Oleh Haedar Nashir
Pasca aksi 212 banyak pihak memandang Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama kehilangan perannya. Pandangan seperti itu sebagai kritik patut dijadikan masukan. Namun persoalan peran tidaklah sesederhana itu cara membaca dan memahaminya. Aktualisasi amar makruf dan nahi munkar itu ukurannya bukan pada aksi massa dan kebiasaan melakukan tindakan-tindakan sejenis.
Apalagi aksi Bela Islam itu sejatinya bukan pekerjaan satu organisasi dan tokoh Islam saja, meskipun boleh jadi tedapat pihak yang melakukan kapitalisasi seakan demikian. Pada peristiwa tersebut Muhammadiyah bersama Majelis Ulama Indonesia dan Nahdlatul Ulama baik kolektif maupun sendiri-sendiri memiliki andil dalam mengkomunikasikan aspirasi Islam ke pusat kekuasaan.
Muhammadiyah bersama tiga organisasi besar Islam itu memang tidak langsung mengambil langkah aksi lapangan, karena memang tidak di situ peran yang diambil. Tetapi Muhammadiyah, MUI, dan NU memback-up aspirasi umat secara penuh. Aksi massa di Jakarta itu bukan hasil satu tokoh dan organisasi Islam, tetapi merupakan hasil akumulasi seluruh komponen umat dan organisasi yang antipenistaan agama. Umat yang hadir dan terlibat dalam aksi bela Islam itu juga dari seluruh golongan, bukan dari satu kelompok umat.
Kini agenda dan tantangan strategisnya ialah, bagaimana Muhammdiyah dengan modal kualitas yang dimilikinya dapat memainkan peran yang lebih kuat dan signifikan dalam membina umat dan membangun bangsa lebih dari apa yang telah dilakukan selama ini. Ketika Muhammadiyah oleh sebagian pihak dianggap kurang berakar di jantung umat dan masyarakat, maka saatnya Muhammadiyah melakukan revitalisasi atau penguatan kembali dalam memposisikan dan memerankan dirinya di tengah-tengah umat dan bangsa.
Peran Keumatan
Muhammadiyah sebenarnya dalam dekade terakhir telah meneguhkan dirinya untuk hadir di tengah-tengah jamaah umat Islam di basis akar rumput. Melalui penguatan Cabang dan Ranting serta integrasi amal usaha pada usaha dakwah pembinaan masjid dan mushalla mulai tampak kehadiran Muhammadiyah di komunitas umat. Lebih-lebuh dengan kehadiran Aisyiyah yang cukup mengakar di masyarakat bawah dalam menggerakkan dakwah dan kegiatan-kegiatan keumatan.
Namun sebagai muhasabah diri Muhammadiyah masih merasa belum maksimal dalam membina umat di tingkat jamaah. Karenanya penting untuk terus ditingkatkan pembinaan jamaah atau komunitas umat di akar rumput. Selain melaui pengajian-pengajian umum dan kegiatan-kegiatan kemasyarakatan tampaknya penting untuk ditingkatkan pemgajian-pengajian khusus atau takhasus untuk berbagai segmen sosial masyarakat atau umat dari yang muda hingga tua, kelas awam dan menengah hingga atas, kalangan profesional, dan berbagai kelompok sosial lainnya yang dikenal dengan dakwah komunitas.
Pada saat ini penting dioperasionalkan model dakwah komunitas baik di pedesaan maupun di perkotaan, termasuk di lingkungan perumahan-perumahan umum dan ekslusif. Model pengajian dan kajian harus dihadirkan secara menarik dengan materi-materi yang menenguhkan akidah, ibadah, akhlak, dan muamalah. Umat haus akan nilai-nilai Islam yang meneguhkan sekaligus mencerahkan. Semua harus dikemas secara bernas dan menarik, tidak konvensional dan membosankan. Di sinilah kehadiran Majelis Tabligh dan Majelis Tarjih menjadi sangat penting dan menentukan keberhasilannya.
Dalam sekala makro di tingkat nasional, wilayah, dan daerah Muhammadiyah harus sensistif terhadap isu-isu keumatan dengan melakukan pembelaan dan peneguhan. Jangan biarkan isu-isu keumatan diambil oleh gerakan dan organisasi lain yang berhaluan keras, sementara Muhammadiyah berdiam diri. Pendekatan yang dipakai tetap sejalan dengan prinsip dakwah amar makruf dan nahi mumkar sebagaimana prinsip dakwah secara hikmah, edukasi, dan dialogis.
Muhammadiyah dalam beramar-makruf dan bernahi-munkar memiliki cara sendiri, tidak perlu mengikuti cara pihak lain. Soal hasil tidak dapat dilihat secara jangka pendek. Setiap pendekatan dakwah selalu ada plus minus, tidak ada yang sepenuhnya sempurna. Langkah yang harus dilakukan ialah optimalisasi peran dakwah amar makruf nahi munkar dengam berbagai ragam pendekatan, didukung oleh kekuatan militansi, sumberdaya manusia, sumberdana, dan fasilitas yang baik.
Peran Kebangsaan
Alhamdulillah Muhammadiyah selama ini memiliki peran kebangsaan yang cukup baik dan diperhitungkan dalam kancah nasional. Sejalan dengan Khittah dan Kepribadiannya, Muhammadiyah menjadi salah satu kekuatan sosial-keagamaan yang banyak menjadi rujukan dalam dinamika kebangsaan. Sejak awal era reformasi hingga terakhir Muhammadiyah masuk ke tengah pusaran nasional.
Agenda saat ini yang tidak kalah pentingnya ialah menghadirkan peran strategis umat Islam selaku mayoritas dalam kehidupan kebangsaan di negeri ini. Ini berkaitan dengan daya saing dan keunggulan umat Islam, sekaligus peran-peran strategis yang harus dijalankan dalam kehidupan politik, ekonomi, dan sosial budaya sehingga umat Islam berpengaruh secara signifikan sejalan dengan kemayoritasannya.
Maka dalam konteks kebangsaan Muhammadiyah penting mendorong ormas dan parpol Islam berdialog dan membangun kerjasama strategis dalam memainkan peran kebangsaan. Pendekatan konfrontatif tidak banyak membantu manakala tidak disertai kekuatan kolektif seluruh komponen umat Islam. Jika masih berjalan sendiri-sendiri, apalagi saling bertentangan, maka tidak akan membuahkan kekuatan kolektif strategis dan menentukan di kancah nasional.
Dalam menghadapi masalah bangsa yang semakin kompleks Muhammadiyah juga penting membangun komunikasi, dialog, sinergi, dan kerjasama dengan berbagai pihak baik pemerintah maupun komponen bangsa lainnya. Muhammadiyah tidak hidup sendirian dan tidak mungkin mampu menyangga persoalan bangsa yang demikian banyak dan berat secara sendiri. Pemerintah, partai politik, dan komponen bangsa yang lainnya juga tidak dapat bekerja sendiri. Karenanya diperlukan kerja kebangsaan secara kolektif.
Dalam menghadapi masalah kebangsaan maka di satu pihak ada dialog dan kerjasama, di pihak lain saling memberi masukan dan kritik yang konstruktif. Semua pihak baik pemerintah maupun kekuatan politik dan kemasyarakatan penting saling terbuka dalam memperbaiki hal-hal yang buruk dalam kehidupan kebangsaan. Kritik harus menjadi bagian yang sehat dalam berbangsa dan bernegara, sebagaimana pentingnya saling mendukung secara positif untuk kemajuan bangsa dan negara. Di sinilah fungsi amar makruf dan nahi munkar dari Muhammadiyah dalam kehidupan kebangsaan sebagaimana menjadi Khittah dan Kepribadiannya.
——————————————————–
Tulisan ini pernah dimuat di rubrik “Bingkai” majalah Suara Muhammadiyah edisi nomor 4 tahun 2017