YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah– Selama ini, perhatian masyarakat dan pemerintah terhadap kalangan difabel masih sangat minim. Dibuktikan dengan minimnya fasilitas publik yang ramah difabel. Termasuk tempat ibadah dan ruang publik yang harusnya bisa diakses oleh siapa pun.
Muhammadiyah sebagai gerakan dakwah pencerahan selalu berusaha untuk memposisikan manusia sesuai dengan harkat dan martabatnya yang mulia. Derajat kemanusiaan kerap direndahkan. Terlebih bagi kaum mustadl’afin sebagai kelompok rentan yang perlu diberdayakan. Di antara kelompok rentan tersebut adalah para penyandang disabilitas. Di beberapa tempat, Muhammadiyah ikut membina dan mendampingi komunitas ini. Namun, pendampingan yang dilakukan masih belum memiliki panduan sesuai paham agama menurut Muhammadiyah.
Dalam rangka itu, Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah bekerjasama dengan Majelis Pemberdayaan Masyarakat PP Muhammadiyah menyelenggarakan Workshop Fikih Difabel, pada 2 Desember 2018. Hal ini merupakan wujud pelaksanaan dari beberapa hasil keputusan PP Muhammadiyah tentang dakwah komunitas.
Fikih Difabel diharapkan menjadi suatu acuan khusus yang memuat pandangan Islam terhadap disabilitas, pemenuhan dan perlindungan hak penyandang disabilitas, hingga kebutuhan fikih difabel yang mencakup aspek ibadah, muamalah, dan akhlak. Woskhop ini dimaksudkan untuk mendapatkan masukan dari para akademisi, praktisi, dan ahli agama.
Kegiatan ini diselenggarakan di Auditorium Pusat Tajih Muhammadiyah di kompleks Islamic Center Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta, dengan menghadirkan beberapa narasumber. Di antaranya Prof M Amin Abdullah yang akan mengupas fikih difabel dalam perspektif filosofis dan normatif, Dr MA Fattah Santoso yang memaparkan tentang fikih difabel dalam perspektif fikih Muhammadiyah, Dr Arif Maftuhin yang mengurai fikih difabel perspektif HAM, Nuning Suryaningsih yang mempresentasikan fikih difabel dari perspektif psikologi-sosiologi, serta narasumber lainnya. Termasuk dari Center for Disability and Humanity Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, yang memaparkan tentang fikih difabel dari perpektif kesehatan.
Dengan mengundang narasumber utama dari berbagai latar belakang lintas perspektif, workshop ini diharapkan mampu merangkum semua permasalahan terkait difabel. Kegiatan ini dilaksanakan dua sesi, pemaparan narasumber dan pembahasan per kelompok sesuai perspektif keilmuan. Hasil dari workshop ini menjadi bahan awal untuk menyusun kerangka Fikih Difabel yang akan difinalisasi dalam Musyawarah Tarjih Muhammadiyah yang yang ke-31 tahun 2020. (ribas)