Agama dalam Kehidupan Masyarakat Indonesia
Oleh: Haedar Nashir
Bangsa Indonesia tidak lepas dari agama, bahkan agama telah menyatu dalam denyut nadi kehidupan kebangsaan. Sejak terbentuknya masyarakat Indonesia, baik pada masa awal maupun sesudah hidup secara teratur, masyarakat di negeri Nusantara ini telah memeluk agama. Pada awal memeluk agama setempat sampai kehadiran Hindu, Islam, serta Kristen dan Katholik sejak itu kehidupan bangsa Indonesia semakin melekat dengan agama dan keberagamaan.
Siapa menjauhkan agama dari kehidupan bangsa Indonesia sama dengan mengingkari jati diri keindonesiaan. Para pendiri bangsa Indonesia menyadari pentingnya agama dan kehadiran Tuhan dalam perjuangan kebangsaan, sehingga dalam paragraf Pembukaan UUD 1945 dinyatakan, “Atas berkat rakhmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya”.
Dalam pasal 29 UUD 1945 bahkan secara tegas dicantumkan tentang eksistensi dan kemenyatuan bangsa Indonesia dengan agama sebagai sistem keyakinan dan kepercayaan. Agama merupakan ajaran yang penting dan tidak dapat dipisahkan dari kehidupan bangsa Indonesia. Agama sebagai sumber nilai utama yang fundamental berfungsi sebagai kekuatan transendental yang luhur dan mulia bagi kehidupan bangsa. Nilai-nilai instrinsik keagamaan telah memberi inspirasi bagi para pendiri bangsa dan perumus cita-cita negara dalam mewujudkan kehidupan kebangsaan yang berbasis pada ajaran agama. Nilai-nilai agama bahkan tercermin dalam Pancasila sebagai ideologi negara.
Aktualisasi Agama
Agama manapun bukan hanya kumpulan tuntunan ritual ibadah dan doktrin moral yang terkandung dalam ajaran kitab suci. Lebih dari itu, agama merupakan model perilaku yang tercermin dalam tindakan nyata yang mendorong penganutnya memiliki watak jujur dan dipercaya, dinamis, kreatif, dan berkemajuan. Dalam pandangan Islam, Agama tidak hanya mengatur hubungan manusia dengan Allah yang Maha Pencipta (habl min Allah), tetapi juga mengatur dan memberi arah kehidupan dalam hubungan antar umat manusia (habl min al-nas) yang membentuk peradaban hidup yang utama. Di sinilah letak esensi agama dalam kehidupan umat manusia.
Karenanya, agama bagi kehidupan bangsa Indonesia dapat dijadikan sebagai sumber nilai kemajuan. Nilai-nilai agama dapat menumbuhkan etos keilmuan, orientasi pada perubahan, kesadaran akan masa depan yang lebih baik, pendayagunaan sumberdaya alam secara cerdas dan bertanggungjawab, inovasi atau pembaruan, kebersamaan dan toleransi, disiplin hidup, kemandirian, serta hal-hal lain yang membawa pada kemajuan hidup bangsa. Nilai-nilai agama juga dapat mengembangkan relasi sosial antara laki-laki dan perempuan yang adil tanpa diskrimansi, serta hubungan antarumat manusia yang berkeadaban mulia. Dengan nilai-nilai agama itu, bangsa Indonesia dapat menjalani kehidupan di abad moderen yang membawa pada keselamatan dunia dan akhirat.
Adapun agama dalam kontek berbangsa dan bernegara tentu harus juga menyatu dalam jiwa, pikiran, dan praktik hidup elite dan warga. Umat bergama dengan paham agamanya masing-masing tidak dibenarkan memusuhi negara dan mengembangkan ideologi yang bertentangan dengan Pancasila dan konstitusi dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Manakala terdapat kebijakan pemerintah yang bertentangan dengan agama dan atau meresahkan kehidupan umat beragama maka ditempuh dialog, kritik, dan pendekatan yang dapat menyampaikan aspirasi untuk mengubah kebijakan tersebut. Negara atau pemerintah sebaliknya tidak melakukan kebijakan-kebjakan yang bertentangan dengan agama dan meresahkan umat beragama. Manakala terdapat sikap umat beragama yang dianggap berlawanan dengan pemerintah dilakukan dialog dan pendekatan, sebaliknya jika menyangkut hal yang bertentangan dengan Pancasila dan konstitusi dasar NKRI menjadi urusan hukum di samping pembinaan.
Agama tentu harus diamalkan dengan benar dan baik oleh pemeluknya sehingga menciptakan kehidupan yang utama. Para elite maupun warga negara negeri di manapun berada, termasuk yang berada di legislatif, eksekutf, dan yudikatif serta institusi pemerintahan lainnya mesti menghayati dan mengamalkan setiap agama yang dipeluknya sekaligus menjadikan agama sebagai fondasi nilai yang esensial dan fundamental dalam kehidupan berbangsa dan bernegara tanpa harus dihantui oleh paham sekularisme negara. Agenda utamanya tentu saja bagaimana agama di tangan masing-masing umat beragama benar-benar berfungsi sebagai pennerah kehidupan yang membawa pada keutamaan spiritual, moral, dan tindakan sehingga menjadi rahmat bagi semesta alam.
Namun perlu dihindari memanfaatkan jabatan di pemerintahan atau jabatan publik untuk kepentingan golongan dan paham agamanya karena Indonesia bukanlah negara agama dan bukan milik suatu golongan agama maupun golongan apapun yang menyebabkan terjadinya diskriminasi serta Indonsia menjadi milik golongan agama tertentu. Jika terdapat golongan agama tertentu yang menjadikan institusi pemerintahan sebagai tempat memanfaatkan paham keagamaan dan kepentingan dirinya, lebih-lebjh dengan mendiskriminasikan golongan lain yang berbeda, maka hal tersebut termasuk jenis korupsi kekuasaan atasnama agama. Indonesia tidak boleh dijadikan wahana ajumumpung kekuasaan seperti itu yang tentunya perbuatan tersebut bertentangan dengan nilai keadilan yang diajarkan dalam agama itu sendiri.
Indonesia itu bukan negara agama dan bukan pula sebagai negara sekuler, tetapi agama menjadi sumber nilai penting dan tidak boleh Indonsia dijadikan sebagai negara sekuler. Konstitusi dasar negara secara tegas menempatkan agama sebagai sesuatu yang penting menyangkut keyakinan fundamental bagi bangsa Indonesia. Paham negara sekuler di tempat lain tidak boleh dibawa dan diterapian di Indonesia, termasuk melalui paham demokrasi dan hak asasi manusia. Sebaliknya umat beragama harus konsisten dalam beragama, termasuk tidak bertindak sekuler dalam arti lain di kata lain pula dalam perbuatan. Berbagai macam krisis dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, termasuk merebaknya korupsi dan ketidakadilan antara lain karena lepasnya nilai agama dari kehidupan kebangsaan dan kenegaraan.
Sumber Kemajuan
Bagi ahli sosiologi agama Indonesia, Prof Mukti Ali, agama sebagai refleksi iman terbukti tidak hanya dalam ucapan keyakinan dan iman saja, tetapi agama juga merefleksikan sejauh mana iman itu diungkapkan dalam kehidupan dunia ini (Ali, 1981: 330). Menurut pemikir perbandingan agama dari UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta tersebut bahwa agama bagi kehidupan manusia berfungsi sebagai faktor motivatif, kreatif, sublimatif, dan integratif.
Agama dalam konteks sosiologis berfungsi dalam membangun kehidupan yang positif. Weber (1959) bahkan secara khusus memperkenalkan penelitiamnya tentang “The Protestant Ethic and The Spirit of Capitalism”, etika dan gagasan puritan pada kaum Bahwa etos kerja keras dan hemat yang dimiliki golongan Protestan telah mendorong untuk meraih hidup sukses di dunia menuju kehidupan di alam akhirat kelak. Ajaran Calvinisme Protestan yang diteliti Weber mendorong untuk memusatkan diri pada pekerjaan duniawi dan pada saat yang sama juga mewujudkan kehidupan asketik sederhana, rajin beribadah, dan hidup hemat. Dalam temuan Weber bahwa penekanan pada sikap hidup kreatif dan kerja keras berkombinasi dengan tututan agar menjalankan orientasi hidup asketik, suatu orientasi hidup yang khas bagi agama puritan Calvinis yang memberikan kesempatan dorongan bagi etos kapitalisme.
Agama bagi kehidupan bangsa Indonesia dapat dijadikan sebagai sumber nilai pedoman hidup, panduan moral, dan etos kemajuan. Nilai-nilai agama dapat menumbuhkan etos keilmuan, orientasi pada perubahan, kesadaran akan masa depan yang lebih baik, pendayagunaan sumberdaya alam secara cerdas dan bertanggungjawab, inovasi atau pembaruan, kebersamaan dan toleransi, disiplin hidup, kemandirian, serta hal-hal lain yang membawa pada kemajuan hidup bangsa. Nilai-nilai agama juga dapat mengembangkan relasi sosial antara laki-laki dan perempuan yang adil tanpa diskrimansi, serta hubungan antarumat manusia yang berkeadaban mulia. Dengan nilai-nilai agama itu, bangsa Indonesia dapat menjalani kehidupan di abad moderen yang membawa pada keselamatan dunia dan akhirat.
Agama dalam konteks berbangsa dan bernegara tentu harus menyatu dalam jiwa, pikiran, dan praktik hidup elite dan warga. Para elite negeri di manapun berada, termasuk di legislatif, eksekutf, dan yudikatif mesti menghayati setiap agama yang dipeluknya sekaligus menjadikan agama sebagai fondasi nilai yang esensial dan fundamental dalam kehidupan berbangsa dan bernegara tanpa harus dihantui oleh paham sekularisme negara. Indonesia memang bukan negara agama, tetapi agama menjad sumber nilai penting, sekaligus tidak boleh menjadikan negeri ini menjadi sekuler. Berbagai macam krisis dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, termasuk merebaknya korupsi, kemaksiatan, dan ketidakadilan antara lain karena lepasnya nilai agama dari kehidupan kebangsaan dan kenegaraan.
Tulisan ini dimuat di rubrik Bingkai Majalah Suara Muhammadiyah Edisi nomor 24 tahun 2018