indonesia : Tinjauan Kritik terhadap Kitab Centini”. Sebagai ilmuwan, ia menguasai empat bahasa asing : Arab, Inggeris,  Belanda, dan Perancis. Tentu selain bahasa suku dan bangsanya sendiri, yaitu Jawa dan Indonesia.

Tokoh terkemuka Indonesia ini, Prof. Dr. HM Rasyidi, mempunyai banyak pengalaman di bidang pendidikan. Menjadi guru besar Fakultas Hukum Universiatas Indonesia, guru besar Filsafat Barat di IAIN (sekarang UIN), dan dosen tamu McGill University Canada. Pengalamannya memberi kuliah bahkan telah dimulai sejak awal kemerdekaan menjadi dosen di Sekolah Tinggi Islam Yogyakarta yang kemudian menjadi UII. Menteri Agama RI pertama ini, juga pernah menjadi Duta Besar Indonesia pertama di Kairo, Mesir. Kita tidak boleh melupakan sejarah.  Mesir dan negara-negara di Timur Tengah adalah negara-negara awal yang mengakui kemerdekaan Negara RI.

Selain aktif di Muhammadiyah, HM Rasyidi mempunyai pengalaman di bidang politik. Ia pernah aktif di Partai Islam Indonesia (PII) dan Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi). Kelahiran dua partai itu diprakarsai antara lain oleh Muhammadiyah. Bahkan Kongres Umat Islam pada tanggal 7 November 1945 yang melahirkan Masyumi berlangsung di Madrasah Mu’allimin Muhammadiyah Yogyakarta.

Dalam Muktamar Muhammadiyah ke-37 di Yogyakarta tahun 1968, Prof Dr. HM Rasyidi terpilih menjadi Wakil Ketua PP Muhammadiyah masa jabatan 1968 – 1971. Peninggalannya yang bersifat monumental ialah Matan Keyakinan dan Cita-cita Hidup Muhammadiyah (MKCHM) yang diputuskan dalam Sidang Tanwir Muhammadiyah di Ponorogo tahun 1969. Karena ia menjadi salah seorang perumusnya. Dan ia menjadi salah seorang Penasehat PP Muhammadiyah (1985 – 1995). []

Artikel ini pernah terbit di Suara Muhamadiyah nomor 15 tahun 2015 dengan beberapa editing dengan  judul Muhammad Rasyidi, Menteri Agama Pertama

 

Exit mobile version