Wajah Hukum 2018: Keadilan Sosial yang Terlupakan

Wajah Hukum 2018: Keadilan Sosial yang Terlupakan

JAKARTA, Suara Muhammadiyah-Upaya untuk memberikan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, maka kedepan negara melakukan penegakan hukum yang mengedepankan keadilan substantif, menyusun peraturan perundang-undangan yang mengutamakan kepentingan rakyat banyak dan disusun demi kemaslahatan rakyat sesuai dengan nilai-nilai Pancasila. Apabila terdapat anggota masyarakat yang berkonflik dengan negara maka mereka diberikan sarana bantuan hukum yang juga mendapatkan dukungan baik pendanaan maupun tenaga bantuan hukum yang profesional. Untuk itu perlu diperbanyak Lembaga Bantuan Hukum Probono dan Prodeo yang siap menangani perkara struktural, dalam hal ini Muhammadiyah memprakarsai terbentuknya Lembaga Bantuan Hukum Muhammadiyah pada tahun 2019.

Wajah Hukum 2018, menunjukkan masih belum dapat tercapainya Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Pembangunan yang dilakukan masih menyisakan catatan-catatan berdampak pada terpinggirnya masyarakat kecil dari ruang hidupnya. Sehingga perlu langkah besar untuk mewujudkan Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Kemudian pada aspek  bekerjanya hukum terdapat beberapa catatan yang menjadi sorotan Majelis Hukum dan HAM Pimpinan Pusat Muhammadiyah, yang bila penanganannya tidak dilakukan secara menyeluruh berdampak pada tidak tercapainya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Pertama berkenaan dengan Penanganan Perkara Tindak Pidana Terorisme. Pada kasus bentrokan antara Narapidana Terorisme dengan Penjaga Rumah Tahanan Teroris di Mako Brimob Kelapa Dua, tahun ini. Menyadarkan kita semua perlunyaan penataan ulang terhadap pendekatan yang digunakan dalam menangani tersangka, terdakwa dan terpidana perkara tindak pidana terorisme. Pendekatan yang selama ini digunakan menunjukkan adanya persoalan. Sangat disayangkan tidak ada evaluasi terbuka terhadap bentrokan ini, sehingga upaya penanggulangannya tidak terkaji dengan baik.

Meninggalnya Muhamammad Jefri (MJ) yang disangka pelaku tindak pidana terorisme setelah dilakukan penangkapan, menunjukkan pola penangkapan yang dilakukan Densus 88 memiliki potensi tidak melindungi nyawa seorang pelaku tindak pidana terorisme yang berada dalam proses penangkapan, sedangkan dalam proses penangkapan status seorang yang ditangkap tidak selalu adalah tersangka. Proses autopsi yang tidak transparan menjadikan setiap kematian pelaku yang disangka sebagai teroris meninggalkan pertanyaan. Pada kasus MJ, tertutupnya sebab kematian, menjadikan sisa pertanyaan yang akan terus menjadi pertanyaan khusunya pada anak-anak yang ditinggalkannya.

Keterbukaan penanganan perkara yang ada akan memberikan kontribusi yang baik bagi pemahaman keluarga sehingga tidak menjadi pertanyaan yang tiada jawabannya. Kedua kasus tersebut menjadikan dasar bagi perlu segera dibentuknya tim pengawasan terhadap proses penegakan hukum terhadap tindak pidana terorisme sebagaimana amanat UU Antiterorisme.

Kedua, pada penanganan perkara korupsi.  Komisi Pemberantasan Korupsi, semakin sering mengungkap perkara melalui operasi tangkap tangan. Tangkap tangan terjadi pada pejabat negara dan swasta. Keprihatinan muncul karena banyaknya kepala daerah yang terkena operasi tangkap tangan. Begitupula pada beberapa penegak hukum yang terkena operasi tangkap tangan mulai dari panitera sampai dengan hakim pemeriksa perkara, dan umumnya tersjerat pasal suap. Sangat disayangkan terdapat upaya-upaya untuk melakukan teror terhadap penegak hukum terutama dari Komisi Pemberantasan Korupsi. Kasus yang menonjol adalah yang dialami oleh Novel Baswedan.

Penyerangan terhadap Novel Baswedan belum dapat diungkapkan oleh pihak kepolisian. Terdapat pula putusan pra peradilan yang memerintahkan Pemeriksaan terhadap mantan wakil presiden Budiono, yang saat terjadinya tindak pidana korupsi Bank Century berkedudukan sebagai Gubernur Bank Indonesia. Menariknya apa yang diputuskan dalam praperadilan sampai saat ini tidak dapat segera dilaksanakan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi, namun sang hakim pemeriksa pra peradilan dipindah tugaskan oleh Mahkamah Agung- dalam konteks ini menjadikan pembahasan RUU Jabatan Hakim menjadi penting untuk disusun untuk diundangkan demi meningkatkan kehormatan hakim, serta memberikan ruang lebih besar kepada Komisi Yudisial.

Tidak tuntasnya beberapa penanganan tindak pidana korupsi seperti BLBI dan Bank Century, menjadikan Komisi Pemberantasan Korupsi, perlu melakukan evaluasi dalam penanganan perkara. Begitupula tidak tuntasnya masalah suap terkait Reklamasi di Jakarta, tentu tidak boleh terulang pada kasus suap di Meikarta, justru Komisi Pemberantasan Korupsi perlu memikirkan secara serius untuk menggunakan ketentuan berkenaan dengan Pencucian Uang. Munculnya Hak Angket DPR terhadap KPK dan dikuatkan kewenangan penggunaan Hak Angket terhadap KPK oleh DPR, menjadikan tindakan KPK dapat dipersoalkan oleh DPR yang meskipun tidak masuk dalam ranah penegakan hukum, dapat berpotensi memperlemah tugas KPK dan penanganan tindak pidana korupsi. Pelemahan terhadap KPK dilihat pula oleh Majelis Hukum dan Hak Asasi Manusia pada dimasukkannya ketentuan korupsi dalam Rancangan Undang-Undang Hukum Pidana. Majelis Hukum dan HAM PP Muhammadiyah berpendirian UU Korupsi tetap harus berada di luar KUHP.

Ketiga, pada penanganan perkara lingkungan hidup, penangnan perkara lingkungan hidup, merupakan catatan yang penting terutama bagi hakim yang menangani perkara terkait kerusakan lingkungan hidup, pembakaran lahan, perambahan hutan. Hakim-hakim perlu mendapatkan pendidikan hukum lingkungan sehingga mendapatkan kompetensi di bidang lingkungan lebih baik lagi. Gugatan perdata terhadap ahli yang memberikan keterangan dimuka persidangan, merupakan pola baru yang secara hukum, tentu merupakan serangan terhadap ahli yang keberadaanya menjadi penting, apabila keahliannya telah digunakan sesuai dengan dasar keilmuannya yang dapat dipertanggungjawabkan, sehingga penilaian yang dilakukan melalui pemeriksaan dipengadilan, menjadi penghakiman terhadap kebebasan keilmuan seorang ahli.

Keempat penanganan pada sektor persaingan usaha, sektor usaha menjadi proses yang perlu di jaga oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha agar dunia usaha di Indonesia dijalankan tanpa adanya persaingan usaha yang tidak sehat, atau monopoli pada bidang yang tidak diizinkan adanya suatu monopoli. Peran Komisi Pengawasan Persaingan Usaha perlu diperkuat dan diberikan kewenagan yang lebih baik, seiring dengan dilakukannnya perubahan Undang-Undang Persaingan Usaha. Secara kelembagaan salah satu model penguatan Komisi Perngawasan Persaingan Usaha dengan mendapatkan tenaga penyidik yang lebih banyak dan terlatih dalam menangani perkara persaingan usaha dengan baik.

Kelima penanganan pada sektor pertambangan, sektor pertambangan masih belum menunjukkan kedaulatan ada pada perusahan tambang nasional, sektor tambang meski mampu memberikan pemasukan yang besar bagi negara dapat mencapai Rp 41,82 triliun. Namun persoalan yang muncul juga tidak sedikit, terutama karena regulasi yang tidak konsisten dilaksanakan. Persoalan izin pertambanagn sering menjadi masalah hukum, dan berpotensi menjadi perkara korupsi. Selain itu undang-undang migas perlu untuk segera diperbaruhi sesuai dengan perkembangan paska putusan Mahakamah Konstitusi. Maka perlu dilakukan percepatan pembahasan sesuai dengan keperluan pengaturan yang memberikan kedaulatan pengelolaan migas kepada bangsa Indoneisa.

Keenam penangan pada sektor infrastruktur, pembangunan infrastruktur merupakan salah satu agenda pembangunan yang dilakukan secara sungguh-sunggu dalam pemerintahan Presiden Joko Widodo. Pemenfatan ketentuan hukum pembebasan tanah untuk kepentingan umum, menjadi instrumen yang dioptimalkan. Upaya pemenuhan ganti kerugian yang dilakukan untuk memberikan hasil yang terbaik bagi masyarakat pemilik tanah, terkadang masih terkendala karena prilaku pelaksana yang jauh dari sifat amanah, salah satu contoh nyata adalah apa yang diperjuangkan masyarakat petani di daerah Kendal yang rumah dan tanahnya terkena dampak pembangunan jalan tol seksi Batang – Kendal – Semarang, namun ganti rugi yang diterima tidak sesuai dengan kondisi luasan tanah yang dimiliki petani yang dapat membuktikan dengan sertipikat hak milik atau leter C.

Ketujuh, upaya peningkatan kesejahteraan dengan  dibentuknya Badan Penyelenaggara Jaminan Sosial, di bidang Kesehatan dan Ketenagakerjaan, belum berhasil dilaksanakan sampai akhir tahun 2018, karena terdapat persoalan pengintegrasian sistem jaminan sosial yang ada sebelumnya dan persoalan penggunaan isu ini untuk keperluan meraih dukungan elektoral dalam pemilihan umum baik ditingkat pusat maupun ditingkat daerah.

Kedelapan, upaya meningkatkan kesejahteraan petani, terkendala kemampuan pemerintah untuk menyusun kebijakan yang memberikan subsidi kepada petani dan menjadikan petani sebagai pilihan bagi warga masyarakat, sehingga tidak beralih profesi. Diperlukan kesungguhan untuk melaksanakn hal ini, perlindungan terhadap petani dan pengembangan lahan pertanian perlu mendapatkan payung hukum yang kuat.

Exit mobile version