SLEMAN, Suara Muhammadiyah-Dinamika perkembangan gerakan mahasiswa terus mengalami perubahan. Hal ini dilatarbelakangi oleh berbagai isu perubahan sosial politik dan perkembangan teknologi mutakhir.
Saat masa orde baru sebagai gelombang pertama, narasi besar mahasiswa adalah, menjadikan people power dan aksi-aksi jalanan untuk mengganti rezim pemerintahan sebagai isu utama.
Namun ketika ini berhasil, para aktivis mahasiswa seperti kecolongan, karena agenda transisi demokrasi dari otorianisme ke Reformasi justru diisi oleh mereka yang tidak mampu memperjuangkan suara mahasiswa selama ini. Sehingga terkesan saat itu, para mahasiswa ibarat “pendorong mobil mogok”.
Maka pada gelombang kedua, disaat reformasi, narasi besar mahasiswa bagaimana masuk dan berdiaspora ke dalam struktur pemerintahan dengan terlibat aktif melalui partai politik.
Ketika para aktivis mahasiswa berhasil masuk ke dalam struktur pemerintahan melalui pemilu 2004, 2009, 2014, justru gagasan dan tuntutan-tuntunan mereka yang dulu diperjuangkan, seperti tak terdengar lagi.
Maka wajar jika para mahasiswa ektra parlemen saat sekarang, ketimpa beban psikologis dan beban sosial di mata publik yang kurang baik. Sehingga aksi-aksi jalanan dan tuntutan-tuntutan mereka tidak lagi mendapat tempat dan legitimasi yang kuat dimata masyarakat.
Demikian pandangan Deni Asyari, Direktur Suara Muhammadiyah, saat menyampaikan studium general Musyawarah Cabang PC Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah Cab. Sleman, di Yogyakarta, Sabtu (10/11).
“Tantangan gerakan mahasiswa saat ini, justru bukan di luar dirinya, melainkan di dalam dirinya sendiri, yaitu, bagaimana Mahasiswa mampu membangun kembali nilai legitimasi atas gerakannya di mata publik. Sebab saat ini, sejak masuknya mantan aktivis mahasiswa ke dalam partai politik dan struktur pemerintahan, yang terjadi justru mereka “sekedar menjadi jubir” dari pemilik kuasa sesungguhnya dari sebuah kekuasan politik di negeri ini. Sehingga aktivitas gerakan mahasiswa di luar pemerintahan yang melakukan tuntutan dan berbagai aksi, kehilangan legitimasi”, tutur Deni.
Oleh karena itu, saat ini seperti menjadi pukulan balik kepada mahasiswa, atas gagalnya para mantan aktivis mahasiswa di dalam stuktur pemerintahan menjalankan berbagai idealisme mahasiswa sebelumnya.
Maka, mau tidak mau, gerakan mahasiswa harus mengubah mindset dan segera melakukan transformasi gerakannya, yang tidak sebatas perubahan bentuk. Namun juga perubahan pada tatanan nilai, fungsi dan starategi.
Revolusi teknologi 4.0 adalah gelombang baru dengan hadirnya artificial exelence yang mengubah sikap, cara pandang, kebiasaan dan tatan sosial budaya bangsa. Gelombang baru ini, ditandai dengan munculnya disruption atau yang dikenal disruptif Inovation.
Menurut Deni, Era Disruptif ini, telah banyak mengubah cara pandang, model interaksi, budaya bahkan kebijakan-kebijakan dalam suatu kelembagaan publik. Seperti misalnya lembaga keuangan, dengan era disruptif ini, banyak perbankan tidak menggunakan tenaga manusia dalam sistem kerja mereka, melainkan menggunakan sistem digitalisasi perbankan, yang dikenal dengan Fintech.
Begitu pula dalam politik, keberadan digitalisasi dan media sosial, seseorang untuk berkampanye tidak perlu banyak menghabiskan dana, waktu dan memobilisir massa. Namun cukup memanfaatkan media sosial. Ridwan Kamil adalah salah satu contoh yang bisa dilihat.
Menurut Deni, mahasiswa harus mampu memanfaatkan peluang ini, untuk melakukan transformasi gerakannya di era milenial. Area ini, bisa menjadi cara bagaimana Mahasiswa mengambil kembali legitimasi gerakannya yang hilang selama ini.
“Karena kita sadar, Kondisi mahasiswa sekarang beda dengan dulu. Mahasiswa dulu cenderung memiliki waktu lebih untuk bereksplorasi dan berdiaspora, namun sekarang sudah dibatasi berbagai aturan kampus, baik studi S1 maupun S2. Sehingga ruang gerak dan kebebasan seperti mahasiswa dulu, sangat kecil. Akan tetapi, mahasiswa hari ini, memiliki kemahiran dan ruang gerak yang leluasa dalam bermedia sosial dan berbagai program digitalisasi. Ruang ini, tentu bisa dimanfaatkan untuk melakukan berbagai formula baru gerakan mahasiswa. Maka pandai-pandailah memanfaatkan peluang, terus berkarya dan berinovasi diri di tengah perkembangan teknologi yang pesat ini,” ungkap Direktur SM ini.
Sementara itu, kegiatan Musycab dilakukan selama 2 (dua) hari tanggal 11-12 November 2018 di Aula SMP Muhammadiyah 1 Depok Sleman dengan dihadiri oleh DPD dan 10 (sepuluh) Komisariat IMM se-kab Sleman. Tutur hadir dalam acara tersebut Ketua DPD IMM DIY Ari Susanto dan Ence Sofyan Ketua Umum PC IMM Sleman dan ketua-ketua komisariat. (Ars)