YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah-Ketua Majelis Diktilitbang PP Muhammadiyah Prof Lyncolin Arsyad menyatakan bahwa pengelolaan perguruan tinggi telah memasuki babak baru. Di era revolusi 4.0, tata kelola perguruan tinggi tidak bisa lagi mengandalkan cara-cara konvensional. Era keterbukaan juga membuat persaingan dalam bidang perguruan tinggi semakin ketat.
Perguruan Tinggi Muhammadiyah merupakan bagian penting dari pilar keunggulan Muhammadiyah yang harus segera berbenah. Sementara itu, PTM masih menghadapi berbagai problem. Di antaranya berupa lemahnya manajemen, kurangnya pemahaman nilai-nilai dasar persyarikatan di kalangan pimpinan, masih belum selarasnya relasi antara pimpinan PTM dengan pimpinan persyarikatan, serta belum terciptanya budaya organisasi yang baik.
“Kunci untuk mampu bersaing dan bertahan adalah pemimpin. Transformational leadership,” tutur Lyncolin dalam acara Leadership Training Pimpinan Perguruan Tinggi Muhammadiyah (PTM) Angkatan Ke-3 di Hotel Jayakarta, Yogyakarta, pada Senin malam, 14 Januari 2019.
Pemimpin PTM harus sejalan dengan nilai-nilai Muhammadiyah. Menurutnya, para pimpinan Perguruan Tinggi harus memiliki kompetensi mumpuni. “Jujur dan baik saja tidak cukup, tapi butuh kompetensi. Selain amanah juga harus fathanah. Punya ilmu. Kalau tidak punya ilmu, tidak bisa,” ungkapnya.
Inovasi-inovasi teknologi di bidang pendidikan seperti Massive Open Online Course (MOOC) dan Artificial Intelligence (AI) telah mampu menjadikan pendidikan semakin terbuka dan dapat diakses dengan sangat mudah. Keberadaan pengajar dan kelas secara fisik semakin tidak relevan. Jika tidak berbenah, maka akan tersingkir.
Hal lain, Lyncolin mengutip pesan Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir, bahwa para pimpinan harus menjadi teladan dalam laku cinta ilmu. “Pimpinan Perguruan Tinggi harus senang membaca, senang berdialog, senang ilmu. Jangan pernah berhenti belajar. Perguruan Tinggi adalah pencipta peradaban. Maka bagaimana bisa mencipta peradaban jika pimpinannya tidak cinta ilmu,” ujarnya.
Mengelola PTM itu mengelola aset umat. Para pimpinan harus punya ketrampilan dan daya tahan dalam menghadapi masalah. “Pimpinan Perguruan Tinggi juga harus punya daya tahan dan tidak cengeng, punya daya komunikasi dan negosiasi,” imbuh guru besar ekonomi Universitas Gadjah Mada ini. (ribas)