Muhammadiyah sejatinya merupakan gerakan dakwah yang karakter dirinya sebagai organisasi kemasyarakatan non-politik praktis. Politik dan kekuasaan itu memang penting, tetapi Muhammadiyah sesuai Khittah dan Kepribadiannya memiliki cara sendiri melalui pendekatan high-politics dalam memerankan politik-kebangsaan. Sedangkan ranah politik-ptaktis atau low-politics dalam sistem politik modern menjadi area perjuangan partai politik.
Muhammadiyah tidak perlu dan jangan mengambil jalan yang memang kaplingnya parpol. Jika bertukar tempat dan peran malah bisa kacau dunia perpolitikan Indonesia. Sikap non-politik praktis itu bukan alergi atau tabu politik, apalagi menegasikan dan memandang buruk politik. Tetapi sebagai sikap proporsional dan pembagian tugas. Khittah Muhammadiyah menggariskan demikian dan hingga saat ini masih berlaku serta mengikat seluruh anggota dan institusi Muhammadiyah. Muktamar ke-47 di Makassar 2015 bahkan menegaskan ulang agar Khittah menjadi pegangan dalam berbangsa dan bernegara.
Kenapa Muhammadiyah mampu bertahan dan insya Allah akan tetap mampu melangsungkan pergerakannya di negeri ini? Antara lain karena dengan Khittah dan Kepribadiannya, Muhammadiyah dan para pimpinan maupun warganya memiliki martabat berkarakter dakwah yang tetap dijaga dengan baik. Sehingga daya jelajahnya luas dan fleksibel, dengan tetap istiqamah pada prinsip-prinsip gerakannya.
Muhammadiyah tidak pernah mengorbankan prinsip demi kepentingan sesaat, apakah itu kedudukan atau kekayaan serta pesona duniawi lainnya. Dunia kekuasaan penting, tetapi jangan menerabas. Muhammadiyah senantiasa memegang prinsip yang rujukannya Al-Qur’an dan Sunnah Nabi yang maqbulah, serta ideologi yang menjadi pedoman pergerakannya. Muhammadiyah tidak perlu masuk pada euforia politik yang demi mengejar tahta dan harta malah banyak pihak menjadi serbapragmatis.
Muhammadiyah sesuai Khittah dan Kepribadiannya berkomunikasi dengan siapapun, termasuk dengan pemerintah secara elegan dan bermarwah. Tidak ada yang menghalangi Muhammadiyah untuk berkomunikasi. Dalam bergaul dengan siapapun Muhammadiyah tahu mana yang benar dan salah, baik dan buruk, pantas dan tidak pantas. Muhammadiyah dan para pimpinannya teruji memiliki marwah yang luhur serta tidak akan mengorbankan prinsip demi kepentingan sesaat. Namun jangan pula Muhammadiyah digiring menjadi serbakonfrontasi dan berorientasi politik-praktis.
Dalam berkomunikasi dan bekerjasama baik dengan pemerintah maupun pihak manapun, Muhammadiyah senantiasa menjaga kehormatan atau martabat dirinya. Maka sangat tepat jika seluruh jajaran Muhammadiyah di seluruh tanah air, beristiqamah memposisikan dan memerankan diri sebagai gerakan atau organisasi dakwah dengan alam pikiran, sikap, dan pola tindak dakwah. Bersilaturahim, berkomunikasi, dan menjalin kerjasama dengan pihak manapun merupakan langkah positif sesuai Prinsip Khittah dan Kepribadian Muhammadiyah secara cerdas dan bermartabat.
Janga geser Muhammadiyah dari posisi dan perannya sebagai gerakan dakwah. Berdakwah amar ma’ruf dan nahi munkar pun dengan garis dan cara Muhammadiyah, bukan dengan pendekatan partai politik atau cara-cara politik praktis. Biarlah dan kita dorong cara-cara politik-praktis ditunaikan oleh partai-partai politik yang memang tugas utamanya melakukan power-struggle.
Partai politik pun tentu harus bermartabat, para politisinya jangan menerabas demi meraih tahta dan harta. Muhammadiyah dan partai politik bisa bekerjasama sesuai posisi dan perannya untuk membangun kemajuan umat dan bangsa. Satu sama lain tidak perlu diperhimpitkan atau sebaliknya dipertentangkan. Masing-masing memiliki maqom-nya sendiri yang sama-sama penting, mulia, dan strategis! (hns)
———
Tulisan ini pernah dimuat di Tajuk majalah Suara Muhammadiyah edisi nomor 7 tahun 2017