YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah-Ketua PP Muhammadiyah Hajriyanto Y Thohari menyampaikan kuliah umum dan sekaligus membuka acara Leadership Training Pimpinan Perguruan Tinggi Muhammadiyah (PTM) Angkatan Ke-3 di Hotel Jayakarta, Yogyakarta, pada Senin malam, 14 Januari 2019.
Menurutnya, trisula lama Muhammadiyah berupa pendidikan, kesehatan, dan layanan sosial telah mencapai tahap menggembirakan. Namun, Muhammadiyah tidak boleh terlena, masih perlu banyak berjuang untuk meningkatkan kualitas. “Trisula lama sudah tinggal landas, dan tinggal meningkatkan kualitas. Secara kuantitatif saja, negara kalah,” katanya.
Trisula lama dan trisula baru Muhammadiyah menunjukkan bahwa persyarikatan ini merupakan sebuah gerakan yang terus bergerak untuk berkonstribusi. “Muhammadiyah itu gerakan, ada mobilisasi, dinamisasi, dan sekaligus sistematisasi. Tidak sembarang, mobilisasi dilakukan dengan penuh perhitungan dan pertimbangkan secara sistematis dan dinamis,” ujarnya.
Kekuatan Muhammadiyah, kata Hajri, berada pada sikap kebersamaan. Gerakan Muhammadiyah itu harus berjamaah, saling berta’awun. Demikian halnya dalam mengurus Perguruan Tinggi Muhammadiyah. “Mengurus perguruan tinggi itu berdasarkan tradisi panjang, tidak bisa seketika,” ulasnya.
Saat ini, Muhammadiyah memiliki trisula baru yang semakin memantapkan Muhammadiyah sebagai gerakan filantropi. Pertama, Lembaga Amil Zakat Infak dan Shadaqah Muhammadiyah (Lazismu). Kedua, Muhammadiyah Disaster Management Center (MDMC). Ketiga, Majelis Pemberdayaan Masyarakat (MPM). “PTM harus terlibat aktif dalam implementasi Trisula,” tutur Hajriyanto.
“KH Ahmad Dahlan beserta murid-muridnya itu cinta sesama dan suka menolong. KH Ahmad Dahlan menggunakan al-Ma’un sebagai asas dan menjadi orang pertama yang melakukan modernisasi pengelolaan dan manajemen zakat. Dulu, zakat diberikan langsung kepada kiai atau diberikan langsung kepada orang miskin. KH Dahlan membentuk sebuah lembaga,” katanya.
Pengelolaan zakat secara profesional ini kini dilakukan oleh Lazismu. “Lazismu saat ini menjadi LAZ terbesar tiga tahun berturut-turut. Tahun 2019 targetnya 800an Milyar, tahun 2020 targetnya 1 Triliun,” ujarnya. Jika penghimpunan dan distribusi zakat bisa dilakukan dengan maksimal, maka seluruh gerak Muhammadiyah untuk memajukan umat dan bangsa, bisa dibiayai secara mandiri.
“Muhammadiyah harus tampil menjadi kekuatan baru. Sejak awal Muhammadiyah itu gerakan filantropi amal. Fokus perhatian Ahmad Dahlan itu pada amal untuk memajukan umat, pada kerja-kerja kemanusiaan. Lazismu harus menjadi penyedia dana bagi semua aktivitas kemanusiaan Muhammadiyah,” ungkap Dubes Indonesia untuk Lebanon ini.
Demikian halnya dengan MDMC yang menggunakan asas PKO yang dirumuskan tahun 1923. Bermaksud untuk melayani kemanusiaan secara umum, tanpa memandang latar belakang perbedaan SARA. “MDMC menjadi organisasi penolong terbesar di Indonesia saat ini. Datang paling awal ke setiap bencana. Filantropi berbasis profesionalitas,” tuturnya.
Relawan-relawan Muhammadiyah memiliki skill mumpuni. Mereka gabungan para ahli di bidangnya masing-masing, mulai dokter, perawat, hingga ahli kebencanaan. Tidak hanya di dalam negeri, MDMC ikut ketika gempa Nepal yang penduduknya beragama Hindu dengan membawa bendera merah putih. Di pengungsian Cox’s Bazar, MDMC juga menjadi yang terbesar.
Hal serupa dilakukan oleh MPM. Majelis ini memberdayakan kaum mustadl’afin. MPM intens mendampingi para petani, nelayan, pedagang asongan, pemulung, hingga kaum difabel. MPM juga mendampingi dan memberdayakan suku-suku terluar, semisal masyarakat adat di Berau Kalimantan dan suku Warmon Kokoda Papua. (ribas)