Perkembangan kehidupan politik nasional maupun global saat ini makin kompleks. Gejolak politik di Yaman plus kehadiran Islamic State Of Iraq and Syiria (ISIS) yang makin masif telah menjadikan Timur Tengah dan dunia Islam berada dalam situasi yang membara. Demikian pula meruncingnya hubungan Mulim Sunny dan Syiah di sejumlah negara, manakala terus memanas akan memicu konflik keras, yang tidak menguntungkan umat Islam. Pihak lainlah yang teuntungkan oleh situasi konflik sesama Islam itu.
Kita tidak tahu persis apa yang akan terjadi di kawasan Arabia dan dunia Islam ke depan. Keadaan makin tidak sedehana karena banyak kepentingan terlibat, baik internal maupun eksternal. Semoga tidak mengalami nasib buruk seperti Uni Soviet, Yugoslavia, dan negeri-negeri Balkan yang kini terkapling-kapling saling bermusuhan. Sementara Amerika Serikat, Israel, dan negeri-negeri sekutunya boleh jadi makin memperoleh banyak keuntungan politik, ekonomi, dan budaya dari gejolak Timur Tengah yang terus membara itu.
Kehidupan politik di tanah air juga mulai rumit. Kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) yang diikuti kenaikan harga barang-barang kebutuhan pokok. Kondisi partai politik yang sarat potensi konflik dan pecah-belah dengan sikap pemerintah yang ikut campur urusan politik parpol. Kondisi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menurut hisab publik kehilangan taji pasca kriminalisasi dua anggota komisionernya. Lebih-lebih jika bangsa ini beberapa bulan ke depan melaksanakan Pilkada serentak, maka kehidupan politik akan semakin panas, disertai sengketa politik di kemudian hari.
Di tengah suasana politik nasional dan global yang sarat masalah dan ketegangan itu, umat Islam Indonesia juga tidak luput dari agenda yang berat. Isu ISIS di negeri ini telah menimbulkan suasana yang juga menegangkan. Kita setuju bahwa setiap bentuk kekerasan dan ancaman harus dihadapi oleh pemerintah dan seluruh komponen bangsa. Namun manakala ISIS digeneralisasi dan tidak cermat dalam menanganinya maka boleh jadi malah tidak tepat sasaran. Seperti dalam menghadapi terorisme, yang hingga kini bukan menjadi tuntas tetapi malah cederung beranak-pinang dan menjadi laten.
Hubungan sesama golongan Islam yang berbeda paham juga tidak sederhana. Pada umumnya kondisinya baik, tetapi sejumlah isu saling menyesatkan mencuat ke permukaan dan berpotensi konflik. Memang pada umumnya setiap golongan atau aliran dalam Islam berusaha merujuk pada sumber utama ajaran yaitu Al-Quran dan Sunnah Nabi. Manakala masuk ke ranah ijtihad dan khilafiyah tentu bagaimana saling bertasamuh satu sama lain. Namun dalam praktiknya gesekan paham, aliran, dan golongan di tubuh umat Islam masih belum sepenuhnya hilang dan di sana-sini menjadi realitas. Sikap sesat-menyesatkan, kafir-mengkafirkan, dan saling serang paham kadang tumbuh dan mengemuka ke ruang publik. Jika hal itu terus terjadi dan diperlebar, maka yang merugi umat Islam sendiri. Kondisi kehidupan bangsa pun akan terpengaruh karena umat Islam mayoritas di negeri ini.
Karenanya, umat Islam dituntut untuk makin bersatu dan saling bertoleransi dalam spirit ukhuwah Islamiyah yang kuat sebagaimana selama ini serng didengungkan. Selain itu dituntut sikap waspada, arif, dan kematangannya dalam menghadapi situasi. Umat Islam apapun paham dan golongannya dituntut makin dewasa dalam bersikap. Hadapi situasi sesulit apapun dengan sikap tulus, lurus, jernih, dan mengutamakan kepentingan Islam dan umat Islam di atas segalanya. Jauhi sikap yang cenderung provokatif dan saling menegasikan yang dapat melemahkan umat Islam sendiri. Sebarluaskan sikap Islam yang rahmatan lil-‘alamin ke luar dan ke dalam, sehingga siapapun menikmati manisnya Islam. Insya Allah Islam dan umat Muslim jaya, bangsa dan umat sedunia pun selamat! (hns)
Tulisan ini pernah dimuat di rubrik “Tajuk” majalah Suara Muhammadiyah edisi nomor 9 tahun 2015